Langsung ke konten utama

Kaum Intelektual Borjuis

Saat ini sebenarnya apa sih tujuan dari pendidikan saat ini. Apakah ia hanya sekedar nilai? Mungkin ini sebagian besar berpikiran demikian akan tetapi tidak bagi manusia-manusia yang katanya calon orang sukses. Mereka termotivasi oleh para motivator borjuis untuk belajar dan terus belajar hingga akhirnya mendapatkan pekerjaan yang layak. Saat ini memang itulah yang diagung-agungkan oleh kaum intelektual saat ini. Mengejar sebuah karir demi kesejahteraan dirinya dan keluarganya. 

Belajar keluar negeri untuk apa belajar ke sana jika ujung-ujungnya bekerja di perusahaan. Bukankah belajar ke luar negeri itu selain memperluas cakrawala juga banyak memperdalam realitas yang ada. Nyatanya ia hanyalah orang yang pamer akan kecerdasan bukan untuk dibagikan orang sekitar.

Mereka cerdas namun kecerdasannya hanya untuk membangun citra dirinya bukan untuk mensejahterakan orang-orang miskin sekitarnya. Mungkin mereka anggap mereka miskin karena malas atau bodoh padahal bisa saja hal tersebut terjadi atas ulah pengetahuannya dan apa yang Ia kerjakan. 

Intelektual borjuis adalah segelintir orang yang berada di bawah hirarkis borjuis kelas atas yakni para pengusaha. Intelektual borjuis ini bangga dengan apa yang Ia kerjakan. Ia menjadi kontributor hebat di dalam perusahaan ia dibangga-banggakan oleh perusahaan. Meskipun pekerjaannya mungkin tanpa ia sadari justru merusak orang-orang di sekitarnya. 

Ilmunya memang digunakan dan diperuntukkan untuk perusahaan-perusahaan besar. Ia menciptakan sesuatu bukan untuk kemaslahatan akan tetapi demi keuntungan semata. Ia yang bekerja keras atas usahanya namun ia hanya mendapatkan cipratan dari keuntungan tersebut. Nyatanya tentu yang lebih untuk adalah pemilik perusahaan. 

Memang sangat disayangkan ilmu pengetahuan mereka didedikasikan untuk memperkaya perusahaan yang mana ini tentu akan menjadi sebuah ketimpangan pengetahuan, yang mana ilmu mereka digunakan bagai mana mengefisiensikan sebuah produksi perusahaan. Sebenarnya Ia tahu bahwa apa yang Ia lakukan pasti ada resikonya. Karena ia adalah seorang yang intelek pasti akan menyadarinya. Namun apalah daya jika mereka hanyalah suruhan perusahaan. Yang mereka bisa lakukan adalah bekerja sesuai apa yang diperintahkan oleh bosnya. 

Atau mungkin ia tidak memiliki kepedulian sama sekali. Yang terpenting yang ia pikirkan hanyalah keselamatan diri dan keluarganya. Memang ia benar keselamatan keluarga itu penting, namun apakah seperti itukah caranya. Dimana hanya demi memenuhi hasrat, ilmu yang didedikasikan hanya untuk kesejahteraan perusahaan saja. Ia memang cerdas namun tak memiliki iman yang dan jiwa sosial. 

Jika berpikir ulang wahai kaum borjuis intelektual. Apakah anda senang ketika ilmu anda untuk merusak alam sekitar seperti menambang atau membuang limbah. Apakah anda senang ketika perusahaan memberikan bonus kepada anda sedangkan disekitar anda masih kelaparan. 

Pada akhirnya kecerdasan yang dimiliki hanyalah untuk kesejahteraan pribadi semata. Tanpa ada ras untuk memajukan sebuah daerah yang miskin. Ia sama sekali tidak memiliki rasa tanggung jawab akan keilmuannya. Yang ia pikirkan hanyalah yang terpenting bekerja sesuai kapasitas yang ia miliki. Tidak peduli apakah pekerjaannya berdampak pada lingkungan sekitarnya. 

Pantas saja negeri ini semakin miskin karena intelektualnya sudah membelot kepada kaum kapitalis. Karena wajar Ia berilmu bukan karena ingin pemperbaharui apa yang salah namun ia hanya mengikuti dimanakah sumber uang itu muncul, ia hanya lah seorang pengikut kaum kapitalis. Bukannya dengan kecerdasannya itu membuat dunia semakin aman dan tentram akan tetapi justru malah memperkeruh keadaan. 

Memang harus diakui kecerdasan itu harus dihargai dan ia bekerja untuk memenuhi kehidupan keluarganya. Kalau demikian semua orang juga begitu mana ada di dunia ini yang tidak butuh uang. Namun caranya tidak demikian dimana ia kaya hanya untuk kepentingan diri dan keluarganya seakan-akan ia adalah pemeran utama sedangkan yang lainnya adalah tokoh sampingan. Ini jelas-jelas salah karena realitas sosial tidak mengenal siapa pemeran utama yang mana pemeran utama jika diterapkan di dunia nyata hanyalah egoisme semata.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...