Langsung ke konten utama

Problematika Perempuan di Saat Berkarir

Emansipasi Wanita zaman sekarang memang sudah nampak jelas, dimana saat ini tidak sedikit wanita yang memiliki profesi yang sama dengan laki-laki. Emansipasi wanita banyak gaungkan dimana-mana membuat wanita bergerak untuk melawan patriarkis. Antara perempuan dengan laki-laki kini sudah setara, sehingga memberikan kesempatan dan peluang untuk perempuan agar Ia bisa mengangkat derajat martabat dan martabatnya. 

(Pixabay.com)

Namun, hal tersebut ternyata menimbulkan permasalahan baru. Di sisi lain perempuan memang memiliki kesempatan untuk bekerja, tetapi di sisi lain pula perempuan sering mendapatkan ketidaknyamanan dalam pekerjaannya. Ini sama saja seperti melepas kambing di alam liar yang penuh dengan pemburu. 

Dari awal penerimaan bekerja pun memang ada unsur penindasan. Dimana para perusahaan sering mematok syarat bagi para calon pekerja agar belum menikah dan memiliki penampilan yang menarik. Sungguh persyaratan tersebut adalah sesuatu yang tidak penting sama sekali dalam pekerjaan, bukankah kinerja seorang pegawai lebih diutamakan daripada hanya sekedar menilai dari sisi status dan fisik. 

Ketika masuk bekerja pun tentu mereka para perempuan sering mengalami sebuah pelecehan, entah itu berbentuk, ucapan, tatapan ataupun gerakan. Semua itu tentu akan membuat Ia tak nyaman pada saat bekerja, terlebih lagi para pimpinan perusahaan yang sering menuntut hal yang tidak-tidak. Harus berpakaian seksi dan semacamnya, alasannya untuk menarik customer. Padahal etika dan bahasan yang santun justru lebih baik dalam menarik customer. 

Para perempuan mereka bekerja bahkan rela menjual kehormatannya hanya demi mengejar karir. Mau bicara lantang pun untuk melaporkan itu semua adalah sesuatu yang sulit karena pasti akan ada banyak ancaman yang akan dihadapi. Apalagi ditambah dengan pekerjaan domestik yang begitu melelahkan harus mengurus anak serta rumahnya. Wajar saja memang jika banyak perempuan yang keluar dari pekerjaan tersebut dan lari menjadi ibu rumah tangga atau berbisnis, biarpun penghasilan kecil dan tidak memiliki pangkat yang tinggi tetapi mereka bisa hidup nyaman dan aman. 

Namun bagi mereka yang menjadi tulang punggung keluarga tentu sulit untuk keluar dari pekerjaannya.  Karena jika tidak, bagaimana Ia bisa menghidupi keluarganya sedangkan banyak kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Ketika hamil apalagi keselamatannya cukup rentan, lelahnya bekerja serta gizi yang kurang tentu akan mempengaruhi janin yang ada didalamnya. Tidak sedikit memang banyak para perempuan yang bekerja kemudian mereka mengalami keguguran.

Ini menjadi sesuatu yang ironis memang, bukannya mengangkat derajatnya tetapi justru malah memuat dirinya semakin rendah. Memang setiap pekerjaan pasti memiliki resiko, tetapi bukan berarti harus sampai mengintimidasi, membahayakan diri apalagi sampai bunuh diri. 

Permasalahan ini tidak hanya di alami oleh mereka yang bekerja sebagai buruh pabrik saja, tetapi di semua sektor pekerjaan yang terpandang dengan pangkat yang lebih tinggi rentan akan pelecehan dan kekerasan. Seperti inikah dunia ini, dimana rasanya perempuan hanya dijadikan sebagai alat dan mainan saja. 

Apa yang terjadi saat ini tidaklah bisa dibiarkan begitu saja, kesempatan dan kesetaraan hak ternyata tidaklah cukup. Perlu adanya perlindungan serta sistem kerja yang khusus bagi para perempuan agar mereka bisa nyaman ketika bekerja serta memiliki kebebasan yang semestinya. Perempuan bisa mengenksperikan dirinya, aktif, serta kreatif, tanpa ada aturan yang intimidatif. Selama kinerjanya bagus dan tidak melampaui batasan norma. 

Memang kita perlu sebuah aturan yang berpihak kepada perempuan, karena saat ini perempuan masih rentan akan kesehatan, pelecehan, intimidatif dan perilaku lainnya sehingga perlu danya sangksi tegas bagi yang melakukannya. Jika perlu memang di ranah pekerjaannya memiliki label aman bagi perempuan, dimana perusahaan tersebut memang cukup aman dan yaman bagi kaum perempuan. Perusahaan jangan hanya mencari profit dengan cara memperalat perempuan saj tetapi juga dapat memberikan yang semestinya didapatkan oleh perempuan di saat Ia bekerja. 

Keluarga juga menjadi faktor utama bagi kesuksesan seorang perempuan, entah itu dari keluarga orang tua, mertua maupun suaminya. Memberikan dukungan moral dan emosional sangatlah diperlukan bagi perempuan, karena perempuan bekerja menggunakan perasaan. Semakin baik perasaannya maka semakin baik pula kinerjanya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan tidak Menciptakan Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Lalu apakah kemiskinan itu tuhan sendiri yang menciptakannya atau manusia sendirilah yang menciptakan kemiskinan tersebut. Akan tetapi banyak dari kalangan kita yang sering menyalahkan tuhan, mengenai ketimpangan sosial di dunia ini. Sehingga tuhan dianggap tidak mampu menuntaskan kemiskinan. (Pixabay.com) Jika kita berfikir ulang mengenai kemiskinan yang terjadi dindunia ini. Apakah tuhan memang benar-benar menciptakan sebuah kemiskinan ataukah manusia sendirilah yang sebetulnya menciptakan kemiskinan tersebut. Alangkah lebih baiknya kita semestinya mengevaluasi diri tentang diri kita, apa yang kurang dan apa yang salah karena suatu akibat itu pasti ada sebabnya. Tentunya ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi, yakni pertama faktor  mindset dan prilaku diri sendiri, dimana yang membuat seseorang...

Pendidikan yang Humanis

Seperti yang kita kenal pendidikan merupakan suatu lembaga atau forum agar manusia menjadi berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan merupakan tolak ukur sebuah kemajuan bangsa. Semakin baik sistem pendidikannya maka semakin baik pula negaranya, semakin buruk sistem pendidikannya semakin buruk pula negara tersebut. Ironisnya di negara ini, pendidikan menjadi sebuah beban bagi para murid. Terlalu banyaknya pelajaran, kurangnya pemerataan, kurangnya fasilitas, dan minimnya tenaga pengajar menjadi PR bagi negara ini. Saat ini pendidikan di negara kita hanyalah sebatas formalitas, yang penting dapat ijazah terus dapat kerja. Seakan-akan kita adalah robot yang di setting dan dibentuk menjadi pekerja pabrik. Selain itu, ilmu-ilmu yang kita pelajari hanya sebatas ilmu hapalan dan logika. Akhlak dan moral dianggap hal yang tebelakang. Memang ada pelajaran agama di sekolah namu hal tersebut tidaklah cukup. Nilai tinggi dianggap orang yang hebat. Persaingan antar sesama pelajar mencipta...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...