Langsung ke konten utama

Logika yang Tak berlogika

Apa sebetulnya yang dimaksud dengan logika? Logika itu bisa dikatakan berpikir sehat, lurus dan benar. Namun apakah logika ini sifatnya objektif, jangan-jangan logika ini tidak bisa digeneralisasi. Ketika kita lapar mungkin secara logis yang harus dilakukan adalah makan. Namun ini tentunya masih sangatlah sederhana, mengenai apakah ketika makan bis langsung kenyang atau justru semakin lapar atau bisa saja tidak makan pun juga bisa lapar. Sering kali kita menganggap logika itu adalah sesuatu yang mutlak seakan benar namun justru ini malah memaksa sebuah pemikiran. Ini tentunya menjadi logika yang tak berlogika, dimana logika menjadi tidak sehat. 

Adalah sebuah manipulatif ketika logika itu tidak sehat. Memang benar apa yang dikatakan, dan memang masuk akal kita dan sesuai kaidah logika namun ketika logika itu sudah dimanipulatif maka logika itu menjadi tidak berlogika. Semisal menciptakan sebuah mall untuk menggantikan pasar tradisional, di sisi lain memajukan perekonomian dan mempermudah akses pasar namun di sisi lain juga akan menghancurkan ekonomi kecil. 



Logika itu tidak hanya A itu sama dengan B dan B sama dengan A. Itu memang terdengar masuk akal namun itu adalah logika yang merusak. Mengapa karena mengeneralisasi dan menyederhanakan sebuah logika. Logika itu adalah sesuatu yang kompleks tentu perlu pemikiran yang mendalam dan konprehensif. Tanpa kedua hal tersebut maka logika akan menjadi cacat. 

Bahkan sebuah logika tidak hanya menciptakan sebuah satu premis minor saja akan tetapi bisa premis yang beragam. Atau sebab akibat maka satu sebab tentu tidak hanya menghasilkan satu akibat saja. Di dunia ini akan selalu bermunculan narasi-narasi yang baru yang belum tentu ada di narasi sebelumnya. Ketika muncul suatu fenomena yang tidak sesuai dengan pemikiran yang kita apakah fenomena baru itu adalah sesuatu yang salah dan tidak masuk akal. 

Logika itu adalah sesuatu yang masuk akal yang berawal dari ketidakmasukakalan, kemudian dipahami secara mendalam hingga pada akhirnya menjadi sesuatu yang masuk akal. Semisal penyembahan kepada roh leluhur, pepohonan, bahkan narasi-narasi agama merupakan sesuatu yang tidak masuk akal. Dengan pendekatan logika pun juga tidak masuk akal. Mengapa tidak masuk akal karena kita memahami sesuatu dengan logika kebiasaan yang kita miliki yang sesuai dengan kebiasaan hidup kita. Maka bisa dikatakan bahwa logika itu bukan sesuatu yang objektif namun subjektif, setiap orang memiliki logikanya masing-masing. 

Setiap manusia, budaya, etnis, suku, agama sosial, pendidikan dan pengalaman merupakan pembentuk logika kita. Maka ketika melihat sesuatu yang tidak masuk akal maka itu bukanlah sesuatu yang masuk akal akan tetapi logika budayanya yang berbeda. Jika kita ingin memahami logikanya orang lain atau pemikirannya orang lain maka haruslah kita memahami logika budayanya. Maka dengan begitu yang awalnya sesuatu yang tidak masuk akal akan menjadi masuk akal jika kita sudah masuk ke ranah logikanya. Secara singkat ketidakmasukakalan bukanlah sesuatu yang tidak masuk akal namun karena logika budaya yang berbeda. 

Namun, sayangnya masih banyak yang mengeneralisasi satu logika kemudian menjadi sebuah hegemoni yang mana ini memaksa manusia harus berlogika yang satu. Menyatukan logika menjadi satu itu hanya membuat logika yang lain menjadi mati dan itu sama saja membunuh sebuah peradaban. Inti dari sebuah peradaban adalah spirit pemikiran, jika spirit pemikirannya dihabiskan maka hilanglah suatu peradaban. 

Seperti yang kita alami selama ini bahwa manusia itu sekarang berada dalam satu logika meski setiap manusia memiliki berbagai hasrat, namun pada hakikatnya mereka pada satu narasi logika, yakni narasi pragmatis. Dimana manusia logikanya begitu pendek dan menginginkan sesuatu yang cepat. Pada akhirnya kita berada pada dunia yang mana manusia yang logis namun tak berlogika. 

Menciptakan dunia yang satu logika itu bukan sesuatu yang baik justru malah menciptakan dunia serba sesat dan tidak bebas. Ketika ad satu narasi yang muncul dan berbeda atau ada orang yang berbeda maka Ia akan dianggap sesat. Padahal justru yang menyesatkan adalah orang yang pada hakikatnya yang sesat. Sesat itu bukan masalah ketidakmasukakalan namun Ia adalah orang yang suka menyesatkan. 

Dari dulu hingga sekarang mengenai kecacatan logika ini tidak pernah usai. Iya hanya berubah dari kegelapan, kemudian pencerahan dan pada akhirnya pencerahan ini pun menjadi gelap lagi dan begitulah seterusnya. Sebuah logika menjadi tak berlogika itu karena kehilangan substansi dan esensinya hingga pada akhirnya Ia hanya menjadi sebuah cangkang tanpa isi. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...