Masih berbicara tentang sebuah nilai, khususnya mengenai sebuah kenikmatan dalam hidup. Dimana setiap manusia memiliki cara pandangnya masing-masing dalam memahami sebuah kenikmatan yang ada.
Sebuah kenikmatan memang dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor sosial dan faktor individu. Dari faktor sosial manusia bisanya menciptakan sebuah kesamaan kenikmatan yang mana semua orang menganggapnya itu adalah hal yang baik. Seperti menciptakan sebuah permainan yang mana mereka menciptakannya dan semua orang menikmatinya.
Permainan yang diciptakan baik oleh orang dewasa maupun anak-anak memberikan sebuah kesan dan rasa bagi para penikmatnya. Semuanya ambil andil dalam membuat aturan untuk mengatur dan melegalkan kenikmatan tersebut. Tidak hanya mengandung sebuah kenikmatan namun juga mengandung makna filosofis yang mendalam, yakni kesenangan, kegembiraan, kesetaraan, kerjasama dan keakraban. Semua melebur menjadi satu dalam sebuah permainan.
![]() |
(Pixabay.com) |
Memang dahulu sebuah kenikmatan itu rasanya amat sedikit sekali, sehingga dari ketiadaan tersebut menciptakan sebuah kreatifitas yang mana itu membuat manusia sebuah permainan yang unik. Memang jika dilihat dengan hari ini, keberagaman dalam menikmati sesuatu begitu beragam namun ini menjadi berbalik dimana manusia semakin Individual.
Kenikmatan yang beragam tentu akan membuat kelompok-kelompok kenikmatan ini semakin mengecil bahkan semakin individualis. Jika orang dulu menikmati musik itu hanya sekedar menikmati musik orkestra saja dan tidak ada yang lain sehingga semua orang yang mencintai musik berkumpul di situ semua. Namun, saat ini genre musik semakin beragam dan setiap orang membentuk kelompok pecinta musiknya sendiri-sendiri. Tidak hanya genrenya saja, tetapi idol baik band maupun solo memiliki penggemarnya masing-masing.
Jika dulu para penggemar menikmatinya harus langsung pergi ke tempatnya atau membelinya. Kini bisa di beli secara gratis meski ada beberapa perubahan soal pasar harga dalam kenikmatan tersebut. Ada kenikmatan yang ingin dicapai, disitu juga ada rasa yang harus dibayar. Semakin harga tinggi maka semakin tinggi pula kenikmatan tersebut namun tak menjamin bahwa itu adalah baik.
Nilai-nilai sebuah kenikmatan kini mulai bergeser sedikit demi sedikit. Yang tadinya kenikmatan dinikmati oleh suatu kelompok kini dinikmati oleh setiap individu. Memang aksesnya mudah dalam mendapatkan sebuah kenikmatan memang semakin beragam namun jika tidak ada kebersamaan di balik itu semua, maka tidak ada artinya.
Semua manusia dapat menikmati apa yang dinikmatinya dan apa yang diinginkannya. Namun mereka tidak sadar bahwa, keinginan itu telah menjauhkannya dari kehidupan sosial. Manusia saat ini lebih menikmati hidup di dalam kamarnya, bermain game dan semacamnya. Merasa asik dengan dunianya sendiri hingga lupa bahwa Ia masih berada dunia yang nyata.
Manusia semakin kesini semakin individualis dan egois. Sistem sosial yang saat ini bekerja kini hanya sebuah formalitas. Komponen manusia dalam sebuah ruang masyarakat kini hanya sebatas individu yang homogen Ia bersatu namun tak mau bercampur seutuhnya.
Jika manusia sering melakukan ini terus yang mana Ia hanya asih dengan kenikmatan dunianya sendiri apalagi jumlah orang seperti ini semakin lama semakin bertambah, lama-lama manusia akan hilang rasa kemanusiaannya. Ia menjadi manusia yang dikendalikan oleh nafsunya dan teknologi.
Teknologi yang mestinya mempermudah diri berbalik menjadi alan pengontrol pikiran manusia. Anak-anak zaman sekarang apakah tahu keseruan bermain bola bersama, bermain layangan, atau mandi di sungai. Mungkin mereka tahu namun hanya bisa melihatnya di layar ponsel.
Sungguh memilukan generasi saat ini. Dimana Ia terperangkap dan terpenjara dalam kurungan teknologi. Memang dirinya tidak terikat secara jelas namun secara maknawi Ia adalah manusia yang terikat dengan gadget. Jika seperti ini dibiarkan terus menerus, maka apakah manusia hanya sekedar raga tanpa rasa. Kehampaan yang terjadi akibat terlalu banyak menghabiskan waktunya dalam ketiadakgunaan hingga akhirnya terseret ke jurang ketidak tahuan dan kekosongan emosional.
Komentar
Posting Komentar