Langsung ke konten utama

Paradigma Penddikan yang Materialistis

Hidup ini seakan dikotak-kotakan. Ada yang menjadi orang miskin ada yang menjadi orang kaya, ada yang jadi karyawan dan ada yang jadi bos. Seakan-akan semua sistem kapitalis lah yang menentukan manusia. Seakan-akan yang di atas tetaplah diatas dan yang dibawah tetap dibawah. Saat ini kekayaan menjadi sumber kekuasaan. Semakin kaya seseorang semakin Ia berkuasa, semakin kaya seseorang semakin ia tinggi derajatnya. Manusia yang punya segudang bakat dan ide akan kalah dengan orang yang punya segudang harta.
(istockphoto.com)
Kapitaliame menciptakan sebuah kelas yaitu kelas eksploitasi dan kelas dieksploitasi. kapitalis mengeksploitasi buruh dengan cara mempekerjakannya. Ini menimbulkan sebuah ilusi seakan-akan hubungan antara kapitalis dan buruh itu adalah adil. Saat kapitalis membeli tenaga buruh dan buruh menjual tenaganya. Padahal ada proses struktural di balik kesukarelaan orang-orang yang menjual tenaganya. Pada awalnya segala sarana produksi, misal tanah yang mereka punya dirampas dulu oleh pemerintah untuk dijual kepada pemilik modal. Karena sudah tidak memiliki tanah sebagai alat produksi maka yang tersisa hanyalah tenaga, mau tidak mau orang-orang ini harus menjual tenaganya kepada para pengusaha. Ketika orang-orang yang tidak lagi mempunyai alat produksi untuk menjual ke pasar, mereka menjadi buruh. Kapitalis selaku pembeli membayar buruh dalam bentuk upah, akan tetapi upah tersebut selalu lebih rendah dari nilai kerja yang dihasilkan oleh buruh sebenarnya.

kapitalis bukan hanya menguasai dunia ekonomi saja tetapi dunia pendidikan, sosial, agama, budaya dan tennologi. Terutama dalam hal pendidikan yang merupakan parameter kemajuan bangsa itu dirusak oleh sistem kapitalis. Pendidikan yang berkualitas hanya dinikmati halangan atas saja sedangkan kalangan kebawah hanya menikmati fasilitas apa adanya. Banyak sekali di negeri ini lembaga-lembaga les khusus yang mengajarkan banyak hal diluar pendidikan namu itu bagi orang yang memiliki uang lebih. Adanya Beaiswa memang membantu tetapi hanya untuk kaum tertentu yang memiliki prestasi  saja sedangkan orang biasa harus berusaha lebih untuk mendapankan pendidikan yang layak. Padahal setiap orang memiliki hak untuk mengenyam pendidikan tetapi dengan hadirnya kapitalis, seakan pendidikan bagi kaum tertentu saja.

Tidak berhenti dari situ saja, pendidikan yang diajarkan disekolah maupun di universitas hanya sebatas pengajaran dan teoritis saja tanpa dibarengi dengan implementasi yang berkemaslahatan. Pendidikan hanya sebatas formalitas bukan untuk kemajuan bangsa. Kaum intelektualis disetir menjadi kaum materialistis, sehingga ilmu hanya dijadikan ladang bisnis. Dalam hal ini maka terciptalah paradigma pendidikan yang kapitalis, hanya bertujuan membentuk pribadi materialistik dalam tujuan hidup, sikap hedonis dalam budaya masyarakat, berprilaku individualistik dalam lingkungan sosial, dan tidak sejalan dengan agama. kerusakan secara fungsional ada tiga unsur pelaksana pendidikan, yaitu lembaga pendidikan formal yang lemah sehingga kacaunya kurikulum dan tidak berfungsinya guru sebagaimana mestinya,  keluarga yang tidak mendukung, serta keadaan masyarakat yang tidak kondusif.

Pendidikan yang sudah dikapitalisasi maka akan menjadikan pendidikan tersebut menjadi absurd dan rusak. Ketidakjelasan arah pendidikan membuat seorang pelajar maupun pengajar menjadi hilang nilai-nilai pendidikannya, yang ada hanya nilai keuntungan materil belaka. Pendidikan pada hakikatnya untuk mengembangkan dan memajukan kehidupan masyarakan justru malah menjadi keuntungan segelintir orang saja. Maka dari itu, pentingnya kesadaran diri untuk melepas dari genggaman kapitalis. Walaupun belum bisa lepas secara seutuhnya setidaknya kita sadar bahwa pendidikan saat ini sudah dikapitalisasi. Tindakan yang perlu dilakukan untuk melepaskan diri dari genggaman kapitalis adalah dengan menumbuhkan jiwa spiritualitas, memiliki rasa solidaritas dan pribadi yang berkemandirian. Tiga hal ini penting untuk dilakukan dalam rangka melepas dari genggaman kapitalisme.

Menumbuhkan jiwa spiritualitas adalah hal yang penting dalam kehidupan. Manusia dibekali kecerdasan spiritual ini sejak dalam kandungan.  Maka selama perjalanan hidup ini apakah manusia mau mengasah kecerdasan spiritualnya atau tidak. Kecerdasan spiritual ternyata merupakan kecerdasan yang paling tinggi bila dibandingkan dengan  kecerdasan yang lainnya. Apabila manusia itu memiliki kecerdasan spiritual, maka dalam menghadapi segala persoalan dapat  berpikir secara kompleks terhadap hal-hal yang ada, selalu berpositif thinking, berpikir secara tenang dalam menghadapi permasalahan yang terjadi, dan lebih bersikap bijaksana. Selain itu, dapat juga membuka wawasan dan motivasi, tidak mudah putus asa dalam menjalani hidup yang dihadapi dengan banyaknya masalah, bertoleransi, adil, jujur dan penyayang. Sehingga hidup akan jauh lebih tenang, sabar, syukur, tawakkal, qonaah serta selalu berfikir positif. Dari sini kecerdasan spiritual bisa meningkatkan keseimbangan hidup untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesuksesan dalam mencapai tujuan hidup serta memaknai hidup. Maka hidup yang diperoleh adalah terbebasnya dari segala godaan nafsu keserakahan, lingkungan yang bersaing, serta banyaknya konflik yang akan membawa pada kehancuran terhadap manusia. maka dari itu penting sekali pendidikan dan pengajaran spiritualitasdalam dunia pendidikan bukan hanya sekedar teoritis belaka,  penerapkan jiwa spiritualitas dalam kehidupan pendidikan perlu dilakukan.

