Langsung ke konten utama

Peran Ulama Bukan Hanya Bicara Soal Agama tetapi Membantu Kaum yang Lemah

 

Ulama yang kita pandang saat ini adalah tokoh yang memiliki banyak pengetahuan agama, punyanyayasan, punya pengikut banyak dan dihormati banyak orang. Tidak sembarangan orang yang memiliki gelar seorang ulama. Menjadi ulama tentunya harus dipandang baik oleh masyarakat. Setiap tutur katanya tentu banyak yang mendengarkan. Ulama adalah sosok penyambung lidah Nabi SAW. Tanpa jasa para ulama, tentunya agama Islam tidak dapat eksis sampai hari ini.

Berbicara ulama tentunya bukan hanya sekedar membahas permasalahan Ibadah saja. Ada hal yang perlu diperhatikan selain permasalahan ibadah. Permasalahan seperti kekerasan, penindasan dan kemiskinan tentunya juga hal yang harus diperhatikan. 


Menjadi seorang ulama bukan hanya sekedar petuah dan nasehat saja tetapi juga perlu dengan tindakan. Jangan hanya membahas masalah furuiyah yang tidak jelas ujung-ujungnya tidak membawa perubahan yang baik bagi umat justru membuat umat menjadi terpecah belah. Permasalahan penindasan dan kemiskinan tentunya adalah hal yang penting untuk diperbincangkan.

Menjadi sosok ulama tentunya bukan hanya sekedar tahu mana halal mana haram atau hanya mampu menjawab persoalan umat, tetapi juga memberikan contoh bagaimana sistem yang berkedilan. Banyak di luaran sana yang melakukan hal yang haram. Mungkin saja mereka melakukannya karena tidak tahu. Tentunya hadirnya sesosok pentingbdidalam permaslahan umat.

Sesosok ulama haruslah menjadi motor penggerak bagi umat. Bukan hanya sekedar marah-marah bila datang penistaan, tetapi juga hadir membela orang yang tertindas. Tuhan tidak perlu dibela karena dia tetap mahakuasa, yang perlu dibela adalah orang yang tertindas.

Miris rasanya jika ada tokoh agama tetapi dia tidak tahu apa yang sedang terjadi di luaran sana walaupun tahu berdalih dengan alasan "ini bukan urusan saya tetapi urusan pemerintah". Dengan duduk manis lalu mengajar sebuah kitab, setelah selesai lalu beristirahat dan seperti itu di kesehariannya. Terbuai dengan rasa nyaman, padahal di luaran sana banyak umat yang membutuhkannya terutama bagi kaum mustad'afin. 

Setiap minggu dakwah kesana kemari dari kota ke kota, datang dan dihadiri banyak orang namun di berbagai latar belakang umat hanya kaum nelayan, petani dan buruh yang tidak hadir. Bukannya tidak mau hadir namun mereka harus bekerja di esok harinya agar dapur tetap ngebul. Alangkah mulianya jika seoarang ulama bisa hadir ditengah tengah mereka.

Apakah seperti itu kah sosok ulama yang kita bangga-banggakan saat ini? Mejadi pengikutnya lalu bersamanya terus pergi ke surga. Hanya bermodalkan dzikir, wirid, dan sholawat. Memangnya membantu kaum buruh, kaum nelayan dan kaum tani tidak bisa mengantarkan ke surga. Jangan sampai kita sering beribadah tetapi sering mengingat tuhan, tetapi disisi lain malah lupa dengan kaum mustad'afin.

Ini bukan bermaksud untuk menghina para ulama tetapi realitasnya memang seperti ini.  Memang ada juga ulama yang terjun lalu membela kaum yang tertindas tetapi tidak banyak ulama yang melakukan ini. Saat ini banyak kaum ulama yang lebih dekat dengan pejabat, jendral, dan pengusaha. Entah apa maksud mereka mendekati para ulama.

Jika Ulama adalah pewaris para Nabi, tentunya harus lebih peduli kepada kaum tertindas. Karena Nabi memberikan contoh untuk selalu membantu orang yang kesusahan. Jangan hanya berdiam diri di dalam sebuah tajuk dan hanya mendoakannya saja. Ilmunya yang berharga tentunya bisa membawa perubahan dan kesejahteraan bagi yang kurang mampu. Terlebih lagi punya pengikut yang banyak, tentunya bisa menggerakan masa untuk membantu kaum yang lemah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...