Langsung ke konten utama

Menghindari Problem Sosial adalah Sebuah Problem

Di dunia ini siapa sih yang tidak memiliki masalah. Baik ia adalah manusia sekaya apapun pasti setiap orang memiliki masalah pribadinya masing-masing. Masalah bukan berarti sesuatu hal yang buruk juga. Terkadang masalah bisa menjadi ilmu dan membuat kita menjadi lebih kuat. Masalah adalah sebuah pengalaman dan pengalaman adalah guru yang terbaik dan itu berarti masalah itu bisa disebut juga guru. Dimana ia sama sepertu guru yang kita kenal yang sering sekali memberikan masalah pada diri kita.

Kita mungkin sering jengkel dengan hal-hal tersebut, karena siapa sih yang ingin punya masalah dimana masalah yang terlintas dalam pikiran kita merupakan sesuatu hal yang membuat pikiran kita negatif. 

Khususnya masalah pribadi, mengapa orang zaman sekarang itu begitu hiperbolis pada satu persoalan kecil. Manusia-manusia yang jarang menghadapi masalah atau sering menghindar dari masalah mereka adalah manusia yang lemah. Sedikit masalah yang Ia hadapi pasti ia langsung stress dan mentalnya pun langsung hancur. Sisi negatif dari sebuah kesejahteraan dimana ia tidak bisa survive pada sebuah permasalahan. 

Atau di sisi lain masalahnya itu terasa besar karena Ia tidak meminta bantuan pada orang lain. Manusia saat ini terlalu memendam masalahnya hingga pada akhirnya justru malah semakin rumit untuk diselesaikan. Hingga pada akhirnya banyak yang tumbang bahkan bunuh diri karena Ia tidak sanggup menyelesaikan persoalannya. 

Jika kondisinya seperti ini, lalu bagaimana menyelesaikan problematika sosial yang justru ini lebih rumit dari permasalahan pribadi. Sebenarnya banyak yang tahu mengenai persoalan sosial masa kini. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya yang berkomentar mengenai sebuah peristiwa sosial. Meski sebetulnya banyak yang sok tahu dan hanya mengundang keributan saja. 

Pada intinya banyak yang tahu namun mereka acuh pada permasalahan sosial. Alasannya karena merasa Ia tidak memiliki daya untuk melakukan perubahan sosial atau menyelesaikan sebuah permasalahan. Ia berpikir bahwa masalah diri pun juga belum selesai sehingga Ia menutup geraknya pada permasalahan sosial. Manusia saat ini hanya bisa adu bacot saja namun jika disuruh gerak ia lembek seperti kerupuk terkena air. Jadi bisa dikatakan bahwa hiraukan saja orang yang berkomentar meski peda sekalipun dan terlihat masuk akal namun coba orang tersebut balas saja dengan apakah saran mu itu sudah dilaksanakan atau tidak. Jika tidak dilaksanakan maka pertanyakan tentang ocehannya itu.

Namun jika semua manusia seperti ini tabiatnya lantas siapa yang mengurusi permasalahan sosial. Hany bisa berkomentar sana sini namun disuruh gerak malah malas. Jika tidak ada sama sekali yang perduli justru ini menjadi masalah baru untuk diri pribadi. 

Sebuah masalah pribadi itu tentu tidak akan pernah selesai-selesainya bahkan sampai matipun juga tidak kan pernah selesai. Mau tidak mau memang manusia harus dihadapkan pada dua persoalan yakni persoalan sosial dan pribadi. Bagi yang bermental kuat tentu persoalan individu adalah persoalan sepele dan Ia bisa beranjak menuju persoalan sosial. 

Sebenarnya apa yang mesti kita dahulukan apakah persoalan pribadi atau persoalan sosial. Tentu lebih baiknya adalah selesaikan persoalan sosial terlebih dahulu karena persoalan sosial sebetulnya persoalan individu juga apapun itu pasti akan terhubungan.

Memang kita jarang menghubungkan sebuah persoalan pribadi dengan sosial. Jika kita kaitkan saja misalnya persoalan mengenai dehidrasi cuaca pana hari ini sebetulnya apakah itu adalah problem pribadi jangan-jangan itu problem sosial. Bosa saja kan itu ad hubungannya dengan problem sosial. Lalu kemudian jika kita pikir-pikir berarti problem pribadi adalah problem sosial juga hingga bisa ditarik kesimpulan bahwa ketika problem sosial itu terselesaikan maka problem pribadi oun juga ikut terselesaikan namun setidaknya setengahnya terselesaikan. 

Inilah yang menjadi penyebabnya yang mana kita tidak menghubungkan permasalahan pribadi dengan permasalah sosial. Sehingga kita menganggap bahwa jika ingin menyelesaikan persoalan sosial maka pribadinya dulu lah yang diselesaikan. Padahal ini logika yang terbalik karena jika memperbaiki hal kecil-kecil saja sebenarnya itu tidak mengobati hanya meredakan saja. Jadi bisa dikatakan percuma saja, buktinya banyak yang masalahnya tidak henti-henti karena Ia tidak tahu akar masalahnya. Akar masalahnya atau hulunya itu jika kita perhatikan tentu berada pad persoalan sosial yang mana ini tentu permasalahan yang jika dikumpulkan sebenarnya kita memiliki permasalahan sama dengan orang lain. jika kita mengalami permasalahan yang sama apa salahnya menyelesaikan permasalahan pribadi secara bersama-sama. Bukankah manusia tabiatnya saling membantu lalu mengapa manusia saat ini sibuk dengan persoalan pribadinya masing-masing.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...