Langsung ke konten utama

Fase-fase Hegemoni Menurut Gramci

Mengapa hegemoni itu lahir dan asalnya dari mana secara natural menurut Gramci politik itu melalui 3 fase perkembangan politik ekonomi dan sosial:

Pertama, ada fase ekonomi korporasi

Kelompok masyarakat misalnya kelompok pedagang, kita yang di dunia pendidikan merasa satu level dengan yang sama-sama satu pendidikan. Rasa sama ini level awal pokoknya kita sama dan merasa tidak perlu untuk bergabung. Yang kuliahnya di negeri ingin identitasnya terjaga tidak perlu bergabung dengan swasta kita jalan sendiri-sendiri yang penting kita sama. Yang petani pokoknya dimana pun sama-sama petani kita satu level.Ini adalah kesadaran paling awal. 

Kemudian fase ke dua nanti kesadaran ini naik maka ketika satu level maka perlu bergabung. Kita perlu kerja sama, kita perlu saling membantu, perlu punya visi yang sama perlu punya nilai bersama yang kita wujudkan bersama. 

Bergabunglah kemudian ini memiliki nilai bersama memiliki aturan bersama. Nanti setelah fase kedua ini akan naik lagi ke fase ketiga. Di fase ketiga ini setelah bergabung lalu berjalan dengan nilainya merasa nilai-nilai kita kembangkan ini begitu penting kelompok lain, meski bukan pedagang atau akademisi harusnya ikut nilai kita ini maka mulailah terjadi namanya hegemoni. Nilai-nilai dari satu kelompok dikenalkan lalu dijalankan pada kelompok yang lain. Dikenalkan untuk dijalankan pada kelompok yang lain, dilakukan strategi agar yang lain juga ikut nilai-nilai kita. Itu fase ketiga fase namanya hegemoni apalagi ada kuasanya maka terjadinya dominasi. 

Jadi, dari merasa satu level kemudian naik jadi satu kelompok dengan nilai kemudian mensosialisasikan nilai-nilainya kepada kelompok yang lain untuk diikuti. Misalnya menginginkan kesetaraan itu adalah adalah level awal, kemudian yang memiliki ideologi kesetaraan kemudian bergabung jadi satu lahir partai. Partai ini kemudian menang punya kuasa dan nilai-nilai tersebut kemudian di wujudkan, karena ini penting untuk masyarakat.

Perkembangan politik arahnya selalu ke sini, apalagi pertarungan banyak terjadi di fase ketiga. Biasanya fase pertama dan ke dua terjadi secara natural. Orang itu berkelompok-kelompok sesuai kecenderungannya tetapi setelah masuk fase ketiga sudah pertarungan politik. Sudah perjuangan bagaimana agar unggul dan bisa menguasai yang lain. 

Alatnya untuk menghegemoni itu ada dua, ada perangkat keras dan ada perangkat lunak. Alat yang keras itu alat-alat yang bisa memaksa. Kalau yang lunak alat-alat yang bisa membujuk. Misalnya seorang guru yang memaksa muridnya untuk mengerjakan tugas, kalau tidak mengerjakan maka nilainya akan diturunkan ini adalah alat untuk memaksa dan terpaksa untuk diturunkan karena diancam oleh nilai. Kalau yang membujuk dengan cara memotivasi untuk senang mengerjakan tugas karena itu penting. Itu adalah alat untuk membujuk. 

Hasilnya sama-sama membuat terpaksa untuk mengerjakan tugas. Hanya saja yang pertama ditekan sementara yang kedua seolah-olah sadar sendiri. Karena terkadang wujud kesadarannya adalah kesadaran palsu. Jangan-jangan kesadaran palsu itu diprovokasi dan itu adalah alat untuk membujuk nanti yang membujuk itu jadi hegemoni. Sementara alat yang keras itu menjadi dominasi. Dominasi itu seperti polisi, hakim, jaksa, tentara, dan sebagainya itu perangkat pertama. Kalau perangkat yang kedua bisa lewat pendidikan, lembaga agama dan lain sebagainya jadi istilahnya coersion sama consent. Coersion itu pemaksaan sementara consent itu izin kesepakatan. 

Jadi, ada perkembangan masyarakat yang satu level kemudian merasa satu kelompok kemudian mendominasi hegemoni kelompok yang lain. Ini bisa terjadi mendominasi kalau punya dua alat atau salah satunya. Bisa alat keras dan lunak, atau salah satunya saja. 

Kalau dengan teman mungkin akan susah untuk mendominasi yang bisa menghegemoni. Menghegemoni itu membujuk perlahan-lahan agar mau. Kalau mendominasi biasanya yang bisa memerintah karena memiliki kekuasaan. 

Hegemoni itu sebenarnya konsepnya netral, orang hidup itu biasanya saling menghegemoni saling membujuk sesuai kepentingan sesuai keinginan yang membujuk. Orang dakwah sebenarnya menuju proses menghegemoni. Sifatnya netral bisa baik bisa buruk tidak selalu jelek. Kalau yang pas orang yang menghegemoni itu adalah orang yang baik menuju yang baik maka hasilnya baik. Jadi dipaksa menjadi baik itu akan menjadi baik pula.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...