Langsung ke konten utama

Mengikuti Kepopuleran yang Menghilangkan Jati Diri

Kalau kita lihat dunia saat ini sebenarnya apa sih yang dilihat, apa yang dilakukan mereka dan mengapa mereka melakukan itu? Entah bagaimana budaya saat ini begitu cepat dan teramat acak. Budaya-budaya saat ini memang terbilang instan, cepat dan hampir menyeluruh. Namun jika ditanyakan mengenai mengapa melakukan itu dan apa tujuan dan manfaatnya, mungkin sulit untuk dijawab oleh orang-orang yang melakukannya. 

Saat ini memang, manusia terdorong dalam melakukan sesuatu berdasarkan sistem pasar. Jadi mereka melakukan sesuatu sesuai apa yang banyak terjadi di saat itu. Ketika hal tersebut sudah tidak menarik lagi, maka akan ada banyak orang yang meninggalkannya dan beralih ke hal lain banyak mengikuti dan akhirnya meninggalkannya dan begitu.  seterusnya.

Ini sebetulnya seperti tiada akhir yang mana manusia hanya berpindah dari ruang yang kosong kemudian berpindah lagi seakan-akan ia sudah berpindah padahal ia hanya berputar-putar di situ saja. Hingga pada akhirnya manusia semakin lama-semakin kehilangan jati dirinya. 

Keinginan, tindakan, kesenangan, cita-cita apapun itu baik dalam perilaku, tindakan maupun pikiran, semuanya telah dihegemoni para pencari keuntungan. Katana bahagia itu sederhana namun mengapa masih banyak yang pamer di media sosial dan harus mengeluarkan uang yang lebih. Dan itu pasti apa yang dilakukan itu sebab dari pengaruh iklan. 

Sebenarnya tidak ad yang namanya keinginan murni dari dalam diri, semuanya sudah dikondisikan dan dikendalikan. Cita-cita yang ingin dibangun dan dicapai itu hanyalah sebuah ilusi dan sebuah alat untuk menguntungkan lain pihak. 

Coba kita pikirkan mengenai keinginan kita. Apakah itu ada hubungannya dengan orang lain, apakah itu berguna bagi kita baik untuk saat ini maupun yang akan datang. Semuanya pasti keinginan individualis bukan cita-cita bersama. Semuanya memang sudah dikondisikan sedemikian rupa agar mereka berjalan masing-masing namun dengan langkah yang sama. 

Meski dikatakan sesuatu yang viral itu diikuti banyak orang, akan tetapi itu juga kembali lagi bahwa hal yang disenangi adalah kesenangan individual. Karena ketika kita senang, apakah itu dilakukan secara bersama-sama atau hanya dinikmati secara pribadi saja. Apakah itu adalah kebahagiaan dengan kesadaran penuh atau justru palsu. Memang kita harus jeli dalam memahami dan membedakannya. 

Banyaknya pilihan tentu membuat manusia semaki individualis. Dimana jika dulu mungkin suatu hiburan hanya sedikit sehingga manusia beramai-ramai bahagian pada satu hiburan. Namun sekarang banyak sekali hiburan sehingga manusia bisa memilih sesuai keinginannya namun hingga pada akhirnya ia memilih kebahagiaanya sesuai apa yang disajikan dan memilih untuk menikmatinya sendiri. 

Banyaknya pilihan dan pilihan yang selalu berubah-ubah, sehingga sulit untuk terfokus pada satu hal. Jika dulu manusia memiliki satu tujuan dan ia akan selalu fokus pada tujuan itu sampai akhir hayatnya. Namun sekarang hal itu belum tentu bisa dilakukan. Dimana apa yang kita lakukan saat ini mungkin akan berbeda di hari esok dan tujuan saat ini juga akan berbeda di hari esok. Semuanya terasa acak dan tidak karuan. 

Jika terus begini saja maka apa yang kita lakukan tidak ada esensinya. Semuanya dilakukan tanpa didasari sebuah makna yang mendalam dan tindakan yang serius. Selama ini apa yang kita lakukan apakah hal tersebut adalah sesuatu yang serius dilakukan atau hanya sekedar ikut-ikutan saja. Jawabannya pasti hanya sekedar ikut-ikutan saja, yang pada akhirnya kita rela hidup kita dibawa ke sana-kemari tanpa tujuan oleh arus globalisasi. 


Saat ini sulit memang dalam mempertahankan sebuah prinsip. Di sisi lain ia harus menyesuaikan arus dunia yang selalu berubah-ubah dan di sisi lain ia harus berpegang tegus pada prinsip. Memang sulit untuk memegang kedua hal tersebut. Yakni bagaimana memegang idealitas dengan realitas.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan tidak Menciptakan Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Lalu apakah kemiskinan itu tuhan sendiri yang menciptakannya atau manusia sendirilah yang menciptakan kemiskinan tersebut. Akan tetapi banyak dari kalangan kita yang sering menyalahkan tuhan, mengenai ketimpangan sosial di dunia ini. Sehingga tuhan dianggap tidak mampu menuntaskan kemiskinan. (Pixabay.com) Jika kita berfikir ulang mengenai kemiskinan yang terjadi dindunia ini. Apakah tuhan memang benar-benar menciptakan sebuah kemiskinan ataukah manusia sendirilah yang sebetulnya menciptakan kemiskinan tersebut. Alangkah lebih baiknya kita semestinya mengevaluasi diri tentang diri kita, apa yang kurang dan apa yang salah karena suatu akibat itu pasti ada sebabnya. Tentunya ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi, yakni pertama faktor  mindset dan prilaku diri sendiri, dimana yang membuat seseorang...

Pendidikan yang Humanis

Seperti yang kita kenal pendidikan merupakan suatu lembaga atau forum agar manusia menjadi berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan merupakan tolak ukur sebuah kemajuan bangsa. Semakin baik sistem pendidikannya maka semakin baik pula negaranya, semakin buruk sistem pendidikannya semakin buruk pula negara tersebut. Ironisnya di negara ini, pendidikan menjadi sebuah beban bagi para murid. Terlalu banyaknya pelajaran, kurangnya pemerataan, kurangnya fasilitas, dan minimnya tenaga pengajar menjadi PR bagi negara ini. Saat ini pendidikan di negara kita hanyalah sebatas formalitas, yang penting dapat ijazah terus dapat kerja. Seakan-akan kita adalah robot yang di setting dan dibentuk menjadi pekerja pabrik. Selain itu, ilmu-ilmu yang kita pelajari hanya sebatas ilmu hapalan dan logika. Akhlak dan moral dianggap hal yang tebelakang. Memang ada pelajaran agama di sekolah namu hal tersebut tidaklah cukup. Nilai tinggi dianggap orang yang hebat. Persaingan antar sesama pelajar mencipta...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...