Langsung ke konten utama

Perjuangan Menuju Kebahagiaan

Sesuatu yang tidak masuk akal dalam diri manusia adalah kebahagiaan. Setiap manusia di dunia ini pasti memiliki tujuan yang sama yakni mencari sebuah kebahagiaan. Antara bahagia dengan senang memang ada beda, senang itu sesaat sedangkan bahagia itu lama, senang itu berasal dari nafsu sedangkan bahagia berasal dari hati. 

Tak lain dalam hidup manusia tujuannya tentu untuk mencapai kebahagiaan, entah caranya bagaimana yang terpenting bagaimana dirinya bisa hidup bahagia. Setiap orang memiliki cara dan bentuk kebahagiaanya masing-masing. Ada yang bahagia karena barang, keluarga, pasangan, pengalaman dan masih banyak lagi. 

(Pixabay.com)

Manusia memang selalu melakukan berbagai cara bahkan dengan hal yang tidak masuk akal mun akan Ia lakukan. Bahkan rela menyakiti diri sendiri hanya demi mendapat kebahagiaan, mungkin saja sakit yang diderita itu lah yang Ia Inginkan. Kebahagiaan memang tidak akan terasa nikmat jika tanpa perjuangan dan rasa sakit. 

Ada orang tua yang berangkat pagi pulang malam hanya demi kebahagiaan keluarganya, biarpun lelah di saat bekerja rasa itu ternyata akan hilang di saat bekerja. Ada yang lelah berjalan dengan kendaraan ditambah cuaca yang panas dan melelahkan hanya demi untuk pergi liburan, rasa tak nyaman diperjalanan mungkin akan terbayarkan saat Ia mencapai tujuannya. Mendaki gunung yang teramat melelahkaan saat di perjalanan kini terbayarkan sudah jika sampai di puncaknya, menyajikan sebuah panorama yang indah. Dan banyak lagi perjuangan dan rasa sakit hanya demi mencapai sebuah kebahagiaan. 

Kebahagiaan memang sesuatu yang tak ternilai bahkan Ia tak bisa terbayarkan oleh uang sekalipun. Orang yang banyak uang belum tentu Ia bahagia, bisa saja Ia merasa bosan karena terlalu mudah untuk mendapatkannya. Berbeda dengan mereka yang memiliki uang pas-pasan mereka setiap hari berjuang mengumpulkan receh hanya demi mendapatkan sesuatu yang diinginkan. 

Datangnya kebahagiaan itu memang tidak dari seberapa mudahnya hal tersebut didapat, namun seberapa besar perjuangan untuk mendapatkannya. Bahagia bukan seperti apa bentuknya namun seperti apa perjuangannya. Sebuah perjuangan menjadi rekam jejak kita dalam mencapai sesuatu yang diinginkan, mengisahkan sebuah kenangan yang tak terlupakan. 

Rasa kecewa dalam sebuah kegagalan untuk meraih kebahagiaan memang tidak dapat dihindari. Bahkan ada yang sampai putus asa dan enggan untuk meraihnya kembali. Menganggap dirinya gagal dan kehilangan tujuan hidup. Memang seperti itu lah hidup, jika siap untuk bahagia maka harus siap juga untuk kecewa. 

Namun perlu diperhatikan, rasa kecewa dalam mencari sebuah kebahagiaan itu karena salam dalam mencari kebahagiaan, seperti melihat kebahagiaan dari sisi orang lain, maksudnya ingin mendapatkan  apa yang dimiliki orang lain. Memang banyak orang seperti itu, dimana ingin mendapatkan sesuatu yang seperti apa yang dimiliki orang lain. Hal tersebut tentunya malah mengundang rasa iri dalam hati, apa lagi jika tidak mampu untuk menggapainya.

Bukannya mendapatkan kebahagiaan justru malah menyiksa diri. Kebahagiaan orang lain tetaplah kebahagiaan bagi dirinya dan kebahagiaan bagi diri sendiri adalah kebahagiaan bagi diri. Jangan mengukur kebahagiaan dengan ukuran yang lain jelas-jelas itu salah, namun ukurlah kebahagiaan itu berdasarkan hati pribadi dan keinginan sendiri. Maka hati akan menunjukan kebahagiaan yang sesungguhnya. 

Tujuan hidup kita memang untuk bahagia, namun yang perlu dipertanyakan bahagia seperti apa yang harus dimaksud. Banyak yang terjebak dalam kehidupannya karena salah dalam memahami kebahagiaan. Untuk menggapai kebahagiaan memang butuh pengorbanan tetapi bukan berarti menjadi korban. Tetap saja harus mengutamakan keamanan dan keselamatan, karena kalau tidak bisa jadi bukannya mendapatkan kebahagiaan akan tetapi justru malah menambah penyengsaraan. 

Bahagia yang abadi bukanlah bahagia saat di dunia, namun di akhirat kelak. Hati yang rindu akan kampung akhirat, maka di alam dunia akan merasa bahagia meski banyak cobaan dan keadaan yang menyakitkan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...