Langsung ke konten utama

Penerapan Sistem Kuliah Sejak Sekolah

Terdengar aneh memang pikiran saya, yakni jika kuliah sejak kecil. Tapi apa salahnya jika berpendapat. Ini mungkin pikiran dan konsep dianggap kurang relevan. Tapi sebelum berfikir relevan atau tidak saja jelaskan dulu mengenai konsep saya ini. 

Saya memang merasa resah melihat dunia pendidikan kita yang tidak jelas arahnya, banyak materi tetapi tidak ada yang masuk ke otak. Tugas menumpuk, tiap hari mengerjakan PR justru bukannya makin pintar malah bikin otak konslet. Buat kurikulum tiap ganti presiden pasti gunta-ganti kurikulum. Bukannya malah nener justru makin keblinger. 

Ini yang menjadikan anak menjadi malas untuk sekolah, pulang-pulang pelampiasannya paling main game. Apa yang dipelajari disekolah lalu dilupakan begitu saja. Tiba-tiba naik kelas tetapi IQ tidak naik-naik. 

Saat ini pendidikan Indonesia masih terbelakang, belum bisa menyusul negara-negar lainnya. Jika seperti ini terus maka kedepannya bangsa Indonesia hanya akan menjadi bangsa yang terbelakang dan terjajah. Budaya pendidikan seperti ini sebetulnya telah usang. Seharusnya kita menuju pembaharuan pendidikan yang baru. Pendidikan yang baru menurut saya yakni pendidikan kreatif dan bebas.

(Pixabay.com)

Dimana seharusnya pendidikan bukan hanya kewajiban atau formalitas saja, tetapi menjadi pilihan hidup dan masa depan hidup. Seharusnya kita punya hak hidup yang kita inginkan. Selama tidak melanggar hukum, norma, dan agama, saya rasa sah-sah saja. 

Seperti dunia perkuliahan dimana,  anak kuliah memiliki jam pelajaran yang sedikit yakni hanya 24 sks. Jika ditotal paling 20 jam perminggu atau 4 jam perhari. Jika berangkat jam 8 maka selesai jam 12. Jam pelajaran seharusnya tidak harus yang bertumpuk-tumpuk dan waktu yang banyak, karena otak manusia tidak akan kuat menerima beban itu.

Manfaat dari sistem kuliah yakni selain jamnya singkat. Kita ada sistem pengulangan, dimana anak sekolah harus mengulang apa yang gagal kemarin dipelajari. Hal ini bukannya penyiksaan atau membuat seorang murid menjadi tertinggal, tetapi agar murid mampu memahami materi dengan betul-betul. Karena jika kita lihat, kenaikan kelas sebetulnya adalah hal yang dipaksakan kita dipaksa untuk memahami semuanya agar naik kelas.

Padahal tidak semua pelajaran dapat dikuasai dan akhirnya harus mengulang dari awal semua materi pelajaran. Sistem ini tentunya sangat tidak adil bagi para murid yang tidak mampu menguasai materi. Jika menggunakan sistem kuliah, maka materi yang belum dikuasai saja yang di ulang selebihnya bisa diikuti kelas lainnya. 

Kemudian seharusnya ada materi wajib dan materi minat. Materi wajib ini seperti Agama, Bahasa, PKN, dan Matematika. Untuk materi minat adalah materi yang wajib harus ada, namun tidak harus semuanya dipelajari materi ini sebagai arah dan penunjang untuk kedepannya, mungkin mirip seperti jurusan jika di perkuliahan. Sehingga tidak harus kuliah jika ingin punya keahlian khusus, cukup fokus saja apa yang diminati sejak kecil. 

Seharusnya dalam pendidikan itu haris fokus dan menjurus. Tidak harus mempelajari banyak hal cukup yang penting-penting saja terutama yang real dalam kehidupan. Misalnya anak petani bisa memilih jurusan pertanian, atau anak nelayan bisa memilih jurusan kelautan, atau materi yang semacamnya. Materi tentunya harus disesuaikan dengan nalar siswa dan juga butuh bimbingan serta arahan dari guru. Hal ini penting dilakukan untuk meneruskan sebuah profesi keluarga dari generasi, agar tetap eksis dan tetap hidup. 

Seharusnya apa yang dipelajari disekolah bukan sesuatu yang dipahami secara teoretis saja atau hanya sekedar menambah wawasan saja. Lebih dari itu, seharunya mendidikan bisa mengarahkan seorang siswa mau kemana Ia setelah dewasa, apa tujuannya kedepan, sehingga ilmu-ilmu yang digunakan adalah ilmu yang menunjang masa depannya,  Apalagi ilmi itu adalah ilmu yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Mungkin sebetulnya banyak yang ingin dibahas mengenai gagasan pendidikan. Banyak hal yang belum saya pikirkan mengenai konsep pendidikan dan tulisan ini memang belum sempurna seutuhnya. Butuh banyak energi dan pikiran agar gagasan saya ini lebih matang lagi. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...