Langsung ke konten utama

Dunia adalah Penjara

Meski dunia ini begitu luas, namun rasanya seperti ada yang mempersempit diri. Entah itu berasal dari diri sendiri maupun dari orang lain. Sadar atau tidak sebenarnya hidup kita seperti dipenjara dan dikontrol oleh sesuatu. Apa yang kita inginkan, apa yang kita mau dan apa yang kita lakukan sebenarnya ada sesuatu yang mengontrol diri.

Seperti misalnya keinginan untuk membeli makanan enak, lantas benarkah pikiran itu tiba-tiba ada seperti sebuah imajinasi. Pasti semuanya sudah muncul sebelumnya lalu kita menginginkan hal tersebut. Ada yang makan mie, bakso, sate dan semacamnya, kita menginginkannya. Hal ini tentu sudah ada dan kita ingin mencobanya dan merasakannya. 

(Pixabay.com)

Ternyata impian yang dianggap berdasarkan keinginan diri rupanya memang berasal dari kontrol orang lain. Tidak mungkin misalnya ada orang yang bercita-cita menjadi alien, putri duyung atau tokoh fiksi lainnya. Karema itu tidak mungkin, sosial kita mengatakan itu bukanlah cita-cita dan keinginan tetapi itu hanya sebuah khayalan. Sebuah impian yang kemudian dipatahkan oleh realita. 

Sekedar berkeinginan pun rasanya tidaklah bebas, apa yang ada dipikiran mesti harus sama sesuai dengan kondisi sosial. Inilah yang membuat kita takut untuk bermimpi dan bergerak, karena selalu dipatahkan oleh realita. Overthinking menjadi sesuatu yang menakutkan bagi sebagian orang, bayang-bayang masa depan yang absurd seakan tergambar di masa depan. 

Dunia ini memang seperti sebuah penjara, jika kita merasa bebas dari suatu pekerjaan maka sebenarnya kita beralih menuju penjara yang lainnya yang itu mungkin banyak yang tidak disadari. Jika kita jenuh untuk belajar karena merasa pelajaran itu memusingkan, kemudian beralih ke dunia hiburan seperti game atau bermedia sosial. Aslinya ini juga perangkap baru juga, karena hal tersebut membuat waktu kita terbuang sia-sia. 

Jika kita awalnya menjadi seorang karyawan baru kemudian menjadi seorang pejabat maka sebenarnya itu hany peralihan dari satu tanggung jawab kepada tanggung jawab yang lebih berat lagi.  Terkadang kita berharap memiliki nasib yang sama seperti apa yang dirasakan oleh orang lain, kaya, jabatan tinggi, terkenal dan lainnya. Memang sepertinya menyenangkan namun dibalik itu semua pasti mereka banyak masalah. Menukar kenikmatan sama saja menukar penderitaannya juga. 

Jadi memang perlu kita syukuri yang sudah ada bisa saja apa yang dimiliki saat ini adalah hal yang diinginkan oleh banyak orang, atau misalnya kita bertukar nasib dengan apa yang kita anggap baik bisa saja justru jauh lebih buruk dari sebelumnya. Sebenarnya yang salah bukan nasibnya tetapi bagaimana cara kita memandang nasib tersebut. 

Hidup ini memanglah penjara, selama ada manusia lain maka itulah penjara kita. Memang tidak dikurung, namun kita tidak bebas. Saat ada orang lain, kita tidak bebas mengekspresikan diri kita, saat  diekspresikan bisa saja kita diejek, ditertawakan, dicemooh, dikritik, bahkan dihina. Memang seperti itulah hidup kita tidak dapat mengontrol sesuai apa yang diinginkan. Apa yang kita lakukan pasti ada yang suka dan ada yang tidak suka.

Dunia ini menipu, dunia ini menjebak apa yang terlihat manis rupanya akan menusuk dibelakang. Memang selama hidup kita tidak dapat lepas dari jeratan dunia, dari mulai makan, tidur dan yang lainnya kita tidak bisa lepas dari itu semua. Tetapi setidaknya pikiran dan hati ini bisa terlepas dari jeratan itu semua. 

Dunia ini hanyalah sebuah permainan, jadi untuk apa bermain-main dengan hal yang main-main, bisa saja ketika kita main-main justru malah diri kita yang dipermainkan. Sebuah kenikmatan dunia tidaklah membebaskan diri kita dari sebuah masalah, justru malah memenjarakan diri kita. Mestinya kita sadar bahwa dunia ini hanyalah sesaat, jadi manfaatkan dunia bukan dunia yang memanfaatkan kita. Manfaatkan dunia secukupnya saja, karena yang cukup dan pas itu lebih baik daripada berlebih-lebihan. 

x

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...