Langsung ke konten utama

Tak Selamanya Gelap Itu Baik dan Tak Selamanya Terang Itu Baik

Baik atau pun buruk sebenarnya tidak bisa dipahami secara tetap, ia tergantung situasi dan kondisi. Bisa dikatakan baik itu adalah ketika kondisinya sedang aman-aman saja dan tidak ada gangguan sedangkan yang buruk adalah kondisi yang tidak mengenakan. Pengertiannya mungkin tidak hanya cukup di situ saja, memang harus secara kongkrit dalam menjelaskannya.

Sesuatu yang buruk bisa jadi baik dan sesuatu yang baik bisa jadi buruk. Sesuatu yang baik bis menjadi buruk karena ada dua faktor yakni situasi yang tidak sesuai dan sesuatu yang berlebihan. Situasi yang tidak sesuai misalnya ketika menolong orang sedang kecelakaan tentu bagi kita dalam kondisi tersebut adalah kondisi serba panik dan membingungkan jika menolong pun mungkin ini adalah sesuatu yang buruk ketika ia tidak paham mengenai prosedur medis hingga akhirnya bukan tertolong justru malah memperburuk keadaan. 

Kemudian sesuatu yang berlebihan pun juga adalah sesuatu hal yang buruk apapun itu. Semisal makan adalah hal yang bain namun jika berlebihan pun justru malah menjadi sesuatu hal yang buruk. 

Dari kedua faktor tersebut bisa dipahami bahwa sesuatu yang baik itu ketika memang tahu apa yang harus dilakukan serta dalam melakukannya pun harus ada kontrol diri. Ketika dua hal tersebut dihilangkan maka tentu yang terjadi adalah sesuatu hal yang buruk. 

Kebalikannya mengenai apakah yang buruk bisa menjadi baik. Mungkin dalam kondisi ini tetap saja harus melihat situasi dan kondisi. Mungkin bukan perubahan antara baik menjadi buruk namun ada sebuah pilihan antara yang buruk dan yang lebih buruk. Tentu dalam kondisi seperti ini adalah pilihan yang paling berat namun mau tidak mau jika dihadapkan dengan hal tersebut maka pilih sesuatu yang memiliki resiko terendah.

Semisal kita tahu bahwa membunuh itu adalah sesuatu yang buruk namun akan lebih buruk lagi jika kita tidak melawan dan akhirnya terbunuh. Kita mungkin sulit memilih mana yang baik karena memang tidak ada pilihan yang baik namun setidaknya kita tahu bahwa dari dua pilihan yang buruk itu pak pasti memiliki tingkat dan resiko yang berbeda. Memang dari kedua pilihan itu mesti kita pilih yang buruk dari yang terburuk. 

Baik dan buruk itu juga tergantung resiko yang dihadapi. Memang pilihan itu bukan baik dan buruk namun kurang dan lebih. Di setiap pilihan pun memang ada kekurangan dan kelebihan dari sini tentu kita harus melihat mana yang sekiranya memiliki dampak baik yang berjangka panjang. Karena percuma saja memilih sebuah kebaikan namun sesaat dan pada akhirnya berujung pada keburukan. Lebih baik  di awal namun sesaat kemudian ke sananya mendatangkan kebaikan. 

Sebuah pilihan baik tentu akan mendatangkan kebaikan lainnya. Begitu pula dengan sebaliknya, pilihan buruk tentu akan mendatangkan keburukan lainnya. Jadi yang perlu kita mengenai baik buruk itu adalah sebuah keberlanjutannya dan yang pasti sebuah kebaikan akan berakhir pada kebaikan pula begitu juga dengan sebaliknya dimana sebuah keburukan itu akhirnya pasti buruk pula. Jadi, Kita jangan hanya menilai sisi baik buruk dari awalannya saja tetapi juga harus melihat dari sisi keberlanjutannya.

Bicara apakah baik ataupun buruk mungkin bisa dipikir secara namu tentu itu terlalu normatif rasanya jika memahami baik buruk secara logika. Ukuran baik buruk memang tidak ada parameternya serta konsep, definisi yang mempuni. Baik buruk itu hanya bisa dirasakan oleh jiwa kita, kita bisa saja menganggap bahwa hal tersebut baik namun jiwa kita menganggap bahwa hal tersebut buruk maka itu akan menjadi sesuatu yang buruk. Karena sesuatu keburukan itu biasanya karena tidak adanya keselarasan antara rohani, jasmani dan sosial. Dan tentu cara menilainya itu bukan dengan hawa nafsu namun dengan hati nurani. 

Dari cara orang memilih sesuatu kita bisa menilai dan menyimpulkan bahwa orang baik atau orang yang buruk itu bisa dilihat dari bagaimana cara ia memilih dan cara menjalaninya. Tidak hanya sekedar konsep dan pemikirannya saja yang baik. Percuma saja pikiran kita baik jika apa yang dipilih itu masih banyak yang buruk-buruk.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan tidak Menciptakan Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Lalu apakah kemiskinan itu tuhan sendiri yang menciptakannya atau manusia sendirilah yang menciptakan kemiskinan tersebut. Akan tetapi banyak dari kalangan kita yang sering menyalahkan tuhan, mengenai ketimpangan sosial di dunia ini. Sehingga tuhan dianggap tidak mampu menuntaskan kemiskinan. (Pixabay.com) Jika kita berfikir ulang mengenai kemiskinan yang terjadi dindunia ini. Apakah tuhan memang benar-benar menciptakan sebuah kemiskinan ataukah manusia sendirilah yang sebetulnya menciptakan kemiskinan tersebut. Alangkah lebih baiknya kita semestinya mengevaluasi diri tentang diri kita, apa yang kurang dan apa yang salah karena suatu akibat itu pasti ada sebabnya. Tentunya ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi, yakni pertama faktor  mindset dan prilaku diri sendiri, dimana yang membuat seseorang...

Pendidikan yang Humanis

Seperti yang kita kenal pendidikan merupakan suatu lembaga atau forum agar manusia menjadi berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan merupakan tolak ukur sebuah kemajuan bangsa. Semakin baik sistem pendidikannya maka semakin baik pula negaranya, semakin buruk sistem pendidikannya semakin buruk pula negara tersebut. Ironisnya di negara ini, pendidikan menjadi sebuah beban bagi para murid. Terlalu banyaknya pelajaran, kurangnya pemerataan, kurangnya fasilitas, dan minimnya tenaga pengajar menjadi PR bagi negara ini. Saat ini pendidikan di negara kita hanyalah sebatas formalitas, yang penting dapat ijazah terus dapat kerja. Seakan-akan kita adalah robot yang di setting dan dibentuk menjadi pekerja pabrik. Selain itu, ilmu-ilmu yang kita pelajari hanya sebatas ilmu hapalan dan logika. Akhlak dan moral dianggap hal yang tebelakang. Memang ada pelajaran agama di sekolah namu hal tersebut tidaklah cukup. Nilai tinggi dianggap orang yang hebat. Persaingan antar sesama pelajar mencipta...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...