Tidak hanya menumbuhkan jiwa spiritualitas dalam diri, tetapi penting juga menumbuhkan jiwa solidaritas. Manusia sejatinya mahluk sosial dimana saling membutuhkan antar sesama. maka dari itu,  rasa kepedulian antar sesama manusia adalah hal yang penting dalam melawan sifat apatis, mementingkan diri sendiri demi keuntungan diri sendiri. Pendidikan seharusnya bukan untuk berlomba-lomba dalam memperbanyak prestasi dan nilai yang tinggi,  tetapi kerjasama antar sesama merupakan hal yang lebih utama.  Ketika rasa solitaritas melekat pada diri dan mengimplementasikannya dalam kehidupan, maka niscaya tidak adanya si pintar dan si bodoh karena rasa solidaritas mengutamakan kebersamaan.

Kemudian selanjutnya adalah mendari pribadi yang mandiri. Pribadi yang mandiri bukan berarti menjadi proibadi yang individualis tetapi menjadi pribadi yang tidak bergantung pada orang lain terutama sistem kapitalis dimana sistem kapitalis menciptakan pribadi yang ketergantungan. Pribadi yang berketergantungan tentunya harus dihilangkan dalam diri agar tidak mudah untuk dibodohi dan dikendalikan. Seperti musalnya prilaku plagiasi atau mencontek dimana itu merupakan cerminan dari pendidikan yang tidak kreatif. Pendidikan di negeri ini tentunya harus dirubah sistemnya dimana sistem yang dibangun tidak disetir oleh kalangan tertentu. Akan tetapi sistem yang dibangun bukan hanya berfikir teoritis dan logis tetapi juga berfikir kreatif. Kreatifitas ini mampu untuk menumbuhkan pribadi yang mandiri dimana kita dapat berfikir bebas tanpa dibatasi oleh teori yang sudah ada. Berfikir kreatif mampu menumbuhkan rasa kepercayaan diri. Ketika rasa percaya diri inintumbuh maka akan membentuk pribadi yang mandiri tanpa harus ketergantungan.

Dari apa yang diungkapkan di atas adalah sesuatu yang harus dilakukan dalam membentuk pribadi sprituallis, sosialis, dan mandiri. Tiga komponen ini merupakan hal yang penting dalam rangka melepaskan ketergantungan kita terhadap sistem kapitalisme terutama dalam sektor pendidikan. Pendidikan seharusnya jangan mudah diatur oleh kaum kapitalis, karena sejatinya pendidikan adalah kebebasan kita dalam belajar, berfikir dan berkreasi. Yang tentunya dengan nilai-nilai moralitas yang berketuhanan dan berkemanusiaan. Selain itu perlu juga menghilangkan sistem sekolah kaum elit dan dibawahnya karena hal ini hanya menimbulkan kesenjangan sosial dalam dunia pendidikan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan tidak Menciptakan Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Lalu apakah kemiskinan itu tuhan sendiri yang menciptakannya atau manusia sendirilah yang menciptakan kemiskinan tersebut. Akan tetapi banyak dari kalangan kita yang sering menyalahkan tuhan, mengenai ketimpangan sosial di dunia ini. Sehingga tuhan dianggap tidak mampu menuntaskan kemiskinan. (Pixabay.com) Jika kita berfikir ulang mengenai kemiskinan yang terjadi dindunia ini. Apakah tuhan memang benar-benar menciptakan sebuah kemiskinan ataukah manusia sendirilah yang sebetulnya menciptakan kemiskinan tersebut. Alangkah lebih baiknya kita semestinya mengevaluasi diri tentang diri kita, apa yang kurang dan apa yang salah karena suatu akibat itu pasti ada sebabnya. Tentunya ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi, yakni pertama faktor  mindset dan prilaku diri sendiri, dimana yang membuat seseorang...

Pendidikan yang Humanis

Seperti yang kita kenal pendidikan merupakan suatu lembaga atau forum agar manusia menjadi berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan merupakan tolak ukur sebuah kemajuan bangsa. Semakin baik sistem pendidikannya maka semakin baik pula negaranya, semakin buruk sistem pendidikannya semakin buruk pula negara tersebut. Ironisnya di negara ini, pendidikan menjadi sebuah beban bagi para murid. Terlalu banyaknya pelajaran, kurangnya pemerataan, kurangnya fasilitas, dan minimnya tenaga pengajar menjadi PR bagi negara ini. Saat ini pendidikan di negara kita hanyalah sebatas formalitas, yang penting dapat ijazah terus dapat kerja. Seakan-akan kita adalah robot yang di setting dan dibentuk menjadi pekerja pabrik. Selain itu, ilmu-ilmu yang kita pelajari hanya sebatas ilmu hapalan dan logika. Akhlak dan moral dianggap hal yang tebelakang. Memang ada pelajaran agama di sekolah namu hal tersebut tidaklah cukup. Nilai tinggi dianggap orang yang hebat. Persaingan antar sesama pelajar mencipta...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...