Langsung ke konten utama

Perasaan yang Terhegemoni

Sedih, ragu, susah dan gelisah merupakan perasaan yang sering dialami oleh manusia-manusia yang berpikiran sempit. Overthinking merupakan penyakit yang sulit untuk diobati selalu menghinggapi mereka yang berotak sempit. Banyak sekali orang-orang yang selalu memposting kata-kata indah namun memilukan, hidupnya seakan terasa berat padahal itu sebenarnya berlebihan. 

Manusia yang berpikiran sempit memang selalu menganggap tidak ad keberuntungan bagi dirinya selalu merasa sial dalam hidupnya. Selalu memandang keatas kepada mereka yang memiliki apa yang diinginkannya. Menganggap dirinya serba kekurangan dan orang yang paling menderita. Orang yang berpikiran sempit memang seperti itu, hanya melihat ke depan, tidak melihat di sekitarnya. 

(Pixabay.com)

Ia tidak berpikir bahwa ada yang lebih terpuruk darinya namun tetap bersemangat dalam menjalani hidupnya. Mereka selalu menganggap dirinya paling menderita padahal hal itu sebenarnya biasa saja. Entah Ia memang benar-benar menderita atau hanya sesuatu yang dibuat-buat untuk mendapatkan simpatisan dari banyak orang.

Nyatanya memang banyak penderitaan yang sengaja dibuat-buat untuk mendapatkan simpatisan banyak orang. Entah tujuannya untuk disukai banyak orang dan viral atau Ia membutuhkan seorang teman. Kesannya seperti orang yang lebay atau berlebihan, hidupnya kurang kerjaan sekali.  

Mereka secara tidak sadar justru malah menghegemoni diri sendiri. Rasa takut, ragu, sedih, dan rasa negatif dirinya telah menguasai dirinya sendiri. Tidak menutup kemungkinan bahwa hegemoni ini akan mempengaruhi banyak orang. 

Banyak yang saat ini sering membuat cerita sedih tentang dirinya lalu banyak yang tersentuh dan pada akhirnya mengikuti jejak langkahnya. Memang terkadang sebuah informasi ada benarnya dan juga banyak salahnya juga. Tidak bisa mengangap itu adalah benar sepenuhnya dan salah sepenuhnya. 

Mereka yang tersentuh secara tidak sadar Ia telah terhegemoni, Ia mereka bahwa ada kesamaan didalam penderitaan yang dialaminya. Padahal apa yang dipikirkan dengan apa yang ada dalam kenyataan belum tentu sama. Bisa saja kenyataan yang ada itu tidak semengerikan apa yang di pikirkannya. Semisalnya ketakutan terhadap kedewasaan atau putus hubungan. 

Orang-orang yang tak cerdas mudah sekali dipengaruhi oleh orang lain, Ia tidak berpikir kritis dan analitis. Kesedihan, keraguan, dan ketakutan merupakan respon dari kesenangan yang berlebihan, ekspetasi yang tinggi hingga pada akhirnya di titik tertentu justru malah menimbulkan kekecewaan yang mendalam. 

Karena media sosial itu penyebarannya begitu cepat dan masif, sehingga membuat banyak orang terpengaruh. Akhirnya banyak orang-orang yang pada akhirnya menjadi seorang yang bermental lemah. Harapan dalam hidup mereka seakan hilang, malas untuk berjuang, dan pada akhirnya terkurung dalam pikirannya sendiri. Salah paham sudah dalam memahami hidup. 

Manusia semakin ke sini justru bukannya semakin tersadarkan justru malah semakin bodoh. Ketika mereka sadar jika Ia sudah dibodohi justru malah beralih pada kebodohan yang lainnya. Hidupnya seakan dinamis bergerak maju padahal hanya berputar-putar disitu-situ saja, hanya berpindah-pindah dari satu kebodohan ke kebodohan lainnya. 

Orang-orang saat ini bisa disebut bodoh dan juga bisa disebut pintar. Bodoh dalam artian mereka mudah dipengaruhi oleh media sosial dan pintar namun hanya sekedar memanfaatkan teknologinya saja. Ini seperti monyet yang menaiki mobil, menguasai namun tak dapat menggunakannya dengan baik.

Sudahi saja drama hidup yang berlebihan itu, hidup itu belum tentu seperti apa yang ada dalam media sosial. Memang kita perlu juga tahu kenyataan yang sesungguhnya agar kita tahu apa yang sesungguhnya yang terjadi. Berhenti mengkonsumsi  info-info yang tidak berguna dan tidak relevan itu rasanya lebih baik.

Hidup itu harus berdasarkan apa kata diri sendiri bukan apa kata orang lain. Jika orang berpikiran A tidak mesti harus berpikiran A juga, namun pikiran A ini bukan berarti salah. Semuanya tergantung konteksnya seperti apa, jika salah dalam memahami konteks maka akan salah pula dalam memahaminya salah dalam memahaminya akan salah pula alam bertindak. Selalu tetap teliti dan memperbaiki diri. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...