Langsung ke konten utama

Kesadaran Baru

Secara ringkasnya mengenai kesadaran, yaitu: 

Pertama, penolakan terhadap semua narasi besar dan tunggal. Jadi orang sekarang sadar dunia ini kompleks, tidak mungkin semua konsep itu bisa menyelesaikan semuanya. Variabel perubahan itu tidak mungkin satu. 

Meski Karl Marx berkata jika buruh bersatu maka dunia akan aman, tentram, damai dan sejahtera. Tidak ada jaminan bahwa hal tersebut bisa terwujud, karena variabel hidup ni banyak. Jadi, narasi besar, narasi tunggal mulai dikritik. Di Indonesia ini krisis akan selesai kalau pendidikan moral dan agama dijalankan semuanya disekolah. Namun itu tidak jaminan, selama ini pendidikan tersebut sudah dilaksanakan namun apa yang terjadi tidak berubah sama sekali. Itu memang menjadi faktor akan tetapi bukan menjadi satu-satunya faktor. Harus dicari juga unsur-unsur yang lain. 

Banyak yang mengatakan bahwa filsafat di dunia islam mati gara-gara imam Al-Ghazali. Satu faktor itu saja tidak mungkin peradaban sebesar ini mati gara-gara satu pikiran memang ada andilnya tulisannya Imam Al-Ghazali tetapi unsur lain juga mendukung, seperti secara peradaban kalah, islam lebih cenderung sufistik, mungkin banyak faktornya.

Semua kebenaran itu berhubungan dengan kontruksi sosial bahwa yang kita anggap benar hari ini itu secara umum dibentuk oleh dunia sosial dimana kita hidup. Mana baik mana buruk itu logika sosial, mana pantas mana tidak pantas itu dunia sosial yang menanamkan pikiran kita. Karena dunia sosial itu beragam maka isi kepala kita macam-macam. Orang Madura, Jawa, Sumatra, Kalimantan gayanya mesti beda-beda karena kontruksi sosialnya yang beda-beda. 

(Pixabay.com)

Jadi, Ini adalah kesadaran baru. Kalau sebelumnya orang-orang itu menganggap semuanya hanya satu pokoknya inilah yang menyelesaikan masalah. Bahkan di Yunani membicarakan inti alam semesta ini apakah air, atau tanah kah macam-macam jawabannya. Inti itu tidak ada, setiap lokal memiliki logika sendiri-sendiri. 

Kesadaran ini memunculkan sense of fragmentation discentred self, ini nanti yang melahirkan individualisme kalau di zaman modern. Akibat modern individualis akhirnya identitas individu indentitas yang beda kemudian menguat. Orang lebih fokus pada diri sendiri yang berbeda dengan orang lain, yang memiliki keunikan tersendiri. Kalau sebelumnya fokusnya bersama-sama tetapi sekarang discentred self, dimana kalau islam misalnya islam apa dulu dari aliran apa, cabang apa dulu dan seterusnya selalu melihat bahwa kita ini spesifik. Jadi, itu merupakan kesadaran barunya, tidak lagi setiap kita adalah identitas bersama tetapi setiap kita memiliki keunikan diri sendiri karena itu tidak ada narasi tunggal yang bisa mengakomodir segalanya. 

Kalau dikatakan bahwa orang Indonesia itu ramah-ramah pasti ada yang tidak selalu ada yang sisa. Itu namanya discentredself sekarang sudah tidak memusat lagi. Untuk sekarang ada banyak pusat bahkan mungkin setiap individu itu pusat sendiri-sendiri, memiliki keunikan masing-masing.

Setiap entitas manusia, baik level individual maupun kelompok sosial dia memiliki keunikan sendiri-sendiri. Itu yang melahirkan hari ini muncul multiple conflicting indentity jadi tabrakan antar identitas. Karena masing-masing itu unik setiap orang memiliki kepentingan dan keinginan memiliki identitas. Maka tidak luas bias kalau terjadi konflik. 

Dulu tidak disadari ketika tidak disadari selalu ingin diseragamkan kembali, yang berbeda dianggap salah. Sekarang orang baru sadar bahwa setiap memang berbeda, ad yang maunya ini dan ada yang maunya itu. Sehingga konflik bisa dihindari tetapi ketika belum disadari yang terjadi konflik demi konflik. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...