Langsung ke konten utama

Tiga Jenis Kesadaran

Fenomena hari ini juga massmediated reallity adalah realita yang dibentuk oleh mass media. Kalau ini sudah merasakan sendiri bagaimana dunia maya itu lebih membuat kita sibuk daripada dunia nyata. Begitu masuk dunia maya kamu yang awalnya pemalu maka ketika di dunia nyata menjadi orang yang banyak komentar. Kalau di dunia merasa gemetaran ketika bertemu perempuan maka ketika di dunia maya menjadi pemberani. 

Massmediated reallity itu fenomena unik dan luar biasa dan ini adalah kesadaran baru yang menggugah kelompok teori kritis untuk mengkritisi dunia modern. Karena itu kita harus hati-hati dengan kesadaran hidup kita. 

Orang-orang di teori kritis memiliki klasifikasi ada 3 jenis kesadaran. Ada kesadaran magis, ada kesadaran naif ad kesadaran kritis. 

Kesadaran magis itu kesadaran pasrah. Jadi dunia ini memang seperti ini maka mau bagaiman lagi. Kita itu hanya bisa menjalani sudah ada yang mengaturnya. Dan ini adalah kesadaran magis. Kita mengalir saja kalau memang Tuhan menginginkan kebaikan maka kita akan dapat kebaikan kalau tidak itu semua karena Tuhan. 

(Pixabay.com)


Kesadaran magis ini dipuja oleh orang-orang timur namun dikritik habis oleh barat seperti Karl marx.  Sehingga banyak menuduh bahwa marxisme dan komunisme itu anti agama. Lebih tepatnya anti keberagamaan, yang dikritik padahal agama yang menjadi candu. Candu itu kan membuat kita sakau, tidak sadar bahwa realitasnya ditindas habis-habisan dan dieksploitasi, tetapi maka pikirannya sudahlah menganggap bahwa dunia ini sementara Allah yang mengatur segalanya,  Kita pasrahkan semuanya. Kesadaran semacam ini yang dikritik oleh karl marx sampai menyebut bahwa agama itu candunya masyarakat. Jika tidak ingin candu pada agama, maka beragamalah yang aktif dan membebaskan.

Ada naik level sedikit namanya kesadaran naif. Kesadaran naif itu tahu ada masalah, hanya saja tidak mampu menyelesaikan masalah dan membiarkan itu semua. Jadi kesadaran naif itu tahu ada masalah tetapi dibiaskan saja atau merasa tidak mampu menyelesaikan masalah dan diabaikan. 

Sudah jelas tidak bagus tetapi mengapa dijalani begitu saja padahal bisa menghindar. Ternyata modernitas itu masalahnya banyak, kalau tetap harus jadi orang modern itu namanya naif. Masih banyak yang berada di level kesadaran naif. Sudah jelas tidak pas, buktinya ada, nyata tetapi tidak mau mengganti pendapat, tidak mau mencari yang lebih bagus itu namanya naif. Sering kita naif karena alasan gengsi dan malas. 

Disarankan ini yakni kesadaran kritis. Kesadaran kritis itu tahu bahwa ada masalah dan berusaha untuk menyelesaikan masalah. Kalau tahu masalah namun tidak bisa menyelesaikan masalah belum kritis tetapi kalau tahu masalah dan siap menyelesaikan masalah namanya kesadaran kritis. 

Ada lagi di atas kesadaran kritis yakni namanya kesadaran transformatif. Kesadaran transformatif itu tidak hanya sekedar mau berusaha untuk mencari yang benar tetapi mau juga berubah, sebagai konsekuensi ditemukannya kebenaran. Berarti orang ini jenisnya memiliki kesadaran transformatif. Banyak orang yang tahu kebenaran tetapi tidak mau berubah itu berarti belum transformasi, masih macet. Mungkin sudah kritis pikirannya dan mampu menganalisis mencari jalan keluar. Jalan keluarnya ketemu namun tidaknya tidak mau keluar Itu kritis tetapi belum transformatif. Transformatif itu berarti mau berubah. 

Kita kalau bisa naik levelnya ke kesadaran transformatif. Belajar filsafat mungkin kita sampai ke kesadaran kritis. Apa-apa kita petakan duduk persoalannya solusi yang mungkin, Tetapi ada yang mungkin lebih dari itu dari kesadaran kritis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...