Langsung ke konten utama

Tingkatan Hegemoni

Hegemoni ada levelnya, yakni sebagai berikut: 

1. Hegemoni total

Ini berarti kita sudah ditelan habis-habisan oleh sistem, namanya hegemoni integral. Kita sudah menjadi aparatnya ideologi, aparatnya sistem secara total. Baik lewat jalur hegemoni maupun lewat jalur dominasi. Kota sudah jadi anak buah kalau hegemoni total itu. Kita sudah jadi prajurit atau pion-pion, kita sudah terhegemoni total dalam sebuah sistem. Kita adalah buahnya sistem tidak bergeser dari sana itu namanya hegemoni total. 

2. Hegemoni yang merosot

Hegemoni semacam ini biasanya hegemoni formalitas, secara sistem kelihatannya memang sukses tetapi secara mental sebenarnya orang yang terhegemoni itu tidak setuju dengan isinya ideologi dalam sistem. Tetapi sistem itu berbuah seperti yang diinginkan. Jadi tidak semua orang sepakat mungkin ikut karena terpaksa dan ikut hanya sekedar formalitas saja. Ini lama kelamaan ideologinya tidak akan dipercaya, hegemoni akan rontok. Kalau mengaji hanya sekedar formalitas saja dengan alasan daripada menganggur. Militansinya kurang mengapa karena mentalnya tidak ikut. Kelihatannya berkembang sebetulnya tidak, nanti ada momen berbeda yang cocok langsung ganti ke sana, berarti hegemoninya merosot. Seperti orang yang pacaran masih apel, masih komunikasi tetapi sudah tidak ada rasanya.

Kalau hegemoni total itu pokoknya 100 persen hanya dia, lahir batin, hidup mati, sisi wallpaper, foto profil semuanya gambar dia nah itu sudah hegemoni total. Cara hidup, ekspresi pokoknya semuanya yang terbayang hanyalah dia. Itu berarti dirinya sudah terhegemoni. 

Ada juga yang merosot. Merosot itu katanya pacaran, masih saling menyebut saling chattingan kalau sebelum tidur. Tetapi ternyata di dalamnya tidak ada rasanya itu hany menunggu momen. Kalau misalnya ada yang lain maka akan ditanggal. 

3. Hegemoni minimum

Hegemoni minimum itu memang kompak kesatuan ideologinya masih ada tetapi negara sudah tidak bisa campur tangan alagi. Jadi secara resmi masih pacaran belum ada gantinya tetapi kalau ini sudah jarang komunikasi, jarang bertemu itu berarti sudah minimum. Sudah tidak saling menyapa lagi tetapi putus belum, hanya sesekali saja agar terlihat pantes saja. Kalau minimum ini kurang sedikit lagi sudah putus. 

Negara juga begitu. Ada negara yang hegemoni total rakyatnya full melayani 100 persen baik lewat jalur dominasi maupun lewat jalur hegemoni. Ada yang merosot, merosot itu rakyatnya masih menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai warga negara. Tetapi keterikatan rasa memilikinya perlahan-lahan sudah mulai luntur. Ada yang hegemoni minimum. Dimana masyarakat sudah membenci negara kalau bisa berpisah saja dengan negara. Negara tidak usah ikut campur. Sudah tidak kuat, sudah benci luar biasa pada negaranya. Itu berarti negara sudah mulai kehilangan kekuasaan atas rakyatnya. Itu berarti tingkatan hegemoni.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...