Langsung ke konten utama

Perjuangan Dalam Merebut Posisi

Perjuangan untuk merebut posisi. Perangan posisi untuk merebut hegemoni dari terhegemoni kita ganti ingin menghegemoni balik. Kalau kita terhegemoni, kita melakukan counter hegemoni dengan pelopor tokoh intelektual organik yang harus dilakukan yakni: 

Pertama, kalau merasakan ada yang ingin menghegemoni apalagi ada yang ingin mendominasi maka bertahanlah. Bertahan untuk tidak begitu saja menelan konsep yang terlihat bagus, yang seolah-olah bagus, yang berbeda dengan keyakinan kita selama ini. Karena sering kali kita tidak sadar tiba-tiba kita terhegemoni oleh konsep baru. Sementara semuanya belum jelas maka bertahan terlebih dahulu. Dalam masa bertahan ini ada baiknya belajar, menggali informasi, jangan-jangan terburu-buru berkomentar. Masih belum jelas mana yang akan menelan kita, mana yang akan menghegemoni kita. Makanya istilahnya Gramci resist (bertahan dulu ). Kalau tidak mengerti masalahnya bertahan dulu atau ada ideologi-ideologi dan gagasan-gagasan yang dipaksakan kepada kita atau dibujukkan kepada kita maka bertahanlah. Bertahan itu bukan berarti menolak tetapi nanti dulu. Cirinya apa yang harus diresist, yakni berbeda dengan keyakinan kita selama ini atau di luar kelompok kita. 

Kedua, menyadari dan menyikapi ketika ada kontradiksi. Kalau ada pandangan-pandangan yang kontradiktif dengan kenyataan hidup. Sadari itu dan bersikaplah bertahan dulu. Misalnya katanya negara ini negara yang makmur namun mengapa masih banyak yang miskin salahnya di mana, itukan berlawanan. Ideologi yang dicekokan mengapa berlawanan dengan situasi nyata maka bertahanlah sadari itu bahwa itu berbeda dengan kenyataan atau kalau masih tidak jelas tetap strateginya bertahan.

Ketiga, fasilitasilah kelompok-kelompok intelektual organik untuk tampil. Misalnya kalau ada teman kita yang kelihatannya adalah intelektual organik tidak terkooptasi oleh apapun, misinya memberdayakan masyarakat. Maka beri beruang dan beri fasilitas untuk mereka tampil, karena dari situ masyarakat akan semakin kuat. 

Jangan salah orang-orang intelektual ini membuat masyarakat semakin berdaya, civil society semakin kuat dan itu menguntungkan untuk semuanya termasuk untuk negara. Jadi, bantulah kalau ada teman-teman kita yang progresif dan yang organik yang tidak terjebak oleh kepentingan sesaat bantulah untuk tampil agar semakin matang. Mungkin sering-sering diajak diskusi, beri forum, beri ruang, dan beri kesempatan. Saatnya mereka untuk berjuang demi pembebasan dari hegemoni.

Kalau kita berada pada di tengah masyarakat yang sedang terpinggir, lakukan tiga hal itu agar kita bisa segera bangkit, yaitu: 

Bertahan kalau ada yang berbeda dari kelompok kita, agar kita tidak semakin jauh dihegemoni. Kemudian sadari kalau ada tidak kesesuaian antara ideologi yang ditanamkan dengan situasi real yang kita alami. Dan terakhir membantu para intelektual organik. Kalau kelompok intelektual tradisional yang memelihara sudah banyak, termasuk negara. Tetapi yang organik ini susah dapat tempat, maka kita bantu dan fasilitasi. Tanpa mereka kita susah mendapatkan gagasan alternatif. Selama ini pikiran kita hanya lurus saja dianggapnya semua baik-baik saja dan situasinya memang harus seperti itu. 

Gramci menunjukan bahwa tidak ada yang selalu baik-baik saja. Semakin status quo biasanya semakin ada yang menghegemoni. Seandainya tidak ada dominasi karena lebih terlihat. Jadi, proses hegemoni itu berarti, dari kelompok kelas borjuis. Kelas borjuis itu tangan-tanganyalah yang mengatur rule the society. Nilai-nilai dari kelompok borjuis dianggap nilai nilai untuk semuanya dari kelompok yang berkuasa yang borjuis ideologinya dianggap ideologi semuanya,  jalurnya common sense. 

