Langsung ke konten utama

Ketersesatan dalam Menjalani Hidup

Ada sesuatu yang kita anggap benar justru malah menyesatkan, hal ini karena bisa saja manusia lalai dalam berpikir dan memang melakukan suatu hal sehingga hal tersebut menjadi salah. Memang tidak ada cara lain dalam mencapai kebenaran itu dengan cara selalu memperbaiki diri. Karena manusia bukanlah manusia sempurna sehingga Ia harus tetap bergerak untuk terus menjadi lebih baik. Di sisi lain, memang adanya kesempurnaan manusia itu ketika Ia selalu memperbaiki dirinya. Jika manusia tak mau memperbaiki dirinya dan merasa selalu benar hakikatnya Ia adalah manusia yang tersesat. 

Lalu selain itu, apa saja kesesatan dalam hidup. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut: 

1. Niat dan Cara yang salah

Ini adalah sesuatu yang mendasar dalam melakukan suatu hal, dimana niat merupakan inti utama dalam melakukan suatu perbuatan. Manusia tidak akan melakukan sesuatu tanpa dan niat di dalam hatinya meskipun apa yang Ia lakukan hanya sekedar ikut-ikutan. Ketika niat seseorang sudah salah, pasti kedepannya juga salah meski terlihat baik bisa saja itu hany manipulasi. Maka apapun itu jika ingin berbuat baik maka niatnya pun harus baik juga. 

Begitu juga dengan caranya, baik niat maupun cara itu haruslah berbanding lurus. Karena akan tetap saja salah misalnya jika berniat baik untuk memberi orang miskin, namun caranya dengan merampok orang lain. Bukannya menyelesaikan masalah justru ini malah menambah masalah. Maka dari itu sebelum melakukan sesuatu niatkan terlebih dahulu terus rancang rencananya dengan sebaik mungkin. 

2. Berlebihan dalam hal apapun

Segala apa yang dilakukan dengan berlebihan hal itu tetap saja salah, biarpun apa yang dilakukan tujuannya untuk kebaikan, jika dilakukan secara berlebihan maka kebaikan tersebut menjadi salah. Misalnya ketika orang tua yang baik dan sayang pada anaknya namun anaknya terlalu dimanja. Hal ini tentunya berlebihan, memang orang tua baik dan sayang pada anaknya tidaklah salah namun jika berlebihan sampai-sampai dimanjakan justru inilah yang tidak baik. Anak bukannya semakin baik justru menjadi semakin ketergantungan dan tidak dapat mandiri. Masih banyak contoh lainnya yang serupa, apapun itu jika dilakukan secara berlebihan sesungguhnya itu tidaklah baik. Kita harus mengukur juga kemampuan dan kesanggupan kita agar efeknya tidak merusak diri. 

3. Cara pandang yang monoton

Orang yang berpikiran monoton selalu memandang sesuatu itu dari satu sudut pandang saja. Misalnya Ia memahami sesuatu hal yang baru adalah hal yang terlarang oleh agama, padahal ini jelas-jelas salah. Mengapa demikian, karena memahami suatu fenomena dari satu sudut pandang saja atau dari satu sumber saja. Padahal ada pemahaman atau sumber lain yang sesuai dengan konteks yang ada sehingga apa yang dilihat tidak serta merta salah. 

Dalam memahami sesuatu, kita perlu adanya sudut pandang yang beragam. setiap sudut pandang pasti akan memunculkan beragam pemahaman. Sehingga membuat pemahaman semakin kaya dan tidak mudah untuk menyalah-nyalahkan. Memang sulit hal ini terapkan bagi orang-orang yang pikirannya tidak mau terbuka, mereka merasa benar padahal tersesat. Seperti jalan saja pasti ada banyak jalan untuk mencapai satu tujuan tersebut, mau jalan apapun jika jalan tersebut mengarah untuk menuju satu tujuan sama maka berbeda meskipun berbeda jalur. Maka dari itu kita memang dianjurkan untuk belajar dengan guru yang berbeda dan tempat yang berbeda sehingga membuat keilmuan semakin beragam tidak terpaku pada satu pemahaman. 

4. Pemikiran yang Stagnan

Stagnan atau pikiran yang tidak berkembang adalah sesuatu yang membuat manusia tersesat. Mereka yang memiliki segalanya namun pikirannya stagnan maka hal itu percuma, karena Ia tidak bisa berkembang meskipun dengan fasilitas yang memadai. Memang ada saja orang yang kecerdasannya tidak bisa berkembang entah itu karena malas atau karena takdir. Namun tetap saja manusia dianjurkan untuk terus berusaha, karena ada kemungkinan pikiran akan terus berkembang. 

Memang yang salah adalah mereka yang malas untuk belajar lebih maju, seakan apa yang dipahami merasa cukup. Padahal yang namanya pengetahuan itu akan berkembang seiring waktu, sehingga tidak ada alasan merasa cukup dengan ilmu saat ini. Pikiran yang stagnan tidak akan mampu beradaptasi dan mampu mempelajari hal-hal baru, membuat mereka mati ditelan oleh zaman. 

5. Salah menempatkan sesuatu

Jika kita melakukan sesuatu mungkin apa yang kita anggap benar bisa saja salah. Hal ini karena kita salah dalam menempatkan sesuatu, misalnya ketika di dalam kelas semestinya belajar justru malah makan. Makan sebetulnya bukanlah sesuatu yang salah namun itu bisa menjadi salah jika tidak sesuatu waktu dan tempatnya. Maka dari itu apapun yang dilakukan tetap harus melihat situasi dan kondisinya seperti apa, karena jika tidak bisa jadi kita yang salah. 

6. Salah dalam memahami sesuatu

Berkembangnya informasi ternyata tidak membuat seseorang benar dalam memahami sesuatu. Terkadang apa yang kita pahami nyatanya adalah sesuatu yang salah. Misalnya memahami makna healing yang banyak dimaknai sebagai liburan, padahal healing itu penyembuhan secara psikologi. Semestinya sebelum menggunakan sebuah kata-kata untuk caption lebih baik lihat dulu definisi sesungguhnya agar tidak memalukan saat dilihat orang lain. 

Pemahaman lain misalnya ketika mengkaitkan pakaian muslim dengan orang yang tinggi ilmu agamanya. Padahal tidak ada hubungannya antara pakaian dengan keilmuan seseorang, hanya saja banyak orang berilmu agama tinggi pakaiannya demikian sehingga jika ada orang yang berpakaian sama dianggap orang yang berilmu, padahal ini jelas-jelas salah dalam memahami hal tersebut. Maka dari itu selain menilai penampilan dari luar, perlu juga memahami sesuatu lebih dalam agar idak salah kaprah dalam memahami sesuatu. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...