(Pixabay.com) |
Untuk Apa Kuliah Jika Jadi Pengangguran
Untuk apa kuliah jika memang ujung-ujungnya jadi pengangguran? Ini memang pertanyaan sekaligus pernyataan. Memang saat ini di negara kita banyak sekali pengangguran, bahkan bisa sampai 1 juta sarjana yang jadi pengangguran. Cape-cape kuliah, menghabiskan uang orang tua, dan akhirnya malah jadi beban orang tua. Jika memang ujung-ujung jadi pengangguran, lalu untuk apa kuliah. Lebih baik bekerja saja setelah lulus SMA atau SMK, biasanya lowongan kerja banyak untuk kelas mereka.
Sebetulnya pola pikir mengenai kuliah untuk kerja, sebetulnya stigma tersebut harus kita rubah. Menjadi sarjana tentunya bukan untuk mendapatkan peluang bekerja sabaik-baiknya, justru bisa menerapkan, mengembangkan dan membuka peluang baru dengan keilmuan kita. Bukan kah mahasiswa adalah agent of change bukan agent of work. Karena ketika lulus yang dipikirkan adalah pekerjaan bukan apa yang ingin dirubah.
Ketika dapat pekerjaan pun mengeluh, buat story WA dengan caption yang memelas. Padahal banyak para mahasiswa yang tidak seberuntung kamu yang sudah punya penghasilan. Saat ini mahasiswa banyak yang bekerja menjadi apapun mau jadi kuli, jualan, OB, dan lainnya. Itu sebetulnya bebas-bebas saja yang terpenting halal.
Mencari lapangan kerja saat ini suah, yang diharapkan perusahaan hany yang berpengalaman. Sedangkan yang belum berpengalaman, bingung harus kemana. Ujung-ujungnya hanya jadi buruh pabrik. Lalu apa gunanya sekolah tinggi-tinggi, jika tujuannya hanya untuk mengais receh. Yang semestinya disalahkan harusnya siapa? Pemerintah kah, kampus, dosen ataukah mahasiswanya.
Pikiran Mahasiswa
Sebelum ke permasalahan lain mengenai permasalahan pengangguran di Indonesia, kita bahas terlebih dahulu mengenai mahasiswa itu sendiri. Seperti tujuan menjadi mahasiswa setelah lulus itu sebetulnya untuk apa.
Kita lihat terlebih dahulu kualitas mahasiswa saat ini terlebih dahulu, kita lihat diri kita sendiri terutama bagi para sarjana yang baru lulus. Selama di perkuliahan bagaimana kinerja kita ketika dalam memahami mata kuliah, apakah sungguh-sungguh ingin memahami, ataukah hanya mengerjakan tugas kuliah untuk sekedar mengugurkan mata kuliah saja. Jika memang memilih yang pertama berarti meraka adalah seorang mahasiswa sejati jiak pilihan yang kedua berarti hanya ikut-ikutan saja hanya menginginkan titel sarjana saja. Lebih baik pilihlah yang pertama karena jika memilih yang pertama pilihan yang kedua juga mendapatkannya.
Jika memang kuliah memusingkan dan membosankan, mengapa masih ingin bertahan. Jika kuliah tidak menjamin masa depan mengapa masih mengerjakan tugas-tugas yang tidak berguna. lebih baik untuk sekarang luruskan niat, yang belum lurus belajar dari nol dan yang baru lulus belajar lagi dari nol, belajar mengenai kehidupan yang sesungguhnya.
Jika ingin belajar dengan sungguh-sungguh jangan diniatkan untuk hal lain-lain seperti gelar, nilai, dan Pekerjaan, jabatan, dan uang. niatkanlah untuk menuntut ilmu dan mengembangkannya ketulusan adalah modal utama dalam menuntut ilmu. Bukan hany sekedar menuntut ilmu tetapi manfaatkanlah, setidaknya bisa untuk diri sendiri.
Sistem Pendidikan yang Tiada Esensi
Sering saya singgung mengenai KKN, PPL, Skripsi dan Pembelajaran Kuliah itu tidak memiliki esensi mungkin ada tapi sedikit. Semuanya hambar tidak ada melekat sama sekali, hanya dijadikan sebagai sarat dan prasyarat tertentu sehingga tujuannya hanya menggugurkan kewajiban.
Saya rasa pengajaran kita jauh dari realitas, yang dibicarakan hanya teori yang ngawang-ngawang tanpa tidak tahu untuk apa mempelajari hal tersebut. Dosen seakan mengajar hanya karena uang yang penting mengajar lalu absen tanpa perlu ada tindak lanjutnya. Ini lah yang menyebabkan mahasiswa menjadi tidak jelas arahnya. Apa yang diajarkan tidak sesuai dengan realita hanya sebagai formalitas saja.
Sistem Kurikulum yang tidak Progres
Mengenai sistem pendidikan kita ini, kita kembali lagi kepada negara, karena merekalah yang menciptakan sebuah kebijakan. Seharusnya pemerintah tidak hanya membuat program-program dan aturan barus saja, tetapi harus ada progres kedepannya. Sehingga tidak membuat bingung yang dibawah.Tidak perlu program pendidikan yang banyak yang terpenting progres dan bisa dijalankan.
Seharusnya pemerintah bisa membangun 3 pilar yang harus diperkuat, yakni pendidikan yang esensial, penyiapan mental, dan lapangan kerja yang luas.
Pendidikan yang esensial, seperti yang sudah aya sebutkan bahwa pendidikan kita tidak lah esensial. Apa buktinya? Ya buktinya banyak mahasiswa bingung mau apa setelah kuliah. Pendidikan yang esensial seharusnya dapat memberikan pengajaran kepada mahasiswa mengenai tujuannya, minat dan apa yang mau dikembangkan. Sehingga ketika lulus Ia tahu apa yang harus dilakukan.
Kemudian penyiapan mental. Mental ini sangat penting untuk dipersiapkan untuk mahasiswa agar mereka bisa survive, tangguh, dan mampu menyelesaikan persoalan. Kita lihat bahwa mahasiswa kita sebetulnya pintar-pintar tetapi mengapa masih kalah dengan negara lain. Karen mereka kalah dalam hal mental. Baru mencoba saja sudah merasa gagal lalu tidak mau berkembang dan akhirnya ilmunya sia-sia akhirnya kalah bersaing Sehingga persiapan mental ini harus lah dipersiapkan.
Membangun lapangan pekerjaan. Untuk yang terakhir ini pemerintah harus bisa menyiapkan lapangan pekerjaan agar mahasiswa bisa tahu tujuan mereka akan kemana. Ketika lulus dikontrak lalu dapat pekerjaan. Tidak apa-apa undang investor asalkan ada perjanjian jika para pekerjanya adalah para pemuda Indonesia.
Sebetulnya baik mahasiswa dosen dan pemerintah sudah tahu ini. Hanya saja mereka tidak siap mental dan tidak siap resiko.
Komentar
Posting Komentar