Ideologi itu ditanamkan lewat dua jalur, yaitu: pertama lewat jalur politik society dan kedua civil society. Yang lewat jalur politik society itu yang lewat jalur dominasi… seperti melalui aturan undang-undang, polisi, jaksa, hakim dimana itu ada paksaan-paksaan itu biasanya cirinya lewat masyarakat politik. Kemudian culture hegemoni untuk masyarakat sipil dihegemoni lewat jalur kultural biasanya lewat sekolah, media atau tempat agama. 

Merekalah yang mensosialisasikan nilai-nilai mereka sendiri sebagai nilai untuk semuanya dan itulah gantinya super structure. Ini melanjutkan teori Marx yakni basic structure dengan super structure. Kalau yang politik society sudah jelas karena mau tidak mau harus ikut. Tetapi yanh civil society itu melewati izin kesetujuan. Jadi, konsen lewat persuasi. 

Persuasi itu ide-ide kelas dominan disebarkan lewat jalur pendidikan media dan lain-lain sehingga masyarakatnya menerima. Maka itulah yang baik, maka itulah yang benar. Pendukungnya biasanya kelompok intelektual tradisional. 

Ideologi hegemoni tadi pada akhirnya akan berhadapan kelompok intelektual organik. Kelompok intelektual organik inilah yang akan melahirkan ideologi-ideologi tandingan yang membebaskan masyarakat dari hegemoni status quo kelas borjuis. Mereka yang nanti melakukan penyadaran pada masyarakat sehingga masyarakat tergerak dan melakukan counter hegemoni. 

Jadi, kelas borjuis yang menghegemoni. Sosialisasi hegemoni lewat jalur politik dominasi yang sifatnya pemaksaan yang mau tidan mau harus diikuti diikuti maka akan berhadapan dengan aparat. Atau lewat jalur civil society disadarkan lewat pendidikan, media dan lain-lain sehingga masyarakat menyepakati setuju dengan ideologi itu. Nanti akan berhadapan dengan intelektual organik. 

Kata Gramci krisis itu isinya adalah fakta ketika yang lama sedang sekarat dan yang baru tidak lahir-lahir. Jadi, kalau misalnya indonesia sedang krisis sebenarnya sistem ala sudah jelek sudah waktunya diganti,  hanya saja penggantinya tidak ada. 

Indonesia itu mengalami kritis mulai tahun 1998 itu berarti mulai tahun 1998 sampai sekarang sistem lama yang sudah rusak jelek sementara yang baru belum lahir. Dalam fase transisi ini beragam gejala mengerikan akan muncul jadi proses transisi itu akan ada banyak hal-hal yang mengerikan lahir. Dari penjajahan menuju kemerdekaan akan ada pertumpahan darah, dari orde lama ke orde baru ke reformasi juga ada pertumpahan darah. Memang seperti itu perubahan krisis itu.

Kalau bisa proses pembaruan itu dipercepat, agar tidak terlalu lama dalam krisis. Serta agar tidak banyak lagi muncul gejala-gejala mengerikan dalam kehidupan masyarakat harus segera stabil. Lebih baiknya lewat jalur bukan dominasi tetapi melalui jalur hegemoni yaitu pertarungan memperebutkan ideologi lewat jalur wacana. Kuncinya tetap satu masyarakat sipil harus kuat. Kalau masyarakat sipilnya lemah dalam situasi apapun kita tetap akan sengsara. 

Masyarakat sipil itu adalah kita tidak usah mencari ke desa-desa, karena lawannya masyarakat adalah masyarakat politik meskipun memiliki hak memilih. 

Jadi jika kita adalah masyarakat sipil maka kita harus kuat kita harus berdaya. Lebih baik lagi kalau menjadi aktornya yakni aktor pemberdayaan masyarakat dengan cara menjadi intelektual organik bukan intelektual pesanan yang hanya melanggengkan status quo atau kepentingan tertentu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...