Langsung ke konten utama

Apa Itu Common Sense?

Kalau misalnya skeptisisme itu adalah orang khusus seperti ilmuan yang selalu mempertanyakan. Sedangkan lawannya adalah logikanya orang secara umum kadang orang menyebutnya logika awam, logika orang banyak car berfikir masyarakat namanya common sense. Common sense ini memang bisanya dipakai setiap hari. Jangan orang konsisten bersikap skeptis dalam hidupnya, tetapi kita hidup bekalnya sebenarnya common sense. 

Pengetahuan-pengetahuan yang didapat sehari-hari sebagai bekalnya orang hidup. Jadi orang biasanya mendefinisikan common sense itu pengetahuan sederhana yang dipahami oleh masyarakat umum. Jadi ini pengetahuan sederhana dan umum, bukan pengetahuan khusus dan luar biasa yang hanya di miliki oleh segelintir orang. Semua orang tahu semua orang mengerti, karena ini pengetahuan dasar dan umum bukan pengetahuan sekolah meskipun sekolah mengajari itu. 

Orang asal akalnya waras pasti dia bisa menangkap common sense. Orang yang waras itu orang yang tidak stres, emosional, karena hal tersebut bisa membuat akal tidak sehat. Kalau misalnya sedang lapar saja juga tidak baik karen itu juga akan mengganggu konsentrasi belajar. Sedang marah, sedih juga begitu pasti akalnya sedang tidak sehat. Maka asalkan akal kita sehat common sense itu sebenarnya bisa kita tangkap.

Bahkan kita tidak berpikir bahwa common sense itu datang sendiri. Hidup mulai dari bayi sampai hari ini itu sebetulnya merupakan akumulasi pengetahuan praktis sehari-hari. Maka terkadang pengetahuan di kampus dengan sehari-hari seolah-olah ada jarak. Kalau kampus itu pengetahuan-pengetahuan khusus, sementara kehidupan sehari-hari itu pengetahuan umum. 

Bahwa bumi itu bulat sesungguhnya kita tahu dari kelas dari teori dan buku. Tetapi dalam praktiknya karena ada gravitasi dari bumi sehingga rasanya tidak dan datar. Dan kita melakukan apa-apa berdasarkan common sense. Membuat tikar juga dibuat datar tidak dibuat melengkung. Itu sebenarnya common sense meskipun kita tahu bahwa bumi itu bulat. 

Ada common sense yang sifatnya universal dan ada common sense yang sifatnya lokal. Maka, konotasinya common sense itu didefinisikan sebagai sense than is common to other. Jadi pemahaman, penyerapan, understanding sense.  Pemahaman yang umum dipahami orang sekeliling. 

Tetapi juga dipahami sense where is common to humanity. Jadi pemahaman yang umum untuk semua orang. 

Pertama bicara bersifat lokal dan yang kedua berbicara yang bersifat universal, tetapi dua-duanya sama-sama sebagai common sense. Dalam dalam banyak hal mungkin orang amerika sama seperti orang jawa. Atau apa yang paling dahulu muncul dari sebuah pemahaman itu adalah common sense. 

Ini bisanya yang muncul ini tidak bisa dimanipulasi. Orang itu semakin panjang berfikir semakin manipulatif. Tetapi yang dahulu muncul pertama biasanya lebih murni. Misalnya ada oang yang berpacaran dan menginap di hotel kemudian tidur berdua. Common sense pasti bicara ini pasti akan melakukan sesuatu hal yang tidak-tidak. Itu biasanya yang paling mungkin yang muncul di kepala kita meskipun mereka mungkin di dalam kamar tidak melakukan apa-apa. Tetapi yang muncul pertama pasti selain itu mau melakukan apalagi dan pasti begitu bisanya itu yang terjadi. 

Kalau lihat teman tiba-tiba tidak lulus mata kuliah, pasti sedih meskipun ketika bertemu tidak bersedih. Karena ia sudah biasa gagal jadi terbiasa meskipun pasti akan mengalami kekecewaan terlebih dahulu. 

Jadi, dalam fikih dalam kalam dalam filsafat ini menjadi salah satu prinsip berfikir. Kalau dalam filsafat barat ada teori gunting (okham razor) dimana kalau ada dua teori yang satu rumit dan yang satu simpel dan isinya sama, maka yang benar itu adalah yang simpel itu.

Jadi, konotasinya segala sesuatu yang umum di sekeliling kita dan segala sesuatu yang universal atau lebih mudahnya sesuatu yang dipahami dengan cepat, yang masuk akal dengan cepat.

Pertama intuitif, Istilah common sense itu isinya sama dengan itu. Intuisi terkadang orang menyebutnya sebagai common sense, karena pengetahuan ini otomatis jalan. Kita tidak pernah belajar common sense ini kita belajar secara otomatis. Maka coraknya intuitif, begitu ada krang lebih tua mungkin karena Jawa sehingga kita menunduk dan mencium tangannya. Itu sebenarnya intuitif dan itu didapat dari masyarakat dan dapat itu dari lingkungan sekeliling. 

Kedua, good sense (akal sehat) atau ada yang menyebut kepercayaan yang belum diteorikan. Jadi, keyakinan-keyakinan sosial yang belum dirumuskan, pokoknya dipraktikkan saja dan dijalankan saja. Atau ada filosof yang menyebutnya bahasa sehari-hari. Bahasa sehari-hari ini biasanya dibedakan dengan bahasa formal. Dan ini biasanya penggunaannya lokal sesuai dengan common sense. Di Yogya misalnya ada istilah pasar kembang. Kalau orang Yogya mungkin tahu arah maksudnya kemana tetapi orang luar pasar kembang itu adalah pasar tempat jualan kembang. 

Ada aksioma dimana ini adalah kebenaran-kebenaran yang menjadi pondasi kebenaran-kebenaran lain dan jangan dipertanyakan lagi. Ada wisdom yakni kebijaksanaan lokal, cara masyarakat mengelola komunitas dan komunitasnya biasanya ada wisdom-wisdom. Terkadang bercorak mitologis terkadang bercorak logis. Tetapi ini termasuk jenis common sense karena dia dipelajari sejak kecil. 

Ada folk wisdom ada folklor, bicara kebijaksanaan lokal, opini lokal, pandangan lokal, persepektif lokal atau puplic opinion. Ini sifatnya common sense masyarakat memiliki logikanya untuk menangkal realitas dan setiap orang dididik dibesarkan dengan menyerap logika masyarakat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...