Langsung ke konten utama

Pergeseran Nilai dan Perilaku Manusia

Pergeseran nilai merupakan proses dari satu nilai menjadi nilai yang barus yang mana nilai yang baru ini menggantikan nilai yang sudah lalu entah alasannya karena tidak sesuai dengan zaman atau hanya ingin mencari hal yang barus saja. Dalam proses pergeseran ini sebenarnya bisa menjadi analisis dalam berbagai proses seperti moralitas, zaman, sosial, perilaku, budaya, pola pikir dan lainnya. Untuk lebih jelasnya mengenai pergeseran ini ad beberapa proses atau tahapan yang akan dialami. 

(Pixabay.com)


Sakralitas

Sakralitas ini suatu nilai yang mana memang menganggap bahwa suatu nilai itu dianggap valid dan tidak bisa diganggu gugat lagi. Sakralitas tidak hanya berada pada ranah perilaku manusia sehari-hari saja namun juga pada pikiran dan cara pandang hidup manusia. Misalnya masyarakat yang beragama, maka akan menganggap bahwa agama itu adalah suatu yang penting dan ajaran agama ini jangan ada yang diubah karena Ia adalah sesuatu yang sakral. Pada tahap sakralitas ini banyak masyarakat berpikiran normatif Ia tunduk dan patuh pada aturan setempat. 

Dalam car pandangnya pun dalam melihat sesuatu maka Ia akan melihat tentunya dari sisi norma yang Ia miliki. Maka tidak heran orang yang pada tahap sakralitas ini bis menjadi orang yang fanatik ketika melihat suatu fenomena baru meski itu memang terlihat logis dan maslahat. Mereka menganggap bahwa nilai yang Ia miliki sudah benar sedangkan yang lain adalah salah. 

Tabu

Bergeser ke hal-hal yang tabu dimana pada tahap ini atau manusia seperti ini dimana Ia hanya menjalankan sesuatu hanya dari segi luarnya saja yang terpenting dianggap benar oleh masyarakat. Apa yang mereka rasakan adalah merasa tersiksa dengan nilai sakralitas namun karen terbentur masyarakat yang sakralis sehingga Ia lebih memilih melakukannya meski tidak menyukainya. 

Orang seperti ini mungkin bisa dikatakan bermuka dua, ketika bersama masyarakat Ia akan melakukan hal yang seperti apa yang dilakukan oleh masyarakat, namun ketika Ia diluar itu semua maka Ia akan berubah sifat dan perilaku. Hal ini karena Ia memang memiliki nilai yang berbeda dari keumuman masyarakat setempat namun Ia tidak berani karena takur dianggap salah oleh masyarakat.

Selain itu kadang ketika melakukan hal yang berbeda atau berlawanan dengan nilai masyarakat sering dianggap tabu. Misalnya di sebuah lingkup sosial yang agamis yang mana melarang pacaran lalu ketika ada yang pacaran maka pacaran ini adalah sesuatu yang dianggap tabu bagi dirinya. Ia memiliki nilai bahwa pacaran adalah sah asalkan sehat sedangkan nilai yang di dalam ruang sosialnya menganggap itu adah hal yang tidak baik apapun alasannya. Sehingga ketika Ia berpacaran maka akan merasa tabu. 

Keterbukaan

Pada tahapan ini seseorang mulai terbuka terhadap sesuatu yang tabu itu dan bahkan terang-terangan memberontak. Pada tahapan ini mungkin akan terjadi gesekan antara satu nilai dengan satu nilai yang berlawanan sehingga tidak jarang akan menciptakan sebuah kelompok-kelompok nilai sosial yang mana mereka akan berkumpul bersama orang-orang yang memiliki nilai yang sama. 

Pada masa ini manusia sudah terbuka pada sesuatu yang baru yang mana tidak dianggap tabu lagi sesuatu yang baru tersebut. Seperti masyarakat pad masa kini yang terbuka pada hal-hal baru namun sayangnya karena tidak adanya pembatasan atas persepektif nilai sehingga budaya yang saat ini terlalu terbuka, bebas dan tanpa arah. Meski berpikiran terbuka bukan berarti semua pikiran itu diterima begitu saja, pad proses awal memang butuh keterbukaan pada hal baru, namun pada tahap selanjutnya mesti diseleksi dengan baik dan benar. 

