Bicara tentang cinta, mungkin tidak akan pernah habis-habisnya untuk diceritakan. Dari dulu sampai sekarang mengapa kata ini begitu populer. Baik dari drama teater musik dan lainnya semuanya banyak yang bertemakan sebuah cinta. Bukankah dari dulu hingga sekarang cinta hanya begitu-begitu saja. Namun entah kenapa memang mungkin inilah tabiatnya manusia adalah memiliki rasa cinta.
Bicara soal cinta apakah cinta itu harus mengikat atau membebaskan. Cinta ini memang selalu mengisahkan hubungan yang dilematis dimana ia harus memilih salah satu yang tentunya pasti akan ada resiko yang ditanggung.
Memang bagi diri pribadi sendiri masih mempertanyakan tentang cinta ini dimana apakah Ia harus mengikat atau tidak. Banyak yang mencibir bahwa dunia adalah milik berdua dan dikritik dimana itu adalah cinta buta dan itu mengekang hingga akhirnya cinta itu justru malah menghancurkan. Namun jika cinta itu membebaskan lantas lalu apakah itu yang disebut dengan cinta meski tidak ada ikatan pasti.
Membebaskan pasangan menuju dunia luar apakah membiarkan dirinya untuk menjauh dan diri kita pun merasa tidak peduli dengannya. Jika pasangan tak ingin dikekang lantas apa maunya apakah ia hanya ingin menjadi manusia sebebas bebasnya. Jika demikian lantas apakah itu yang namanya cita dimana membiarkan pasangan jauh begitu saja. Ia seakan membebaskan namun justru sebaliknya ia sebetulnya sudah tidak peduli.
Lantas formulasi apa yang tepat untuk hubungan yang ideal. Jika terlalu mengekang itu justru menyiksa jika membebaskan pun maka akan hilang rasa. Memang jika bicara cinta itu harus seimbang diantara keduanya. Meski ia bebas bukan berarti lepas tanggung jawab, meski ia dikekang namun Ia bisa menikmatinya. Memang sulit untuk menjalani kedua hal tersebut.
Kalau dibilang cinta itu membebaskan sebetulnya dikatakan tidak karena yang namanya cinta itu mengikat dan yang pasti harus setia. Namun cinta bukan berarti harus mengekang yang mana ia harus terkurung dalam sebuah jeruji dimana ia dilarang ini dan itu.
Pada intinya memang antara kekangan maupun kebebasan itu haruslah seimbang tidak berlebihan dan bisa menempatkan kedua posisi itu secara pas. Sulit memang memproporsionalkan cinta, apa lagi cinta itu sesuatu hal yang abstrak. Cinta itu tidak ad rumus bakunya, meski setiap orang dapat merasa namun tetap saja setiap manusia merasakannya berbeda-beda.
Jika memang benar-benar ingin merasakan apa itu cinta memang haruslah ada sebuah kekangan di dalamnya dan Ia haruslah rela dikekang serta bahagia untuk dikekang. Cinta yang membebaskan pun juga sebuah kerelaan. Rela dimana agar pasangannya tumbuh dan berkembang.
Cinta itu memang seperti sebuah layangan ia bebas terbang ke sana kemari namun ia diikat oleh seutas tali yang mana tali itu membuatnya bisa terbang dengan semestinya. Jika tanpa tali maka layangan itu pun akan terbang tak karuan dan pada akhirnya jatuh entah kemana. Ini memang seperti sebuah kisah hidup dimana ketika manusia merasa bebas namun ia tak memiliki rasa cinta maka ia sepertu sebuah layangan tanpa tali.
Namun cintapun terkadang harus mengekang juga yang mana jika tidak dikekang maka ia akan bebas tidak karuan dan hinggap dimana saja. Terutama bagi hati yang goyah dimana ia terlalu mudah untuk tersentuh perasaannya tentu ini adalah hal yang membahayakan jika tidak dikekang yang mana pada intinya ia adalah orang yang selingkuh. Memang ini adalah cinta yang merepotkan, disisi lain tak mau dikekang namun jika dilepas justru ia mendua.
Selain butuhnya cinta memang butuh juga kesadaran diri. Memang cinta itu bisa datang dari mana saja dan kepada siapapun termasuk sesama jenis atau beda agama. Namun tetapi saja Ia perlu adanya kesadaran diri bahwa cinta itu pasti harus dibatasi dengan akal sehat moral etika hukum dan semacamnya. Tanpa itu semua maka cinta yang ia miliki adalah cinta yang tak karuan yang berujung pada nafsu semata.
Komentar
Posting Komentar