Langsung ke konten utama

Tak Selamanya Menjadi Mandiri Itu Baik

Dewasa ini kita selalu dituntut agar hidup mandiri. Menjadi mandiri itu sering dianggap sebagai orang yang segalanya bisa dilakukan oleh sendiri. Memiliki keuangan yang stabil, bisa mengurus diri sendiri dan bisa mengatur diri sendiri. Apapun bisa dilakukan oleh diri sendiri. 

Kemandirian juga bisa dikatakan sebuah kebebasan dalam hidup, karena ia sudah lepas dari ketergantungan pada orang lain. Memang ketergantungan itu bisa membuat nyaman namun hal terebut bisa menjadi sebuah ketidaknyamanan ketika orang yang digantungi itu tidak ada. Pada akhirnya mengalami sebuah kebingungan entah harus bagaimana menghadapi perubahan tersebut. Hingga pada akhirnya memang terpaksa untuk mandiri. 

Mandiri adalah sebuah seni bertahan hidup. Ketika manusia tidak bisa mandiri, maka ia tidak akan bisa bertahan lama dalam menghadapi hidup. Dunia ini tentunya begitu keras, jika tidak bisa berdiri di kaki sendiri maka keada siapa sandaran kita jika selai diri kita. 

Namun sebuah kemandirian sebenarnya ada baik dan ada buruknya. Sisi baiknya memang banyak seperti menjadi orang yang tidak ketergantungan orang lain dan tidak menyusahkan orang lain. 

Namun sisi negatifnya, tentu orang yang mandiri itu cenderung egois dan ingin berdiri di atas orang lain. Ketika manusia itu sudah berdiri maka ia tentu ingin berdiri di atas orang lain. Artinya apa, manusia itu memang tidak pernah puas dengan satu pencapaian saja. Ia pasti akan selalu terus dan terus mengejar sesuatu. 

Atau sisi negatif lainnya manusia menjadi individualis atau hanya memikirkan dirinya sendiri. Kita lihat di negara-negar maju yang mana sedari sekolah sudah diajarkan kemandirian. Mereka dididik keras untuk belajar mandiri, dan akhirnya mereka tidak bergantung pada orang lain. 

Ketika manusia tidak bergantung pada orang lain maka sebenarnya hubungan sosial akan semakin renggang. Apalagi manusia saat ini merasa bahwa dirinya tidak perlu kasih sayang dari orang lain. Bahkan bagi sebagian perempuan yang telah berkarir apalagi karirnya sudah meningkat maka ia lebih memilih karirnya daripada harus menikah. Menganggap bahwa pernikahan itu adalah sebuah pilihan bukan keharusan.

Memang sebuah kemandirian itu baik, namun jika pada akhirnya memilih untuk sendiri lantas apa artinya hidup ini. Apakah semuanya dianggap sebagai NPC sedangkan diri kita adalah MC jadi seakan-akan hidup ini sepertu sebuah dunia game kita ramai namun berjiwa individualis. 

Apa artinya jika kita berdiri di atas puncak namun yang lain masih di bawah kita. Kita memang sering menganggap bahwa di dunia ini kita berlomba-lomba untuk meraih kesuksesan dan bersaing satu sama lain dan itulah dunia saat ini disetting sedemikian rupa.

Kita memang harus mengartikan ulang kembali mengenai apa arti dari sebuah kemandirian. Tentunya menjadi mandiri tidak sama seperti orang yang egois apalagi individualis. Seorang yang mandiri bukan berarti ia tidak membutuhkan orang lain atau ia juga tidak sungkan-sungkan meminta bantuannya. 

Seorang yang mandiri mestinya adalah orang yang bisa membantu orang lain. Tidak hanya menjadikan dirinya di atas puncak, namun ia juga bisa membantu orang lain dari sebuah keterpurukan. Manjadi mandiri kemudian memandirikan orang lain dan inilah sebuah konsep saling memandirikan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan tidak Menciptakan Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Lalu apakah kemiskinan itu tuhan sendiri yang menciptakannya atau manusia sendirilah yang menciptakan kemiskinan tersebut. Akan tetapi banyak dari kalangan kita yang sering menyalahkan tuhan, mengenai ketimpangan sosial di dunia ini. Sehingga tuhan dianggap tidak mampu menuntaskan kemiskinan. (Pixabay.com) Jika kita berfikir ulang mengenai kemiskinan yang terjadi dindunia ini. Apakah tuhan memang benar-benar menciptakan sebuah kemiskinan ataukah manusia sendirilah yang sebetulnya menciptakan kemiskinan tersebut. Alangkah lebih baiknya kita semestinya mengevaluasi diri tentang diri kita, apa yang kurang dan apa yang salah karena suatu akibat itu pasti ada sebabnya. Tentunya ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi, yakni pertama faktor  mindset dan prilaku diri sendiri, dimana yang membuat seseorang...

Pendidikan yang Humanis

Seperti yang kita kenal pendidikan merupakan suatu lembaga atau forum agar manusia menjadi berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan merupakan tolak ukur sebuah kemajuan bangsa. Semakin baik sistem pendidikannya maka semakin baik pula negaranya, semakin buruk sistem pendidikannya semakin buruk pula negara tersebut. Ironisnya di negara ini, pendidikan menjadi sebuah beban bagi para murid. Terlalu banyaknya pelajaran, kurangnya pemerataan, kurangnya fasilitas, dan minimnya tenaga pengajar menjadi PR bagi negara ini. Saat ini pendidikan di negara kita hanyalah sebatas formalitas, yang penting dapat ijazah terus dapat kerja. Seakan-akan kita adalah robot yang di setting dan dibentuk menjadi pekerja pabrik. Selain itu, ilmu-ilmu yang kita pelajari hanya sebatas ilmu hapalan dan logika. Akhlak dan moral dianggap hal yang tebelakang. Memang ada pelajaran agama di sekolah namu hal tersebut tidaklah cukup. Nilai tinggi dianggap orang yang hebat. Persaingan antar sesama pelajar mencipta...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...