Langsung ke konten utama

Bela Islam Atau Bela Kelompok

Ketika saya melihat postingan di media, baik itu you tube, facabook, twiter maupun instagram saya sering melihat berbagai postingan mengenai perdebatan mengenai tawasul, tahlil, maulid dan lain sebagainya. Ketika melihat postingan tersebut, risih rasanya berdebat siapa yang paling benar dan menyalahkan pikiran yang berbeda. Seakan-akan sudah banyak ilmunya sehingga berdalil walaupun mengutip dari google. 

(Pixabay.com)

Bukan hanya pengikutnya saja yang seperti itu para ustadz pun ikut andil dam berperan dengan itu. Serangkaian dalil dilontarkan, kemudian dibalas dengan kelompok lain dengan dalil lagi untuk membantah argumen tersebut. Padahal yang diperdebatkan masalah sepele masalah furuiyah yang sebetulnya sudah dibahas oleh para ulama terdahulu. 

Lalu dapat apa mereka jika menang debat. Apakah mereka bisa langsung masuk surga jika menang debat dan kalah bisa langsung masuk neraka? Sepertinya tidak tetap saja baik menang maupun yang kalah kembali ke amalannya masing-masing.

Yang timbul dari perdebatan tersebut hanya kegaduhan saja, membuat umat semakin bingung. Kira-kira saya haru pilih yang mana, sesama umat Islam saja saling bertengkar. Lalu apanya yang disebut Islam damai jika orang Islamnya saja bikin rusuh. Tidak peduli mau kelompok mana yamg menang dan mana yang kalah, yang pasti orang yang suka mencaci makilah yang salah. 

Jika memang benar-benar bela Islam, lalu mengapa menggunakan argumen atau dalil yang dilontarkan harus sepemikiran sedangkan yang berbeda dibuang. Padahal jika benar-benar Islam tidak harus pilah-pilah pendapat, yang terpenting memaslahatkan dan tidak membuat bingung orang awam. Para ustadz-ustadz sekarang saya rasa mereka hanya membela kelompoknya masing-masing. Jika tidak membela kelompok maka tidak harus ada keributan dan bisa menghargai perbedaan. 

Umat muslim saat ini dibuat bingung dengan argumen dan pernyataan dilontarkan. Umat muslim menjadi terkotak-kotakan. Yang berbeda kelompok adalah salah bahkan dianggap kafir, saling mengkafirkan sesama umat muslim padahal masih satu kalimat syahadat. Yang mualaf apalagi Ia dibuat bingung, Ia menganggap Islam agama damai tetapi ketika memasukinya apa yang disebut damai ternyata tidak ada, yang membuat tidak damai sebetulnya bukan Islam tetapi muslimnya. Agama hany jadi bahan perdebatan bukan bahan kemaslahatan.

Jika ini terjadi secara terus-menerus, maka Islam akan terpecah belah dan tidak akan bisa bersatu. Ketika Islam terpecah belah maka musuh-musuh Islam akan mudah untuk merusak Islam. Ini memang sudah nyata terjadi, seperti misalnya pergaulan bebas, kemiskinan, kejahatan, dan masih banyak lainnya. Padahal itu yang penting untuk dibahas, bukan masalah sepele seperti tahlil dan semacamnya, karena islam bukan hanya bicara ritual tetapi Islam juga bicara sosial.


Semestinya pada tokoh agama tersebut yang suka cari ribut harus menyadari bahwa banyak sekali hal yang perlu dibahas, terutama masalah sosial. Kita sudah sadari bahwa umat Islam kini sudah tertinggal jauh dari peradaban barat. Orang barat sudah bicara bagaimana ke bulan umat islam masih cari dalil maulidan. Padahal mau tidak merayakan mau yang merayakan juga silahkan. Amalan masing-masing dan tanggung jawab masing-masing tidak perlu banyak berargumentasi kepada orang yang beda pandangan. 

Masyarakat muslim saat ini semakin terpuruk dan ketinggalan zaman. Banyak kalangan muslim saat ini mengalami kendala ekonomi atau dalam kondisi miskin. ustadz-ustadz tersebut melihat fenomena kemiskinan mungkin dianggapnya takdir, padahal itu jelas-jelas ada sistem tatanan yang salah. Lagi-lagi takdir, simpel sekali jawabannya, jika bahas ibadah mulutnya berbusa-busa. 

Saat ini umat muslim tidak memiliki peran dalam kemajuan dunia jika adapun bisa dihitung jari. Umat islam masih sibuk dengan masalah ibadah yang tidak kunjung-kunjung selesai-selesai. Saya heran dengan mereka, sebetulnya apalagi yang perlu diributkan lagi. Pembahasan pasti muter-muter, hanya itu dan itu saja.

Padahal Perbedaan akan selalu tetap hadir dalam kehidupan. Bahkan, dari dahulu perbedaan akan selalu ada. Yang terpenting bisa menghargai pendapat orang lain dan tidak menyalah-nyalahkan pendapat lain. Selama masih mengucapkan dua kalimat syahadat maka Ia masih saudara seiman.

Saya berharap umat Islam kedepannya bisa bersatu, bis menghargai perbedaan, saling gotong royong, untuk membangun masyarakat yang madani. 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...