Langsung ke konten utama

Konsep Wara dalam menjaga kelestarian Alam

Jika mendengar kata wara, mungkin umat muslim saat ini sudah asing dengan kata tersebut. Padahal kalimat tersebut atau konsep yang terkandung di dalamnya merupakan sesuatu hal yang sangat penting apalagi di era modern ini . dimana ulama dulu menggunakan konsep wara ini untuk menghindari perkara-perkara syubhat. Pengertian syubhat secara singkatnya merupakan perkara yang tidak jelas halal dan haramnya sehingga lebih baik meninggalkan perkara syubhat tersebut.

Apa ;agi di era modern ini yang mana banyak sesuatu hal yang harus dan banyak bermunculan sehingga kita menjadi bingung apakah sesuatu yang baru tersebut harus diterima atau tidak karena ketidakjelasan suatu perkara. Memang mestinya kita harus berhati-hati dalam memilih dan melakukan suatu hal, jangan sampai kita terjebak dalam sebuah narasi yang tidak penting untuk dilakukan, bahkan selain terjebak ia pun menjadi orang yang menjebak dan berperilaku buruk.



Jika ditarik jauh mengenai kondisi alam saat ini yang mana manusia menjadi manusia-manusia yang begitu teramat serakah bahkan gunung yang sebesar itu lautan yang seluas itu bisa diambil dan dikuasai semaunya. Perkara dalam mengeksploitasi alam apakah itu merupakan sesuatu yang syubhat, karena ketidak jelasan dalam mengambilnya. Seorang pengusaha tentunya hanya diberikan izin dalam mengelolanya bukan menguasainya apalagi mengambil keuntungan di dalamnya.

Jika kita mengambil air di sungai atau menggarap lahan apakah boleh kita memanfaatkannya dan memilikinya. Bahkan mengenai kepemilikan tentang suatu hal apakah boleh karena sejatinya tidak ada di dunia ini yang bisa kita miliki marena semuanya ada dan tersedia bukan untuk dimiliki namun untuk dimanfaatkan.

Ketika dulu orang-orang wara jangankan menghancurkan sebuah gunung hanya sekedar mengambil buah yang jatuh ditanah pun ia akan berpikir dua kali apakah ia akan mengambilnya lalu memakannya atau tidak. Apabila ia makan buah tersebut takutnya ada pemiliknya, namun pada kondisi yang mendesak apakah kita boleh mengambil buah tersebut untuk memenuhi perut kita dalam kondisi lapar.

Mungkin jika manusia-manusia saat ini terutama manusia-manusia serakah paham akan wara ini maka ia tidak akan sembarangan dalam mengambil dan memanfaatkan alam apalagi jika mengeksploitasinya tentu itu bukan sesuatu yang syubhat lagi akan tetapi itu merupakan sebuah perampokan dan itu tentu haram hukumnya. Jika apa yang diproduksi saat ini seperti semen dari gunung karst, listrik dari batu bara, air kemasan dari dalam tanah apakah itu adalah merupakan suatu perkara yang syubhat karena prosesnya yang tidak sesuai etika dan moral.

Jika kita mengkonsumsinya dari hasil produksi tersebut apakah itu merupakan sesuatu yang syubhat karena Ia di ambil dari prose yang mana mungkin tidak halal. Bahkan peredaran uang yang ada saat ini apakah itu uang yang halal termasuk pembangunan, fasilitas dan lainn semacamnya bukankah itu di dapat dari proses riba.

Jika tadi mungkin adalah sesuatu yang syubhat namun ketika perkara tersebut jelas-jelas dengan cara yang tidak halal tentu ini bukan perkara antara halal dan haram namun memang jelas-jelas haram. Lantas jika semuanya haram lalu apa yang harus kita konsumsi sedangkan saat ini kita bergantung pada sesuatu yang haram tersebut. Apakah ini merupakan kondisi yang darurat sehingga kita boleh mengkonsumsi sesuatu hal yang haram tersebut. Namun sampai kapan kita harus mengkonsumsi yang haram-haram ini jika kita tidak mengubah sistem yang haram ini tentunya harus secara menyeluruh. Jika dibiarkan seperti ini saja maka dunia ini tidak akan ada lagi melahirkan orang-orang yang baik karena konsumsi saat ini kita merupakan konsumsi yang haram dan pada akhirnya tentu akan sulit untuk mendapatkan keturunan yang baik.

Bisa dikatakan menjadi sosok yang wara dalam melakukan segala hal merupakan hal yang terbaik untuk dilakukan. Konsep wara tentunya ketika memahami sesuatu hal yang baru pastinya akan memahaminya secara mendetail tidak hanya sekedar menghindari sesuatu hal yang haram namun juga perkara-perkara yang tidak jelas hukumnya. Tentu haruslah ada sebuah rumusan hukum yang pasti dan tidak menghalalkan yang haram apalagi hanya demi kepentingan pribadi.

Serta dalam menjaga alam pun sikap wara  ini haruslah diterapkan, karena mengambil dan memanfaatkan alam merupakan perkara yang syubhat karena tidak jelas apakah ketika mengambil alam itu halal atau haram. Dan orang-orang yang wara tentunya akan meninggalkan perkara yang syubhat tersebut meski memang Ia membutuhkannya. Yang jelas harus sudah pasti terlebih dahulu apakah Ia ada orang yang telah lama hidup di sana atau tidak karena jika sudah ada orang yang ada disana jelas ini bukan perkara yang syubhat akan tetapi ini merupakan perkara yang haram jika mereka tiba-tiba orang dari luar mengambil dan memanfaatkannya tanpa seizin yang tinggal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...