Langsung ke konten utama

Problem Hiper Modernitas

kegagalan era modern itu terjadi karena positivisme atau cara berpikir saintis atau empiris ternyata tidak bisa mempertahankan argumentasinya mengenai kebenarannya. Mereka menganggap bahwa segala kebenaran itu harus berdasarkan sains, sedangkan agama, budaya, dan lainnya itu bukanlah sebuah kebenaran pasti. Kemudian manusia beralih menuju era post modern yang mana kebenaran-kebenaran yang dianggap tidak benar saat ini kembali menjadi suatu kebenaran yang diakui, pada intinya kebenaran itu relatif tidak mutlak satu.

Meski kembali kepada kebenaran yang lalu bukan berarti sama seperti kebenaran yang lalu dimana ini memang ada sebuah kombinasi antara berpikir sains dan non-sains yang mana yang non-sains ini menjadi sains dan sebagai ilmu pengetahuan yang baru tentunya. Manusia kemudian kembali lagi kepada kebenaran agama atau kebenaran lainnya dimana ini tentu membuat pola pikir manusia semakin baik lagi.

Akan tetapi meski kita berada pada era post modern namun pada akhirnya kita masuk pada bias ilmu pengetahuan. Dimana kita telah memasuki era mungkin bisa disebut hiper modernitas, dimana kemajuan teknologi ditujukan bukan untuk nilai guna, efisiensi, atau pun efektifitas akan tetapi digunakan untuk memenuhi hasrat manusia. Saat ini kita mengenal yang namanya media sosial, game, film dan semacamnya yang mana teknologi itu ditujukkan bukan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan tetapi untuk memenuhi hasrat manusia.

Kita tahu bahwa perkembangan teknologi seperti game dan media sosial itu sedang gencar-gencarnya dilakukan. Teknologi tidak hanya berbasiskan penciptaan hardware baru saja akan tetapi softwarenya juga.

Sebenarnya kemajuan teknologi untuk pemenuhan hasrat ini apakah penting untuk kemajuan masyarakat atau tidak. Jika dikatakan bermanfaat tentu saja tidak karena meski ada manfaatnya tentu saja sedikit namun karena kita berada pada era hiper modernitas yang mana itu merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh masyarakat sekarang. Dimana memang secara manfaatnya banyak dirasakan oleh para youtuber atau influencer yang mana mereka aktif dalam dunia game maupun media sosial.

Tidak hanya game dan media sosial saja akan tetapi makanan, pakaian, hiburan, gaya hidup dan semacamnya mulai berkembang dan terus bertransformasi. Sekarang ini memang dunia begitu bervariasi menciptakan berbagai hal-hal baru, namun sayangnya memang orientasinya untuk pemenuhan hasrat tadi.

Teknologi yang terus-terusan ditujukkan untuk pemenuhan hasrat, tentunya ini menjadi sebuah ketidak seimbangan sistem dunia. Yang mana pola pikir masyarakat semakin lama semakin berubah yang mana masyarakat hari ini bukannya semakin rasional justru malah semakin tidak rasional. Saat ini kita masuk pada era teknologi namun teknologi yang irasional. Tidak rasionalnya ini karena bukan untuk kebutuhan manusia yang semestinya atau untuk kesejahteraan masyarakat sejatinya akan tetapi hanya sejahtera secara hasrat.

Memang ini terlihat dimana teknologi itu mensejahterakan dimana hasrat-hasrat manusia itu terpenuhi dan banyak yang memang bahagia. Seperti banyak yang saat ini menjadi KPopers, Gamers, Wibu ataupun semacamnya mereka membuat komunitas yang membuat mereka bahagia. Ini memang terlihat baik akan tetapi ia sebetulnya semakin terpisah dari kesadaran realitas dan dimana manusia yang dulu sudah terpisah jauh dari alamnya dan sekarang manusia sudah jauh dari manusia itu sendiri.

Masyarakat modern terutama sudah semakin individualitas ia hanya memikirkan mentalnya sendiri, sebuah-sebuah narasi-narasi bullshit yang mengatakan bahwa “kita itu jangan sampai mental kita sakit karena urusan sosial, sehingga lebih baik pentingkan dulu diri sendiri dari pada yang lainnya”. Narasi ini memang terlihat benar, namun di sisi lain justru ini menjadikan manusia hanya mementingkan diri nya secara mikro, ia enggan menghubungkan dirinya secara makro. Mementingkan diri sendiri bukannya salah akan tetapi juga hanya bergumul atau bergulat dengan diri sendiri sampai matipun tidak akan pernah selesai-selesai justru itu hanya meningkatkan rasa egoisme diri saja.

Baik unsur diri sebagai jiwa individual maupun unsur diri sebagai jiwa yang sosial haruslah saring berimbang dan keterkaitan. Jiwa, mental, psikis maupun semacamnya tentu saja diciptakan untuk kemajuan sosial dan kemajuan sosial pun juga untuk kemajuan individu dimana ini menjadi sebuah simbiosis mutualisme. Secara struktur sosial tentu itu dibentuk oleh struktur berpikir individu dan struktur berpikir individu pun juga dipengaruhi oleh struktur sosial. Jadi ini memang saling terkait dan saling mempengaruhi.


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...