Langsung ke konten utama

Kerja-kerja Untuk Apa

Lelah, stress, penuh tekanan hidup itulah yang sering dihadapi oleh pekerja. Namun mau bagaimana lagi kalau tidak sepertu tidak akan dapat penghasilan, jika tidak dapat penghasilan maka akan sulit untuk mempertahankan hidup. Logika materialisme yang telah mendorong kita agar menjadi manusia yang selalu ketergantungan akan barang. Entah bagaimana caranya harus memandang dunia ini, Ia bisa dipandang jelek sekaligus baik. 

Sebagian besar hidup kita memang dihabiskan untuk bekerja dari usia 18 sampai 60, usia kita dihabiskan hanya untuk bekerja. Dari bangun pagi sampai terlelap tidur, sebagian besar dihabiskan untuk bekerja. Hampir setengah hidup kita itu dihabiskan waktunya untuk bekerja. 

Namun, apakah bena jika hidup ini hanya untuk bekerja? Hidup untuk bekerja lalu mati begitu saja. Rela menghabiskan waktu untuk bekerja, sebenarnya apa yang diperjuangkan, siapa yang diperjuangkan lalu apa untungnya bagi si pekerja.

Siklus hidup ini memang tidak bisa lepas dari siklus bekerja. Memang itu adalah sesuatu yang alamiah dimana manusia terdorong melakukan suatu pekerjaan entah apa tujuannya dan apa untungnya bagi dirinya. Yang terpenting bekerja lalu dapat uang setelah itu dihabiskan begitu sajak. Seperti itulah siklusnya berputar-putar tanpa henti. 

Sebuah khayalan dalam pikiran dimana menginginkan hidup nikmat tanpa bekerja. Mungkin itu bukan kamu saja, tetapi semua orang juga inginnya seperti itu. Keinginan yang mungkin bisa saja terjadi namun harus dengan jalur kejahatan. 

Kerja melelahkan apalagi jadi pengangguran, seorang pekerja tak punya waktu namun memiliki uang sedangkan pengangguran punya waktu namun tidak memiliki uang. Semuanya pasti ada resikonya dan pasti ada untung ruginya. 

Kerja itu adalah ruang waktu dan aktivitas menjadi sebuah satu kesatuan. Manusia bercampur baur dalam hubungan kerja sehingga memunculkan hubungan yang mutualis. Namun tidak semua kerja-kerja itu menguntungkan, ada saja orang yang senang merugikan orang lain. 

Kerja-kerja saat ini apakah kerja normal dimana kita bekerja lalu dapat hasil yang sepadan. Rasanya kerja saat ini seperti dalam lingkaran setan dimana manusia bekerja bukan untuk dirinya tetapi untuk dirinya orang lain membentuk sebuah kelas kerja, yang mana semakin di atas semakin berjaya, semakin di bawah semakin sengsara. 

Dalam lingkaran setan ini dimana godaan selalu saja terjadi, banyak yang bekerja dengan cara yang tidak baik hanya demi keuntungan dirinya atau mungkin Ia melakukannya karena terpaksa. Seorang pegawai seks adalah pekerjaan yang buruk, namun bagaimana lagi jika keluar pun sulit namun jika diteruskan rasanya semakin menyiksa. 

Rasanya hidup ini tidak ada harapan, semakin kesini dunia semakin memeras. Entah apakah siklus hidup antara dulu dan sekarang itu sama hanya saja namun dengan modus yang beragam. Terpaksa melakukan sesuatu yang tidak diinginkan hanya demi kebutuhan hidup, bahkan rela menggadaikan diri. 

Manusia dalam melalukan pekerjaannya itu seperti s sebuah robot atau alat, yang terpenting Ia bekerja tidak peduli apakah itu baim atau buruk. Bekerja tinggal bekerja, pragmatisme yang tak peduli akan akibat membuat mereka acuh dengan keadaan.

Apa artinya sebuah pekerjaan jika hanya sekedar menggerakkan tubuh, tidak berpikir bajwa dirinya adalah manusia yang dimana memiliki siklus hidup yang seharusnya dinamis. Pergerakan hidup yang terlalu monoton, berjalan lurus-lurus saja, tanpa tahu makna dan arti sesungguhnya hidup. 

Bukankah hidup ini hany sekali? Sayang sekali jika hidup ini pergerakannya statis tidak dapan memberikan sebuah kontribusi yang signifikan. Setidaknya jika tidak merevolusi negara maka revolusi lah diri kita. Hidup itu memang perlu revolusi, dan memang jalannya manusia itu terus berubah.

Bukankah kamu adalah manusia yang memiliki segudang keinginan, tidak seperti kambing yang hidupnya hanya memakan rumput. Jika hidup tujuannya untuk kebutuhan makan, apa bedanya dengan kaMbing. Memang terkadang keinginan yang tidak realistis dan ekspetasi yang terlalu tinggi membuat hidup menjadi putus harapan. Seorang yang realistis bukanlah hidup apa adanya namun ada apanya. 

Ia berjalan yang terpenting ada tanah, tidak memikirkan apakah didepan ada sungai lalu membuat sebuah jembatan mungkin di sebrang sana ada tempat yang lebih indah. Namun apalah seorang yang terjebak dalam lingkaran setan, tidak mau melakukan sesuatu yang lebih. Malas sekali Ia melakukan suatu perubahan, yasudah pada akhirnya Ia adalah orang uang mati meski Ia masih hidup. 

Kerja-kerja memangnya untuk apa jika tak pernah tahu apa arti sebuah kerja. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...