Langsung ke konten utama

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat.

mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat.

(Pixabay.com)

Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang.

Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu dilupakan begitu saja. Hal itu terjadi sampai ke jenjang perkuliahan. Yang terpenting mengerjakan tugas, rajin masuk, ikut ujian terus dapat nilai. Yang penting lulus syukur-syukur dapat nilai A.

Tetapi kalau kita pikir-pikir untuk apa kita dapat nilai bagus tatapi pemahaman kita kosong sebetulnya. Nilai itu hanyalah pemanis, Dia tidak berefek apa-apa dalam hidup kita. Apa yang kita pelajari ternyata hanya buang-buang uang, waktu dan tenaga.

Dalam belajar, tentunya bukan hanya sekedar diperintah lalu kita melakukannya. Hal tersebut tentunya akan menjadi sebuah keterpaksaan. Belajar seakan bukan sebagai kebutuhan, tetapi hanya sebagai kewajiban. Ketika kewajiban itu selesai maka selesai pula lah belajar kita.

Padahal yang namanya belajar itu bukan hanya disekolah ataupun di dunia perkuliahan. Tetapi juga bisa dilakukan di rumah seperti belajar beres-beres, di desa misalnya kita melihat para petani.

setidaknya belajar bisa menambah wawasan kita, apa yang dipelajari sebelumny tentunya jangan sampai kita lupakan. Syukur-syukur bisa mengubah pola pikir dan perilaku kita dalam kehidupan. Misalnya kamu baca artikel ini kemudian tergerak pikiran dan hatinya untuk belajar hal yang bermanfaat.

satu hal lagi yang belum saya sampaikan. Saya selalu merasa heran ketika disekolahan, saya disuruh belajar seperti matematika, ipa, ips, bahasa, seni, olahraga dan yang lainnya, akan tetapi kita tidak diberi tahun untuk apa belajar banyak hal. Coba saja kamu pikir, kira-kira pelajaran apa yang bermanfaat bagi kamu disekolah? Pastinya ada, tetapi sedikit yang di gunakan, sisany dibuang begitu saja.

Sekolah itu jadi hal yang tidak berguna sepertinya. Karena banyak orang yang sukses bukan karena pelajaran sekolah, tetapi pelajaran hidup. Seharusnya meteri yang diajarkan dalam sekolah seharusnya adalah materi yang dekat dengan kehidupan. Tidak harus membuat pelajaran baru, tetapi cara belajar dan muatan materi itu bukan hanya secara teoritis saja tetapi juga praktis.

Guru yang mengajari kita pun juga sebetulnya Dia tidak tahu, untuk apa Ia mengajari hal tersebut. Dia hanya mengikuti intruksi pemerintah tanpa melihat efekny apa bagi murid-muridnya. Saya bicara seperti ini karena jadi korban kurikulum percobaan.

Seharusnya seorang guru juga harus dibekali dengan ilmu reaserch. Kira-kira sejauh mana perkembangan muridnya, seberapa meningkat pemahamannya, dan apakah ada kesulitan dalam belajar. Nah kalau di kita kan tidak, yang bodoh dibiarkan bodoh, yang pintar makin pintar. Padahal ketika seorang siswa itu tidak bis memahami pelajaran, berarti si guru harus mengubah gaya mengajarnya.

Memang tidak sepenuhnya guru yang salah, karena memang kita sudah dibudidayakan seperti itu. Guru hanya menggugurkan kewajibannya dalam mengajar dan siswa menggugurkan kewajibannya dalam belajar. Jadi, pendidikan kita ini hanyalah formalitas.

Ok, nanti mungkin saya akan menjelaskan mengenai skill yang perlu dimiliki oleh seorang guru dimasa depan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...