Terkadang biasanya kita sering melihat fenomena-fenomena yang ada disekitar kita, melihat situasi manusia yang lainnya yang mungkin tidak seberuntung kita. Ketika kita melihat orang yang sedang putus cinta dan kita berpikir bahwa mengapa orang tersebut sebegitu berlebihannya dalam menanggapinya serta harus sampai sebegitu stresnya padahal masih ada yang lebih baik. Sehingga berpendapat bahwa jika saya putus maka saya akan cari yang lain dan tidak akan bersedih. Namun demikian ketika Ia yang mengalaminya justru melebihi pengalamannya orang lain saat putus cinta. Itu lah pikiran ia hanya membayangkan bukan merasakan, ia hanyalah sebuah bayangan yang abstrak yang tak tahu apakah benar seperti itu kenyataannya.
Pada saat berpikir seperti ini, tentu kondisi kita berada di kondisi yang logis dimana kita juga memposisikan diri dalam menilai sebuah peristiwa bukan orang yang terlibat dalam sebuah peristiwa. Sebetulnya ketika kita memposisikan diri pada kondisi rasional ini apakah sesuatu yang benar atau kita harus merasakannya agar kita mengetahuinya. Tentunya dari kedua sisi, baik kondisi rasional maupun kondisi empirik itu sangat-sangat penting. Meski memang sebetulnya kedua sisi kondisi ini saling berlawanan atau kontradiktif namun di sisi lain kedua sisi tersebut bisa saling keterkaitan dan melengkapi.
![]() |
(Pixabay.com) |
Ketika kita membuat sebuah rencana ini dan itu pasti di suatu saat pada kondisi yang terjadi ketika itu biasanya tentu pikiran kita akan selalu berubah. Ini adalah sebuah perubahan dari dari kesadaran rasionalis menuju empirik. Semisal ketika kita bercita-cita menjadi seorang ilmuwan saintis misalnya entah mengapa tiba-tiba selalu berubah pikiran dan bahwak tidak sesuai dengan rencana awal. Ata misalnya dalam pencarian jodoh mungkin kita berharap pasangan seperti ini dan itu namun ketika mendapatkan sebuah jodoh nyatanya tidak sesuai apa yang diinginkan. Memang manusia hanya bisa merencanakan namun tuhanlah yang menentukannya.
Ilmu manusia tentunya sangatlah terbatas rasio akal manusia itu tergantung dari pengalaman kebiasaan dirinya dirinya, pengalaman orang lain, maupun pengalaman orang lain dari sebuah literatur namun tentu saja itu tidaklah cukup. Sebuah pengalaman hanya bisa mencangkup beberapa kondisi dan aspek tertentu. Ketika kita menasehati dengan pengalaman apa yang kita miliki, belum tentu masukan itu bisa cocok. Karena manusia itu merupakan individu yang setiap individu itu memiliki kondisi yang berbeda terkadang ada yang cocok bahkan ada yang tidak. Bahkan ketika kita makan pun tentu tidak semua orang satu selera dan cocok dengan makanan yang sama. Sehingga bisa dikatakan bahwa baik dan benar saja tidaklah cukup tentu kita harus cerdas dan bijak. Namun tetap saja meski kita bijak pun dan adil pun belum tentu orang menerimanya tetapi setidaknya ada usaha sebaik mungkin untuk yang terbaik bagi orang lain.
Baik antara kondisi rasio dengan kondisi empirik ini akan saling kontradiktif ketika kondisi empirik kita itu di benturkan dengan rasionya orang lain atau rasio kita dibenturkan dengan empiriknya orang lain. Jangankan kepada orang lain, pengalaman serta logika kita bisanya saling berbenturan juga. Namun bukan berarti akal kita dalam memikirkan masa depan bukanlah sesuatu hal yang tidak berguna meski pada kenyataannya tidak sesuai akal rasio. Meski demikian manusia adalah makhluk yang berpikir baik dalam kondisi apapun meski belum terjadi, budaya berpikir akan selalu hadir secara otomatis dalam hidup kita. Akal rasio mestinya bisa memahami kondisi empirik dimana tentu sesuatu yang tidak sesuai dengan akal kita yang pastinya ada yang harus diperbaiki dan dievaluasi, entah itu dari rasio kita atau empiriknya atau mungkin kedua-duanya. Akal rasio itu harus hadir baik sebelum maupun yang sudah terjadi, karena percuma saja pengalaman empirik jika tanpa akal rasio. Karena tanpa hal tersebut, pengalaman akan terasa hambar dan tidak berkembang bahkan akan jatuh ke lubang yang sama. Sebuah pengalaman empirik akan selalu memberikan tanda-tanda baru yang mungkin sebelumnya akal rasio belum memilikinya. Bagi yang sadar mungkin dari satu pengalaman ke pengalaman yang lainnya akan selalu ada perubahan yang terjadi dan tidak akan terjebak ke dalam lubang yang sama.
Memang akan sulit pembaca memahami tulisan ini karena sejatinya harus mengalami secara langsung. Dan tulisan ini belum tentu relevan dengan kenyataan diri anda dan bisa saja sesuai. Maka sebuah tulisan tidak akan pernah salah karena ia adalah sebuah pengalaman empirik pribadi penulis jika tidak cocok memang kondisi individu nyala yang berbeda.
Komentar
Posting Komentar