Langsung ke konten utama

Penyembuhan diri yang Salah Kaprah

Healing atau penyembuhan jiwa mungkin adalah sebuah kata yang familiar di masyarakat terutama kalangan muda. Mereka melakukan healing memiliki berbagai macam alasan bisa karena putus cinta stress kerja hubungan toxic dan masih banyak lainnya. Healing memang memiliki banyak manfaat terutama untuk membuat diri lebih baik lagi. 

Namun yang terjadi saat ini healing yang dimaknai bukanlah healing semestinya. Ia hanyalah sebuah kata yang populer di mata masyarakat bukan dijadikan metode penyembuhan yang semestinya. Masyarakat saat ini memang seperti itu dimana ia hanya ingin sekedar ikut-ikutan atau ingin terlihat gaul saja.

Saat ini memang bermunculan kalimat keren namun isinya hanya itu-itu saja. Hanya kemasannya saja yang berbeda namun isinya sama saja. Memang seperti itulah gambaran saat ini dimana hanya gaya tanpa makna. 

Jika kita kembali ke makna healing sebenarnya apa arti sesungguhnya healing. Jika melihat banyak postingan rasanya healing hanya dipandang sebagai liburan semata atau hanya untuk ajang pamer saja. Jika memang salah bahwa itu benar-benar healing lantas mengapa harus diposting apakah dunia harus tahu jika ia sedang proses penyembuhan. Nyatanya memang begitulah manusia saat ini tidak penting isinya apa atau apa yang dilakukan yang terpenting bisa terlihat keren dimata orang lain. 

Dari segi pemaknaannya pun sudah salah kaprah apalagi dari tindakannya tentu lebih salah kaprah lagi. Inilah menjadi sebuah problem manusia saat ini dimana ia hanya memahami sesuatu sekilas saja tidak membaca literatur yang ada.

Dari kesalahpahaman tersebut, pada akhirnya mereka banyak melakukan penyembuhan diri yang akhirnya salah juga. Maka memang dalam memahami sesuatu hal itu penting terlebih dahulu mengenai definisinya itu sendiri lalu kemudian ke konsep lalu setelah itu penerapannya. Namun memang sulit menghindari budaya salah kaprah ini yang akhirnya terserah saja mau apa menyebutnya. 

Penyembuhan diri yang kita sering lihat sebenarnya hanyalah sekedar bersenang-senang saja sebetulnya. Sebenarnya itu bukan menyembuhkan diri itu hanya mengalihkan perhatian saja dari rasa sakit menuju kesenangan. Memang hal tersebut terbilang jitu untuk menyembuhkan namun tetap saja itu bukanlah penyembuhan jiwa yang tepat. 

Bukannya menyembuhkan diri justru malah menjadi semakin candu. 

Misalnya ada orang yang gagal dalam hubungan lalu suatu ketika cara ia menyembuhkan diri itu dengan makan atau hiburan. Hingga pada akhirnya semakin lama justru makannya malah terus-terusan dan ia ketika merasa bosan pun harus makan atau jalan-jalan. Sehingga bisa dikatakan dulunya untuk penyembuhan diri justru malah berdampak buruk pada yang lain. 

Yang namanya penyembuhan jiwa tentu ada tata caranya. Tidak melakukannya seenak jidat dimana hanya sekedar mengikuti tutorial di media sosial lalu langsung dipraktikkan. Inilah yang menjadi kekhawatiran di masa sekarang ini dimana manusia justru semakin bodoh dengan adanya teknologi. Bukannya sembuh dalam melakukan penyembuhan akan tetapi justru malah semakin tidak karuan karena banyak belajar di media sosial bukan pada ahlinya. 

Sebenarnya dalam penyembuhan jiwa ini bukankah orang terdahulu sudah merumuskan caranya setengah seperti apa. Dimana dalam ajaran agama pun juga sudah dijelaskan bagaimana tata cara dan konsepnya. 

Penyembuhan diri harusnya introspeksi diri serta mendekatkan diri kepada Tuhan. Bukannya malah hura-hura tidak karuan. Manusia saat ini banyak yang sok tahu dalam menjawab persoalan. Dikira apa yang dilihat adalah perkara yang mudah dan gampang. Mentang-mentang hari ini sudah dimudahkan oleh teknologi, bukan berarti semuanya bisa dimudahkan oleh teknologi. Apalagi jiwa manusia tentu hal tersebut sulit dipahami oleh teknologi secanggih apapun. Yang namanya memahami jiwa tentu harus dengan jiwa atau dengan rasa bukannya dengan benda mati, tentu ini akan salah persepsi tentunya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...