Kalau bicara tentang pendidikan, sejak dari sekolah dasar kita sudah diajarkan bahwa sekolah itu penting. Katanya sekolah itu adalah sebuah jalan menuju kesuksesan. Memang benar bahwa pendidikan adalah salah satu jalan menuju kesuksesan. Tetapi pendidikan sekolah formal terutama bukan menjadi faktor utama kesuksesan. Kebanyakan mereka yang sukses justru menempuh pendidikan di luar pendidikan formal.
Merasa heran bahwa mengapa banyak orang tua yang menggelontorkan banyak biaya untuk pendidikannya seperti diberikannya pendidikan les dan semacamnya agar Ia bisa kuliah di kampus favorit. Selepas pulang sekolah pasti ia harus les bahkan sampai larut malam.Orang tuanya bangga ketika ia mendapatkan nilai tinggi, dan masuk ke perguruan tinggi hingga mendapatkan pekerjaan.
Ini memang seperti pemikiran orang tua modern dan kriteria sukses yang didambakan. Namun sayangnya ini sebetulnya hanyalah sebuah kesuksesan mitos. Mengapa dikatakan mitos karena segalanya kesuksesan diukur oleh nilai.
Jika bicara tentang kesuksesan dan kepintaran apakah harus diukur dengan sebuah angka. Jika otak manusia diukur oleh sebuah angka apakah tidak ada bedanya dengan sebuah benda di pasaran. Apakah manusia itu diukur dengan angka bukan dengan rasa. Memang pantas saja saat ini manusia tidak memiliki ras karena segalanya diukur dengan angka.
Pendidikan kita bahkan cita-cita kita memang selalu menggiring diri kita agar menjadi orang yang dimanfaatkan bukan orang yang bermanfaat. Katanya menjadi sebuah kebanggaan menjadi seorang doktor, insinyur, penemu dan sebagainya namun realitasnya mereka adalah manusia yang tak bebas dimana ia dikendalikan oleh lingkaran bisnis.
Semua profesi yang diciptakan di dunia ini kebanyakan untuk orientasi bisnis bukan untuk kesejahteraan. Jadi jika ada orang yang bangga dengan diterimanya masuk pada perusahaan yang hebat sebenarnya jangan bangga dulu karena itu bukan cita-cita kita sesungguhnya. Itu hanyalah sebuah cita-cita para pebisnis yang seakan-akan itulah keinginan kita.
Memang ini seakan seperti pikiran yang mind blowing yang mana, apakah cita-cita kita yang ditempa dari sekolah dasar adalah sebuah kendali pikiran? Mungkin bisa dikatakan Ia jika memang orientasinya untuk bekerja. Sehebat apapun pekerjaannya jika hubungannya dengan bisnis maka cita-cita kita tidak ada apa-apanya dengan mereka para pemilik dunia.
Pikiran kita rupanya terlalu sempit dalam memahami dunia yang mana pikirannya setelah selesai sekolah itu untuk bekerja. Apakah hidup membosankan seperti itu dimana yang dibangga-banggakan hanyalah cita-cita itu saja. Seakan-akan dunia itu linier padahal tidak demikian.
Cita-cita harusnya tidak seperti itu bukan berada pada kendali orang lain. Cita-cita harusnya bisa merubah keadaan menjadi lebih baik, bukannya mementingkan diri sendiri. Jika kita mengejar cita-cita untuk menjadi pekerja sesungguhnya cita-cita kita adalah untuk mewujudkan cita-citanya orang lain. Kita bukan seorang pembaharu namun seorang buruh yang dikendalikan oleh tuannya.
Tidak ada yang namanya cita-cita yang murni atas keinginan kita serta dengan kesadaran penuh. Semuanya baik konsumsi, pikiran, perasaan itu atas dasar kendali sosial terutama pasar. Siapa yang menciptakan beraneka ragam cita-cita bahkan dari mulai sistem pendidikan sampai sistem pekerjaan, semuanya itu tentu diciptakan dan berada pada kendali pasar.
Sebenarnya ini apakah sebuah sistem terbaik di dunia saat ini atau bukan. Jawabannya itu tentu saja tergantung, jika orientasinya hanyalah untuk kepentingan kesejahteraan segelintir orang lantas cita-cita kita justru hanyalah untuk memperkaya mereka dengan bangga kita mengangkat derajat mereka meski diberi sedikit upah.
Dunia kita saat ini adalah cerita tentang uang bukan cerita kita bagaimana menjadi seorang manusia. Apapun cita-citanya tentu bukanlah tujuannya untuk kemanusiaan tetapi untuk uang.
Komentar
Posting Komentar