Langsung ke konten utama

Hilangnya Sensitivitas Manusia

Sensitivitas atau kepekaan merupakan suatu yang dimiliki oleh manusia, namun seiringnya waktu dengan semakin canggihnya teknologi membuat kemampuan sensitivitas manusia menjadi semakin berkurang. Kita mungkin sering mendengar orang tua kita bercerita tentang orang dulu yang dimana mereka memiliki kemampuan hebat seperti meramal cuaca, mengetahui suhu udara, mengetahui kontur tanah dan lainnya. Hal ini karena orang dulu masih dekat dengan alamnya sehingga kemampuan alamiahnya masib melekat pada dirinya. Fisik mereka kuat-kuat meskipun berjalan puluhan kilo meter.

Namun sekarang manusia semakin lama semakin jauh dari alamnya, hidupnya banyak dihabiskan diperkotaan yang jauh dan saat ini desa pun juga sudah banyak yang berubah dimana desa sudah banyak yang tidak indentik dengan alamnya. Selain itu fisik manusia saat ini semakin lama semakin melemah. 

(Pixabay.com)

Sekiranya ada 4 sensitivitas manusia yang dimana itu semakin menurun bahkan menghilang. 

1. Sensitivitas Fisik

Sensitivitas ini adalah kemampuan fisik yang mendasar dimana manusia memiliki indra pengecap, peraba, pencium, penglihatan, pendengaran dan lainnya. Baik orang dulu maupun sekarang mungkin sama-sama memiliki itu semua. Dalam sensitivitas fisik ini sebenarnya kemampuan manusia semakin meningkat. Kita tahu bahwa musik, makanan, video, gambar dan lainnya itu semua ada karena kemampuan sensitivitas manusia. Dimana dengan hal itu manusia memiliki kemampuan kreativitas tinggi. 

Namun secara alamiah dalam hal merasakan keadaan alam manusia begitu kurang dalam merasakannya terutama dalam hal manfaatnya. Tidak heran jika orang dulu meramu obat-obatan meski belum ada uji laboratorium dan ilmu medis lainnya namun itu bisa menyembuhkan. Hal ini karena mereka bisa merasakan tanaman mana yang dapat menjadi obat. Berbeda dengan sekarang, mereka hanya bisa merasakan rasa enak makanan saja namun tidak bisa merasakan apakah itu baik atau tidak bagi tubuhnya. Ketika makanan itu tidak baik bagi dirinya maka Ia akan berhenti untuk mengkonsumsinya. 

Di masa sekarang ini tidak heran banyak orang yang sakin karena sering makan sembarangan, karena kurangnya sensitivitas dalam merasakannya. Mereka yang tidak merasa sensitif terhadap fisiknya maka akan merasa abai terhadap kondisinya, seakan sehat-sehat saja padahal kondisi fisiknya sedang buruk. Mereka yang menganggap dirinya tidak sakit maka Ia akan terus makan-makanan yang tidak sehat, hingga pada akhirnya mereka akan saat ketika penyakitnya sudah menumpuk. Makanan saat ini sebetulnya kurang layak dikonsumsi selain tidak alami, cara pengolahannya pun juga tidak bagus. Selain makanan yang tidak sehat, manusia juga sering terpapar pencemaran lingkungan. Sehingga membuat sensitivitas fisik manusia semakin berkurang.  

2. Sensitivitas Sosial

Adalah hal yang mengherankan terutama bagi orang kampung, mengapa mereka begitu royal terhadap orang lain meskipun orang tersebut adalah orang yang baru dikenalnya. Di saat dulu mungkin tidak ada namanya pengemis meminta-minta karena mereka tanpa diminta pun mereka akan diberi. Hal ini karena rasa kepeduliannya masih tertanam dengan baik, kepekaan terhadap sosial ketika ada orang yang kesusahan mereka tidak berpikir panjang apakah Ia akan berbuat jahat atau merugikan dirinya. 

Berbeda dengan saat ini dimana manusia sudah mulai individualis, egois, selalu waspada terhadap orang asing dan jarang tegur sapa. Hal ini biasanya dilakukan oleh masyarakat perkotaan yang dimana aktivitas hidupnya serba individualis mereka jarang mengenal antar tetangganya. Berbeda dengan orang kampung yang masih asri dimana meskipun berbeda desa mereka saling mengenal dekat. Sifat ini yang mungkin sayang sekali jika hilang, dimana jiwa sosial yang mulai pudar. 

3. Sensitivitas Alam

Dulu manusia begitu dekat dengan alam, namun seiring berkembangnya teknologi ternyata membuat manusia semakin lama semakin jauh dari alam. Manusia dulu jika bercocok tanam maka Ia akan melihat cuaca terlebih dahulu apakah cocok untuk menanam atau tidak. Tidak perlu ilmu-ilmu seperti metereleologi, klimatologi, geofisika, astronomi dan semacamnya. 

Tanpa mereka pelajari dan tanpa alat mereka sudah ahli dalam memahami peredaran cuaca, ilmu mereka tidak hanya sekedar logika saja namun mereka bisa merasakannya dengan kemampuan sensitivitas alamnya. Mereka tahu kapan waktunya bercocok tanam agar tidak terkena hama dan mereka tahu kapan berlayar dan kemana ikan-ikan tersebar. 

Selain itu alam dulu memang tidak terpapar oleh polusi sehingga orang zaman dulu tahu karena polanya teratur sehingga mudah untuk dibaca. Berbeda dengan saat ini dimana baik manusia maupun alam sama-sama tidak karuan. 

4. Sensitivitas Jiwa

Hal yang mengherankan jika mendengar cerita-cerita dimasa lalu, yakni mengenai dunia lain. Mereka dulu percaya mengenai mitos-mitos dan bahkan ada banyak orang yang memiliki kemampuan diluar batas, seperti berjalan cepat, bisa terbang, dan kemampuan super lainnya. Memang kemampuan itu sulit untuk dinalar karena ilmu tersebut tidaklah dapat dipahami secara umum. Hanya mereka saja lah yang memiliki kemampuan spiritualitas yang tinggi yang dapat memahaminya. Orang seperti itu di zaman sekarang sangat jarang sekali terlihat biarpun ada bisa saja seorang penipu dan meskipun benar-benar ada mereka tidak akan menunjukkannya ke publik mungkin karena ilmu tersebut tidaklah cocok jika diterapkan dimasa sekarang ini. 

Dalam pemahaman lain sensitivitas jiwa adalah pemahaman bagaimana memahami jiwanya, apa yang dibutuhkan untu jiwanya dan selalu mencari hikmah di balik itu semua. Pemahaman ini juga jarang sekali dilalukan oleh orang sekarang dimana manusia sekarang jiwanya terlalu kotor dan selalu dilingkupi oleh hawa nafsu. Bagaimana muncul sensitivitas jiwa jika dalam jiwanya masih banyak noda kotor.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...