Langsung ke konten utama

Mengejar Kebenaran dalam Hidup

Dalam hidup ini apa yang sebenarnya dicari. Harta, tahta, cinta, popularitas atau semacamnya, banyak yang rela mengejar-ngejar itu semua. Mereka beralasan bahwa itulah sumber kebenaran, yang membuat manusia bahagian. Setiap manusia memiliki kebenarannya sendiri masing-masing, mereka yang berbuat jahat pun akan menganggap bahwa hal itu adalah sesuatu yang benar. 

Lalu, apa sebenarnya sebuah kebenaran itu, mengapa setiap manusia memiliki kebenarannya masing-masing. Jika kebenaran itu adalah satu lantas siapa orang yang benar di muka bumi ini. Apakah tokoh agama kah, para filsuf kah, hakim atau para pejabat tinggi yang apapun mereka lakukan selalu dianggap benar. 

(Pixabay.com)

Setiap saat manusia bertengkar dengan persoalan yang sama namun dengan cara pandang yang berbeda. Pertengkaran itu antara benar dengan benar bukan benar dengan yang salah. Manusia sering berdebat siapa yang salah dan siapa yang benar. Mereka yang menganggap dirinya benar sementara yang lainnya salah dan lawannya. pun demikian sama pula berpikiran seperti itu. 

Mereka yang memiliki pemikiran yang sama mengenai sebuah kebenaran maka akan membuat sebuah kelompok. Manusia itu memang makhluk yang senang berkelompok, di dalam sebuah kelompok ada yang paham akan kebenarannya, ada yang cari aman dan ada yang sekedar ikut-ikutan saja. Meski dalam satu kelompok ternyata setiap orang juga memiliki kebenarannya masing-masing. Inilah yang membuat manusia sering terpecah-pecah, karena memiliki kebenaran yang berbeda. 

Manusia memang memiliki kehendak bebas, Ia bebas memilih apa yang diyakininya dan dijalaninya. Tidak seperti makhluk lain yang hidupnya seragam. Lalu apa yang membuat kepercayaan akan kebenaran itu berbeda-beda. Hal ini sebenarnya tergantung dari ilmu pengetahuan, cara pandang, intuisi, cara memahami, dan kreatifitas manusia itu sendiri. 

Sebuah benda sebenarnya semuanya sama, namun ketika benda itu masuk kedalam otak manusia maka setiap orang akan memahaminya secara berbeda. Jika saya melihat sebuah batu maka cara pandang aku dengan yang lainnya akan berbeda. Mereka yang seniman batu itu adalah seni, mereka yang pebisnis menganggap batu adalah uang, mereka yang tukang batu itu adalah bahan bangunan dan lainnya. Semuanya memandang satu objek yang sama hanya saja memiliki beragam pandangan. Semuanya benar menurut ukurannya masing-masing. 

Lalu tentang kebenaran yang saat ini yang dipercayai apakah kebenaran itu memang benar-benar sesuatu yang benar atau justru sebaliknya kebenaran yang diyakini telah lama nyatanya adalah sebuah kekeliruan. Selamanya manusia tidak akan berada pada puncak kebenaran yang hakiki, manusia dituntut untuk selalu memperbaiki kebenaran yang diyakininya. 

Manusia yang merasa yakin dengan apa yang diyakininya atau merasa paling benar maka Ia akan terjebak selamanya dalam pikirannya sendiri. Ia senang menyalahkan-nyalahkan orang lain, tidak mau menghargai perbedaan, tidak mau maju dan berubah, tidak mau belajar dan tidak mau memperbaiki dirinya.

Kebenaran yang mutlak Ialah Tuhan sendiri, Ia maha tahu karena Ia yang telah menciptakan pengetahuan. Di setiap penciptaan Ia juga menciptakan sebuah hukum dan aturan di dalamnya. Manusia itu dituntut bukan untuk menjadi benar, tetapi terus memperbaiki dan terus belajar. Memang Tuhan tidak memberitahu kebenaran yang sejati kepada manusia, agar manusia tidak pernah berhenti untuk terus belajar. Manusia itu idak seperti malaikat yang sudah diberi tahu tentang sebuah kebenaran namun Ia pada akhirnya tidak memiliki kemampuan untuk belajar. 

Memang manusia harus meyakini sesuatu agar tujuan hidupnya jelas namun bukan berarti merasa dirinya yang paling benar. Kebenaran itu seperti mengejar sang mentari terlihat jelas dan menjadi arar tujuan, namun tidak akan pernah tergapai sampai kapan pun. Kebenaran itu semakin dikejar maka semakin terasa jauh dan melelahkan, namun dalam setiap langkah berjalan membuat pribadi yang semakin lama semakin hebat. Selamanya kebenaran tak akan pernah tergapai selama Tuhan tidak berkehendak untuk menunjukkannya. 

Dunia ini begitu luas, jangkauannya. Semakin luar ilmu pengetahuannya dan semakin jernih hati sanubarinya maka semakin dekat pula dengan sebuah kebenaran. Orang yang sudah dibukakan tentang sebuah kebenaran maka Ia tidak akan memperdebatkan kebenaran yang lain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...