Langsung ke konten utama

Menjaga Ketertiban atau Akal-akalan

Menjadi suatu hal yang wajib di setiap negara agar menjalankan ketertiban. Ketertiban ini diberlakukan agar kehidupan masyarakat tidak saling bergesekan sehingga terjamin kehidupan aman, nyaman dan tentram. Maka dari itu, menciptakan sebuah aturan yang sistematis tentu hal tersebut merupakan sesuatu yang perlu dilakukan. Jika sebuah negara tidak memiliki sebuah aturan maka ketertiban pun tidak akan tercapai, yang terjadi justru malah kekacauan yang ada. 

Jika bicara ketertiban tentu harus bijak pula dalam melakukannya, jangan sampai demi menegakkan keadilan sampai banyak korban yang berjatuhan. Ketertiban itu memang penting namun kesejahteraan itu lebih penting. Apa artinya sebuah ketertiban jika banyak yang sengsara. 

(Pixabay.com)

Membuat sebuah aturan misalnya dilarang berjualan di pinggir jalan karena mengganggu ketertiban umum. Orang yang tak sekolah pun kalau tahu itu adalah perbuatan yang salah, cuman yang jadi masalah adalah urusan kehidupan. Manusia serendah apapun pasti butuh makan, sehingga rela melakukan apapun meski hal tersebut memang salah. 

Sedangkan mereka yang bermodal besar dapat berjualan dengan bebas. Pengusiran beralasan demi ketertiban, padahal mengusir mereka yang membuat merugi dirinya. Sebuah ketertiban nyatanya selalu berpihak pada mereka yang bermodal besar. Mereka sebagi pesuruh hanya beralasan demi menjalankan tugas, tidak peduli Ia bisa makan atau tidak di hari esok. Di balik aturan pasti ada urusan perut di dalamnya. 

Bahkan banyak di berbagai negara menggunakan alasan ketertiban untuk menutup-nutupi aib di negaranya. Negara dengan penyandang predikat kota paling sejahtera maka warganya pun harus memiliki cerminan demikian. Namun sayangnya bagi mereka yang tidak demikian akan disingkirkan, dipinggirkan. Mereka tidak terpandang sebagai manusia, namun seperti tikus got. 

Lebih parahnya ketertiban ini diberlakukan demi kelancaran bisnis yang tidak ramah, banyak warga yang terusir dari ruang hidupnya hanya demi karena sebuah proyek pembangunan. Mengambil kekayaan alam demi pertumbuhan ekonomi namun disisi lain merampas hak hidup masyarakat sekitar. Seperti itu kah sebuah cerminan ketertiban, yang ditertibkan hanya yang tak punya apa-apa sedangkan bagi mereka yang kaya bebas melakukan apapun. 

Perlukah kita mengusir tikus di rumah sedangkan tikus juga butuh tempat tinggal, perlukah kita membunuh serangga karena merusak tanaman padahal serangga juga butuh makan. Mereka sebetulnya tidak akan tinggal di rumah jika Ia memiliki tempat tinggal yang nyaman dan mereka tidak akan merusak tanaman jika persediaan makanan di alam masih melimpah. Nyatanya mereka melakukan itu bukan karena kemauannya namun karena ruang hidupnya. Hewan  pun akan melakukan apapun demi makan dan tempat tinggal sama seperti manusia, hanya saja mereka tidak serakah. 

Di dunia ini tidak ada yang namanya negara yang sejahtera secara menyeluruh, yang ada bagaimana terlihat sejahtera. Rela menyingkirkan orang yang sengsara agar terlihat sejahtera. Lalu apa gunanya hal seperti itu, hanya sekedar dibanggakan oleh orang luar, namun aslinya hina oleh masyarakatnya sendiri.

Sebuah aturan memang tidak bisa dilihat dari satu sisi apalagi hanya sekedar sisi administratif saja. Tetapi lebih dari itu aturan memang haruslah tidak memberatkan di alah satu pihak dan bagaimana agar satu sama lainnya tidak saling bertabrakan. Bukannya membuat ketertiban tetapi justru malah menambah kekacauan. Adalah hal yang aneh di dalam sebuah negara dimana memberlakukan suatu aturan namun justru malah menambah masalah baru. 

Mestinya dalam memberlakukan sebuah kebijakan tidak memandang sebelah mata. Pentingnya lagi sebelum melihat kebijakan, maka harus lihat terlebih dahulu akar permasalahannya. Mereka yang tak pernah merasakan miskin tentu tidak akan pernah tahu mengapa orang teresebut miskin. Maka dari itu kita memang butuh sesosok orang yang tidak hanya sekedar memerintah namun juga ikut merasakannya.

Jika sebuah aturan yang merusak itu diberlakukan, maka tidak menutup kemungkinan akan ada banyak lagi aturan yang semakin merusak. Aturan yang merusak hanya memihak pada segelintir orang agar memuluskan bisnisnya, mereka tahu apa yang mereka lakukan pasti akan ada banyak yang dirugikan. Namun dalam pikirannya yang penting dirinya saja yang tidak merugi. 

Tidak ada jalan lain selain meruntuhkan mereka para benalu. Sekalinya benalu tetaplah benalu, Ia selalu merugikan yang lain demi keuntungan pribadi. Sistem yang usang juga haruslah dirombak, segala aturan yang merusak mestilah dibumihanguskan. Aturan yang rusak tetaplah merusak, jika diperbaiki pun hanya akan memunculkan sebuah manipulasi yang menimbulkan kerusakan yang baru. Kerusakan dimuka bumi ini akan terus berlangsung selama orang-orang baik itu diam.

Selamat jalan hati nurani. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...