Langsung ke konten utama

Hegemoni dalam Ideologi

Isinya hegemoni adalah ideologi. Yang menghegemoni itu adalah ideologi, yang membujuk sehingga cara hidup seperti yang diinginkan oleh sistem itu adalah ideologi-ideologi. Kalau pad masa orde baru ada namanya penataran P4,itu merupakan sebuah struktur ideologi yang harus diikuti dengan segala cara. Tidak ada namanya fase politik tanpa ideologi setiap fase politik pasti ada ideologinya dan semuanya mengusahakan untuk menghegemoni, tidak hanya pad masa orde baru tatapi semua masa diusahakan untuk menghegemoni, dimana semuanya menawarkan ideologinya masing-masing dan ingin menghegemoni warganya. 

Jadi, ideologi itu isinya kepentingan kelompok yang berkuasa yang dominan,  Yang cocok sama kepentingannya yang punya kekuasaan. Kalau pakai pengertiannya Gramci kepentingan kelompok dominan yang ditampilkan sebagai kepentingan semua orang. Ideologi itu tentunya ideologi yang menang pasti. Yang itu kemudian dilegalkan sebagai ideologi negara atau ideologi mayoritas. Ini sebenarnya milik satu orang yang kebetulan jadi keduanya, akhirnya ini yang dilegalisasi dan dianggap sah sebagai pendapat semuanya. Itu adalah ideologi dalam hegemoni. 

Jadi, ideologi itu berawal dari dogma-dogma kepercayaan. Kemudian dirasionalkan namanya jadi doktrin kemudian dirumuskan unsur praksisnya, maka lahirnya ideologi. Kepercayaan itu lahirnya dari mana? Di situ ada nilai-nilai yang dirasionalisasikan. Jadi prosesnya itu nilai, kemudian dogma, kemudian doktrin, dan akhirnya jadi ideologi. Setelah ideologi maka dijalankan untuk mewujudkan visinya ideologi. 

Hegemoni itu berarti menyetir cara berfikir, cara berperilaku agar mewujudkan visi ideologis orang yang menghegemoni atau kelompok yang menghegemoni atau kalau itu negara maka negara yang menghegemoni. Katanya Gramci Kita ini disetir secara ideologis oleh kelompok dominan. 

Kita dihegemoni dan hegemoni bukan dominasi karena prosesnya proses budaya. Kepentingan itu mengapa kepentingan bis ditampilkan sebagai kepentingan banyak orang bis begitu karena wujudnya adalah common sense. Common sense itu adalah pemahaman umum yang dianggap biasa. 

Memang wajarnya seperti itu maka common sense-nya seperti itu padahal itu awalnya bukan common sense tetapi dibuat menjadi common sense. Seolah-olah menurut Gramci itu satu-satunya jalan kalau ingin maju padahal itu mungkin jalannya harus banyak tetapi ditampilkan seolah-olah hanya pakai ini bisa maju, hanya dengan ideologi ini kita bisa jaya. Itu namanya hegemoni. 

Jadi, ideologi diterima oleh banyak orang padahal awalnya miliknya orang tertentu melalui jalur hegemoni dalam bentuk common sense. Dan yang lebih penting kita tidak bisa keluar dari hegemoni. Yang bisa kita lakukan adalah merekontruksi ideologinya, karen manusia itu mau tidak mau harus pindah dari satu ideologi ke ideologi lain. Kalau kita tidak setuju nanti pindah ideologi lain, ganti ini dan seterusnya. Poinnya apakah kita mau disetir oleh orang lain atau disetir oleh diri sendiri. Maka tidak bis kit keluar dari hegemoni yang bisa kita lakukan adalah rekonfigure sesuai kepentingan kelas kita. 

Kita tidak bisa keluar dari hegemoni tetapi kita bisa menstruktur ulang, menyusun ulang, agar cocok dengan kepentingan kelas kita. Kita gunakan saja ideologi itu untuk kepentingan kelas kita. 

Common sense itu biasanya muncul dari sekeliling kita. Pertama, sering disebut sebagai pengetahuan umum dan kita anggap biasa dan memang itu yang benar-benar terjadi. Yang kedua common sense itu dengan definisi itulah kita berkomunikasi dengan orang lain. Misalnya istilah PKI dimana aslinya adalah partai tetapi di Indonesia perorang bisa disebut PKI meski organisasinya tidak ada. Tetapi kit paham maksudnya apa, maka itulah common sense. Seolah-olah normal saja padahal kalau dipikir-pikir keliru. Kita tentunya berkomunikasi dengan hal tersebut kalau pakai definisi lain justru malah membingungkan. 

Ideologi yang hegemonik tadi masuknya lewat jalur common sense, justru yang berbeda dianggap salah. Padahal tidak pasti salah dan memang bisa. Jadi, biasan isinya sistem ilmu pengetahuan dan diterima tidak kritis, biasanya begitu dan memang seperti itu. 

Hidup kita sebetulnya penuh dengan common sense yang kalau di teliti satu-satu mungkin harus dikritisi. Karena kita sendiri kurang kritis terhadap common sense ini. Hanya saja harus berhati-hati juga kalau kita keluar dari common sense maka kita tidak bisa berkomunikasi dengan orang lain, kita bisa disalahpahami. Maka dari itu perjuangan bukan perjuangan tiba-tiba kita beda atau revolusi terhadap yang sudah ada tetapi harus perlahan-lahan. Dari semua dihegemoni, kita harus merebut melepaskan diri dari hegemoni itu. Dari disetir orang lain kemudian kita setir sendiri hidup kita. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...