Langsung ke konten utama

Bencana Kaum Kapitalis

Bagi para kaum kapitalis, membeli waktu adalah hal yang utama. "Waktu adalah uang", itulah slogan yang sering kita dengar. Par kaum kapitalis mereka menganggap bahwa waktu itu sangatlah berharga. Kehilangan satu detik pun mereka mereka rugi jutaan rupiah bahkan miliaran. 

Bagi para kaum kapitalis membeli waktunya orang lain adalah sebuah solusinya. Mereka memanfaatkan waktunya orang lain untuk bekerja bagi mereka. Memang mereka dibayar, namun hasil kerjanya tidak dibayar Ia hanya diupah agar besok bisa bekerja lagi. 

Kerja kerja dan kerja namun tidak kaya-kaya, karena memang Ia hidup dibawah lingkar kapitalisme. Ia bekerja hanya mendapatkan lelah dan menghabiskan hidupnya dalam dunia pabrik. Namun, mau bagaimana lagi, hanya bisa bermodalkan tenaga. Jika tidak bekerja maka tidak dapat makan. 

(Pixabay.com)

Tidak hanya membeli waktunya manusia untuk pekerjakan di perusahaannya, Ia juga telah membeli alam. Membeli alam dengan cara meraup sumber kekayaan alam dengan secepat-cepatnya, agar dapat untung cepat. Ia tidak memikirkan, seberapa lama waktu yang dibutuhkan alam untuk beregenerasi atau memulihkannya kembali yang terpenting yang Ia pikirkan hanyalah uang. 

Kapitalis itu seperti sebuah pohon yang menyerap banyak nutrisi dari tanaman yang lainnya. Ia hidup dan tumbuh teru tumbuh dan membesar namun disekelilingnya telah tandus. Ia menyerap waktu orang lain, menyerap waktu alam, hanya demi kekayaan bagi dirinya. 

Yang membuat senang kapitalis bukanlah apa yang Ia bisa beli, namun sebanyak apa Ia menghasilkan keuntungan. Uangnya disimpan namun tidak berupa harta, Ia bisa tersebar dimana-mana meski tanpa ada bentuk fisiknya. 

Waktu adalah hal yang paling sakral bagi para kaum kapitalis, Ia menghitung tiap detiknya menumbuhkan pundi-pundi uang. Mengapa mereka begitu gila akan kekayaan, padahal mereka sudah kaya dan ingin terus bertambah kaya. Apapun mungkin bisa Ia beli termasuk dunia ini, termasuk manusianya sendiri. 

Di sisi lain percepatan yang dilakukan oleh kapitalis membuat keseimbangan waktu di dunia ini menjadi stabil. Semakin kesini semakin cepat pula terjadi perubahan iklim, hal ini terjadi karena percepatan kerusakan yang ditimbulkan. 

Lagi-lagi peduli apa mereka tentang keseimbangan alam, mereka cerdas namun tolol. Otak dan hatinya hanya diisi dengan uang tanpa peduli nasib dunia ini. Di kita uang adalah segalanya, padahal alam inilah yang segalanya. Jika uang mu banyak namun alam ini rusak lantas apa yang kamu beli. Kalian hanya membeli kerusakan saja yang tersisa. 

Dosa-dosa kaum kapitalis entah takkan terbendung lagi. Mereka yang sejatinya yang harus dimusuhi, bukan antara sesama agama, suku, etnis maupun budaya. Mereka senang ketika antar sesama bertengkar, namun kehancuran yang mereka lakukan tetap terus berjalan. 

Namu, bagaimanakah menghentikan para kaum kapitalis ini, karena banyak yang pecinta uang justru malah melindungi mereka. Kaum agama, aparat, intelektual, pejabat semuanya melindungi mereka lantas apa yang diharapakan di negeri ini jika semuanya berpihak kepada mereka para kaum kapitalis. 

Memang saatnya dunia ini hancur, mungkin kapitalisme diutus untuk mempercepat kerusakan di muka bumi ini. Tidak ada yang bisa diharapkan di dunia ini, semuanya kembali pada diri kita apakah mau berjuang melawat kapitalis atau berdiam diri menunggu bumi ini kiamat. 

Waktu kita tidak begitu banyak, hany beberapa puluh tahun bumi mungkin sudan semakin rusak, semakin panas, dan tak layak untuk dihuni. Kaum-kaum kapitalis yang tolol ini apakah mereka sadar terhadap apa yang Ia lakukan, perilakunya jauh melebihi iblis dan setan. Setan dan iblis saja tidak seserakah itu dan tidak menghancurkan kaumnya sendiri. Berenda dengan kaum kapitalis yang menganggap manusia lainnya sebagai budak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...