Normalisasi

Normalisasi merupakan suatu nilai yang awalnya tabu menjadi hal yang biasa dan terbuka kemudian dianggap biasa oleh masyarakat. Masyarakat kini awalnya menganggap bahwa pacaran pada mas sekolah merupakan hal yang tabu namun kini menjadi sesuatu yang dianggap normal. Normalisasi ini dilakukan bisa saja karena pengaruh budaya luar, kebijakan kebijakan pemerintah, maupun dari internal sosial yang sama-sama ingin berubah. 

Perilaku-perilaku yang saat ini kita lakukan dan jalankan di dalam kehidupan sosial masyarakat mungkin pada proses awalnya adalah hal yang tabu. Namun kemudian masyarakat mulai terbuka dan banyak yang melakukannya di depan umum sehingga menjadi normalisasi. Normalisasi ini adalah aturan yang tidak tertulis namun ini diakui dan disepakati oleh masyarakat meski tanpa ada perundingan. Semuanya berjalan begitu saja. Ini seperti sebuah tinta dalam susu yang awalnya putih namun lama kelamaan menjadi hitam karena ada proses penyebaran secara individu maupun kelompok. Apalagi dimasa sekarang maraknya teknologi informasi membuat sebuah budaya baru semakin cepat di normalisasi.

Dari tahap ke dua sampai keempat manusia itu tidak mesti melihat sesuatu itu dari baik buruk ataupun moralitas. Sebenarnya ini adalah tahapan kebebasan sosial yang ingin melepaskan diri dari belenggu sakralitas. Namun tetap saja pada akhirnya kebebasan tanpa moral hanya akan memunculkan budaya yang merusak. 

Kesadaran

Kemudian pada tahap ini manusia mulai sadar akan sesuatu yang pernah dilakukan sebelumnya. Kesadaran bisa dilakukan hanya sekedar pikiran dan ada juga dengan tindakan. Kesadaran ini memang tidak menjamin manusia berubah, namun ini adalah titik awal dalam melakukan perubahan. 

Pada proses kesadaran ini sebenarnya hampir sama dengan proses tabu. Namun pada proses ini kesadaran yang dimunculkan adalah kembali kepada sesuatu yang kebenaran. Berbeda dari proses tabu yang awalnya berasal dari belenggu sakralitas. 

Manusia tentunya memiliki akal dan budi yang mana manusia tidak bis mengelak dari sesuatu kebenaran. Batinnya berkata bahwa ini adalah sesuatu yang buruk namun karena hidup yang masih pada tahap normalisasi sehingga memang gak sulit untuk berubah. 

Evaluasi

Jauh berpikir mendalam dari tahap kesadaran dimana ketika manusia sudah pada tahap evaluasi ini maka pikirannya sudah sadar sepenuhnya dan mempersiapkan proses menuju perubahan yang baru yang lebih baik lagi. Terkadang proses evaluasi ini bisa kembali ke tahap sakralitas kembali yang mana sebenarnya apa yang disakralkan sebenarnya telah terbukti benar tidak hany sekedar doktrinal aja.

Tetapi ada juga memang mencari sebuah nilai yang baru yang lebih abik dari sebelumnya. Ilmu baru, metodologi baru dan cara pandang baru bisa muncul pad tahap ini. Ini bis terjadi karen proses evaluasi merupakan berpikir secara analitis dan mendalam sehingga akan memunculkan pengetahuan baru meskipun pikirannya tertuju pada ingin kembali ke pikiran yang sebelumnya. Terkadang nilai-nilai yang telah lalu dapan memunculkan nilai tambahan yng baru sehingga membuat nilai yang telah lama jauh lebih baik dan sempurna. 

Relife

Pada tahapan ini manusia telah hidup kembali menuju pemikiran dan kehidupan yang baru. Sebenarnya tidak ada manusia yang bisa kembali ke pemikiran lama dan kehidupan lama. Karena perbedaan waktu tentunya akan ada perbedaan pada ruang sosialnya. Misalnya ada sekelompok masyarakat yang ingin kembali ke ajaran yang murni seperti ajaran sebelumny karena dianggap yang paling benar. Namun sebenarnya hal itu tidaklah terjadi. Yang terjadi adalah kembali menuju kehidupan yang baru. Dari tesis, antitesis sehingga menciptakan sintesis. 

Sebuah perubahan biasanya selalu memunculkan perpaduan yang sebelumnya dan sebelumnya lagi. Kehidupan sosial manusia memang tidak dapat lepas dari sebelumnya yang mana pasti ada satu atau dua nilai yang masih terbawa. Seburuk-buruknya peristiwa masa lalu pasti akan ada nilai yang terbawa sampai saat ini. Tidak semua peristiwa buruk itu buruk semuanya pasti ada kebaikan yang bis diambil serta masih relevan jika diterapkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...