Langsung ke konten utama

Hidup Di Perputaran Dunia yang Sama

Mungkin ini bisa dikatakan sebuah globalisasi dimana ini ditandai dengan meluasnya informasi serta aksesnya. Pengaruhnya tentu sangatlah besar, sosial, budaya, pendidikan, teknologi, dan lainnya semuanya dipengaruhi oleh globalisasi. Sehingga bisa dikatakan manusia di muka bumi ini memiliki budaya yang sama. 

Sebenarnya di globalisasi ini sudah mulai ada ketika daerah lain menginvasi ke daerah lain sehingga terjadi persilangan antar budaya sehingga menciptakan sebuah budaya baru. Budaya yang baru bisa muncul dari mimpi dan imajinasi, kemudian direalisasikan kedalam dunia yang saat ini. 

Pola pikir kita mengenai fenomena-fenomena yang sudah atau sedang terjadi saat ini tidaklah hanya sekedar melihat dari segi mikro saja namun juga harus melihat dari makronya juga karena tidak menutup kemungkinan keseharian kita saat ini dipengaruhi oleh global. 

Semisal pada konsumsi makanan saja, kita mungkin lebih sering makan-makanan yang instan-instan, semua itu tentunya tak lain karena pengaruh dunia yang sudah mengglobal. Kita perlu akui bahwa yang namanya global ini tentu ada dampak buruknya namun mau tidak mau memang tidak bisa dihindari begitu saja. 



(Pixabay.com)


Ketika kita berpikir jika kembali ke. masa lalu merupakan hal yang menyenangkan karena makana melimpah, harga murah meski sederhana namun tetap bahagian sebenarnya hal tersebut tentunya mustahil untuk kembali seperti dahulu kala karena masa yang dulu dengan sekarang tentu masa yang berbeda. Jangankan menahan laju teknologi menahan laju waktu pun hal tersebut mustahil untuk dilakukan oleh manusia. 

Di masa kini dan yang akan datang tentunya akan berbeda cara dengan dimasa yang lalu. Kita mungkin bisa mencontoh kejayaan masa lalu namun dalam penerapannya tentu harus ada analisis mengenai kecocokannya apakah bisa diterapkan dan masih relavan. 

Dunia yang global ini memang sulitlah jika melakukan perubahan skala mikro saja. Ibarat menahan ombak dengan pasir kecil tentu hal tersebut, mustahil untuk menaham laju ombak. Jika memang melakukan perubahan yang efektif memang tidak tanggung-tanggung harus skala besar. 

Pola pikir masyarakat kini, pola pikirnya yang penting adalah hal-hal yang menurutnya yang penting penting saja. Semisal Ia yang penting bekerja dapat uang lalu uang itu digunakan untuk kebutuhan keluarganya. Memang tidak salah namun jika hanya sekedar disitu saja maka ini menjadi permasalahan, karena Ia tidak berpikir mengenai masa depan yang bukan hanya skala keluarga namun nasional. Ini seperti orang yang berpikir bahwa yang penting tidak merasakan sakit urusan sembuh atau tidak itu bukan urusan. Sehingga bukannya hidupnya semakin lebih baik justru malah semakin buruk. 

Globalnya kehidupan sekarang mestinya membuat manusia saling terhubung dan saling bisa bekerja sama. Karena kerja-kerja apa yang dilakukan sebenarnya tidak hanya sekedar kepentingan gaji semata namun ini juga menjadi sebuah pengaruh global. Namun, pada faktanya justru manusia semakin individual, yang mana meski manusia melakukan sebuah pekerjaan secara kelompok pada hakikatnya manusia ini melakukan pekerjaannya secara individu. Tidak ada yang namanya saling bekerja sama, yang ada adalah saling memperalat antara satu dengan yang lainnya. 

Jika kita ketahui bahwa pola pikir global saat ini adalah pola pikir egois. Yang ditonjolkan adalah kepentingan pribadi yang mana ini agar keinginannya tercapai tentunya harus memperalat orang lain. Bahkan orang yang diperalat pun tidak sadar jika dirinya diperalat, karena Ia merasa senang diperalat karena meski diperalat Ia mendapatkan sesuatu yang diinginkan. 

Seperti yang disebutkan tadi yang aman seorang buruh yang pola pikirnya yang penting adalah dapat uang. Sedangkan si bos tentunya akan mengabulkan itu semua, dengan mempekerjakannya padahal ini hanyalah tipuan untuk memperalat sang buruh untuk memperkaya si bos. Ini memang seperti seorang ikan yang memakan umpan, meski Ia dapat makanan dari umpan tersebut namun pada akhirnya Ia terjerat dan dimakan. 

Dunia global yang saat ini bukanlah dunia yang bebas seperti yang kita bayangkan, akan tetapi justru dunia yang kita kenal saat ini adalah dunia yang menjerat dengan cara dipancing oleh berbagai kenikmatan. Sulit rasanya memang menyadarkan orang bahwa kenikmatan yang saat ini adalah sebuah tipuan yang akhirnya menjerumuskan manusia kepada kehancuran. Secara sederhananya lebih mudah membodohi daripada mencerdaskan orang yang sudah terlanjur bodoh. Jadi apa yang harus kita lakukan di saat ini dan di masa depan tentunya jangan sampai generasi yang pikirannya masih bersih haruslah dibekali dengan sesuatu yang benar. Dunia yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi dimana keinginan kita dan tindakan kita itu pasti ada kaitannya dengan global. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...