Langsung ke konten utama

Konsep Hegemoni Gramci

Hegemoni itu sebenarnya konsepnya netral, orang hidup itu biasanya saling menghegemoni saling membujuk sesuai kepentingan sesuai keinginan yang membujuk. Orang dakwah sebenarnya menuju proses menghegemoni. Sifatnya netral bisa baik bisa buruk tidak selalu jelek. Kalau yang pas orang yang menghegemoni itu adalah orang yang baik menuju yang baik maka hasilnya baik. Jadi dipaksa menjadi baik itu akan menjadi baik pula. 

Konsepnya awalnya netral, hanya saja dalam Gramci dipakai untuk mengatasi adanya tekanan dari kekuasaan. Jadi ada kelas yang menguasai kelas yang lain dengan cara yang lembut dan yang dikuasai ini biasanya tidak sadar. Dalam teorinya Gramci dipakai untuk menunjukkan adanya struktur yang menindas meskipun tidak secara kasar. Jadi, lebih menuju pada kontrol kehidupan masyarakat, jalurnya biasanya kebudayaan. 

Jadi kita itu tidak sadar dikontrol oleh yang punya kuasa lewat jalur-jalur budaya itu namanya hegemoni. Tetapi kalau melalui undang-undang, hukum, kekuasaan itu namanya jalur dominasi. 

Sadar atau tidak kita selalu lewat jalur hegemoni. Kita menonton TV, kita baca WA, baca berita di internet, liat facebook itukan pertarungan luar biasa untuk bisa menghegemoni. Yang memiliki fasilitas lebih banyak biasanya lebih sukses secara umum biasanya negara menang, karena negara memiliki modal paling besar hari ini. Dia bisa masuk melalui dunia pendidikan, dunia media, dunia macam-macam. Itu yang jadi fasilitas untuk melakukan hegemoni. Jadi tidak selalu dipaksa tidak selalu dengan kekerasan, jalurnya kebudayaan biasanya yang menang kelas-kelas tertentu menghegemoni kelas yang lain. 

Ketika kita mengintropeksi diri, sebenarnya yang menghegemoni pikiran kita apa, siapa, tentang apa, dan dalam bentuk apa. Kita didominasi dan dihegemoni tetapi tidak sadar. Seolah-olah itu lah yang lebih baik, yang bagus itu memang begitu dan itu berarti tidak sadar terhegemoni. 

Prosesnya terjadi hegemoni biasanya awalnya dominasi. Jadi, kekuasaan itu pada awalnya menggunakan dominasi, powernya apalagi negara. Dengan undang-undang, dengan perintah supermasinya dan seterusnya. Jadi, dipaksa dulu, kalau sudah dipaksa itu namanya dominasi, biasanya terus stabil situasi harus begini, harus begitu, jangan begini, jangan begitu itukan awalnya begitu terus stabil. 

Mengapa tidak ada perlawanan, karena. Memang rakyatnya situasinya masih lemah, biasanya di awal begitu. Tetapi pemerintah yang pintar dia tidak akan berhenti di dominasi, dia juga akan masuk ke hegemoni. Mengapa harus masuk ke hegemoni karena lama kelamaan rakyat akan kuat, masyarakat sipil akan kalau negara tidak beres maka mereka akan berontak. Agar tidak berontak maka melalui jalur hegemoni seperti lewat pendidikan, lewat jalur budaya, lewat film, lewat musik itu jalur hegemoni dan sifatnya hegemoni itu intelektual dan moral. 

Intelektual itu berarti cara berpikir diarahkan. Moral itu berarti komposisi persepektif, tentang mana baik dan mana buruk itu diatur. Kalau ini baik, kalau ini buruk itu secara tidak sadar didiktekan kepada kita sehingga menurut kita baik yang ini dan yang buruk yang ini. Mungkin lewat jalur pendidikan, lewat jalur media, lewat jalur ceramah itu namanya hegemoni. 

Akhirnya cara hidup dan cara berpikir kita terbentuk sesuai dengan kela penguasa,  Itulah hegemoni, awalnya mungkin dipaksa. Seperti dipaksa dilarang merokok itu kan dipaksa, merokoklah ditempat tertentu maka itu dipaksa. Tetapi jika hanya melalui jalur ini tidak akan tahan lama. Orang lain mungkin bisa mengkritik mencari dalil dan argumen bahwa merokok itu hak asasi dan macam-macam. Untuk mengimbangi ini masuk lewat jalur budaya, mungkin lewat pendidikan, lewat fatwa agama, lewat tulisan dan terus akhirnya kita terhegemoni merasa bahwa ini yang benar dan ini yang salah. 

Kita mungkin tetap tidak bisa tetapi memang yang benar seperti begitu karena kita sudah terhegemoni. Itu konsep hegemoni contohnya saja. Jadi, hati-hati kalau lewat dominasi mendeteksinya gampang seperti aturan, hukum, pemaksaan itukan keras tetapi melalui jalur hegemoni jalurnya halus kalau tidak waspada maka kita akan terhegemoni. Meskipun tidak selalu jelek, tetapi terhegemoni itu tanda-tanda tidak bebas mengekspresikan diri sesuai keinginan kita. Kita pelan-pelat disetir oleh hegemoni. Jadi, lahirnya hegemoni itu diawali dengan tahap, diawali oleh dominasi dan terus hegemoni tahap pengarahan. Disuruh dulu baru dinasehati, disuruh dulu baru diprovokasi. Mungkin negara, institusi levelnya sebenarnya tidak besar. 

Awalnya melalui menyuruh berpendidikan terus diprovokasi dimana pendidikan itu penting paham gak paham yang penting sekolah. Itu sebenarnya merupakan pengerahan, lama kelamaan tidak mesti disuruh tidak usah ada pemaksaan, karena sudah terhegemoni. Apakah hari ini kit sudah ter hegemoni? Mungkin bisa saja Ia. Memang tidak masalah dan memang harus kritis. Juga filsafat sendiri juga menyuruh kita untuk kritis dimana segala keputusan diri itu lahir dari diri sendiri kemudian dipertanggungjawabkan oleh sendiri. 

Orang yang disetir itu tidak enak meski pun benar. Paling tidak segala masukan, ceramah, nasehat itu memberi pertimbangan dan keputusannya dari diri sendiri. Sedangkan hegemoni itu mengarahkan perlahan-lahan mau tidak mau pasti akan menyimpulkan ke sana nantinya tetapi tidak kita sadari dan merasa inilah yang terbaik atau sadar tetapi kesadarannya palsu. 

Kesadaran palsu itu harusnya menyadarinya tidak seperti itu tetapi disadari begitu, karena ditanamkan dan diarahkan ke sana itulah yang terjadi. Jadi, dari dominasi kemudian pengarahan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...