Langsung ke konten utama

Krisis Identitas Diri

Saat ini, kita dihadapkan dengan berbagai macam prodak, teknologi, hiburan, budaya, gaya, dan kehidupan lainnya.  Anak milenial tentunya senang menerima hal-hal hal baru, apapun mereka coba semuanya dari fashion, makanan, wisata, alat kecantikan, dan masih banyak lainnnya. Semuanya dilakukan hanya demi popularitas atau disenangi banyak orang lain. Narsistik atau senang dengan diri sendiri baik itu dengan upload foto diri di instragram, buat akun you tube, tik tok, instagram bahkan buat fans sendiri. Tidak harus punya bakat khusus yang penting viral di media sosial.

(Pixabay.com)

Namun, yang namanya popularitas tentunya tidak akan bertahan lama. Awal-awal memang banyak yang suka tetapi lama-kelamaan terus berkurang. Hal ini terjadi karena memang kebanyakan hanya ikut-ikutan saja yang penting eksis dan dilirik banyak orang, entah itu banyak yang suka ataupun yang hatersnya.

Jika hal tersebut dilakukan terus menerus, maka yang terjadi mereka akan bingung dengan pribadi dirinya sendiri. Mengapa bisa bingung, karena mereka melakukan itu semua bukan karena keinginan dari dalam diri tetapi dari luar diri. Jika dikatakan ya cuman ikut-ikutan saja.

Banyak sekali anak-anak muda sekarang hanya ikut-ikutan tanpa berpikir panjang seperti cocok atau tidak cocok dengan diri sendiri, baik atau tidak untuk diri sendiri yang penting banyak disukai saja itu sudah cukup. Padahal jika dipikir ulang sebetulnya yang membuat eksis bukan dirinya tetapi trendnya. Tanpa trend maka mereka hanya orang biasa saja. Tidak kreatif dan tidak punya inovasi dalam melakukan suatu perubahan, maunya hanya ikut-ikutan saja. 

Ini lah mungkin yang disebut krisis identitas diri. Dimana mereka tidak paham tentang dirinya, tidak punya prinsip hidup yang kuat dan tidak punya arah tujuan yang jelas. Semuanya dilakukan mengalir saja tanpa arah yang pasti. Hanya ikut-ikutan saja atau mengikuti arus zaman. Seperti ikan mati yang terbawa arus sungai. Pada hakikatnya orang yang tidak punya jati diri itu seperti orang mati walaupun Ia masih hidup.

Sebetulnya kita harus kembali lagi memahami apa itu esksistensi dan apa itu popularitas. Dua hal ini tentunya adalah dua kata yang berbeda. Eksistensi itu lebih merujuk kepada kualitas diri sedangkan popularitas lebih ke kuantitas. Jika ada orang yang menggunakan pakaian yang branded, justru yang eksis bukan orang tersebut tetapi barangnya, karena barang yang dipakai adalah barang yang mungkin sudah dikenal banyak orang. Tanpa barang tersebut berarti orang tersenut hanyalah orang biasa, orang lebih tertarik dengan barangnya ketimbang dengan orangnya. 

Berbeda misalnya CR misalanya menggunakan kaos unik, ketika orang melihatnya orang mungkin akan terkesima dengan kaosnya akan tetapi kaos tersebut hanyalah kaos biasa jika CR tidak memakainya. Dari sini sudah bisa dipahami bukan apa itu eksistensi, saat ini mungkin orang lebih mengenalnya personal branding. Personal branding ini dibentuk dengan citra diri yang baik, pencapaian dan prestasi yang dimiliki.

Jika ingin tetap eksis maka jadi lah diri sendiri jangan ikut-ikutan tren. Harus melawan arus, seperti ikan yang terus berenang di sungai. Cari apa kesukaan diri, karakter diri, cari bakat diri, tingkatkan skill diri dan buat personal branding sendiri. Tidak harus banyak orang yang suka yang penting senangi diri sendiri dulu dan cintai diri sendiri. Punya prinsip yang jelas dan tujuan yang jelas, itulah sejatinya orang yang punya identitas diri (eksis).

Banyak artis-arti diluar bahkan di Indonesia yang tetap eksis bahkan populer tetapi tidak merubah fashionnya. Mengapa hal ini bisa terjadi, karena memang dalam dirinya sudah melekat karakter, pribadi dan memiliki personal branding yang kuat. Ketika masyarakat mengingat artis tersebut maka mereka akan ingat akan sesuatu, karen mereka ada ciri khasnya sendiri. Sebut saja misalnya Warkop, Deddy Corbuzier, Noah, Sheila On 7 dan lainnya. Mereka adalah public figure lama tetapi masih eksis dan populer hingga saat ini. Berbeda dengan artis musiman yang tiba-tiba viral lalu hilang begitu saja. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan tidak Menciptakan Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Lalu apakah kemiskinan itu tuhan sendiri yang menciptakannya atau manusia sendirilah yang menciptakan kemiskinan tersebut. Akan tetapi banyak dari kalangan kita yang sering menyalahkan tuhan, mengenai ketimpangan sosial di dunia ini. Sehingga tuhan dianggap tidak mampu menuntaskan kemiskinan. (Pixabay.com) Jika kita berfikir ulang mengenai kemiskinan yang terjadi dindunia ini. Apakah tuhan memang benar-benar menciptakan sebuah kemiskinan ataukah manusia sendirilah yang sebetulnya menciptakan kemiskinan tersebut. Alangkah lebih baiknya kita semestinya mengevaluasi diri tentang diri kita, apa yang kurang dan apa yang salah karena suatu akibat itu pasti ada sebabnya. Tentunya ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi, yakni pertama faktor  mindset dan prilaku diri sendiri, dimana yang membuat seseorang...

Pendidikan yang Humanis

Seperti yang kita kenal pendidikan merupakan suatu lembaga atau forum agar manusia menjadi berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan merupakan tolak ukur sebuah kemajuan bangsa. Semakin baik sistem pendidikannya maka semakin baik pula negaranya, semakin buruk sistem pendidikannya semakin buruk pula negara tersebut. Ironisnya di negara ini, pendidikan menjadi sebuah beban bagi para murid. Terlalu banyaknya pelajaran, kurangnya pemerataan, kurangnya fasilitas, dan minimnya tenaga pengajar menjadi PR bagi negara ini. Saat ini pendidikan di negara kita hanyalah sebatas formalitas, yang penting dapat ijazah terus dapat kerja. Seakan-akan kita adalah robot yang di setting dan dibentuk menjadi pekerja pabrik. Selain itu, ilmu-ilmu yang kita pelajari hanya sebatas ilmu hapalan dan logika. Akhlak dan moral dianggap hal yang tebelakang. Memang ada pelajaran agama di sekolah namu hal tersebut tidaklah cukup. Nilai tinggi dianggap orang yang hebat. Persaingan antar sesama pelajar mencipta...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...