Langsung ke konten utama

Mencari Sebuah Kebenaran

Sesuatu hal yang sering dicari oleh manusia yaitu kebenaran. Manusia dalam gerak hidupnya selalu termotivasi oleh kebenaran. Entah kebenaran apa yang setiap individu anut, biasanya manusia memiliki kebenarannya masing-masing. Perbedaan isi kepala menentukan kebenaran apa yang Ia percayai. 

Kebenaran itu terlepas dari baik dan buruk, namun kebenaran adalah sebuah nilai mutlak yang dipercayai oleh seseorang meski tanpa ada pembuktian atau logika. Sebuah pikiran konyol mungkin kita anggap sebuah kesalahan, namun dianggap benar bagi mereka yang menganutnya. 

(Pixabay.com) 

Manusia sering berkonflik bukan antara siapa yang benar dan siapa yang salah tetapi antara benar dengan benar. Tidak mungkin ada suatu pertentangan jika kebenaran yang dianut adalah sama. Lalu apa yang disebut benar jika kebenaran itu tidak melihat baik dan buruk atau logika. Terlepas dari itu semua, kebenaran adalah kepercayaan sepenuh hati meski hal tersebut belum terbukti adanya. Seorang yang logikanya baik dan lancar akan dianggap salah jika ia sering keliru, sedangkan orang bodoh yang percaya tahayul bisa saja benar karena yakin dengan apa yang diyakininya. 

Sebuah kebenaran memang sulit diukur secara objektif keseluruhan, kebenaran itu bisa didapat dengan berbagai cara pandang. Ibarat sebuah bola yang besar maka jika menginginkan kebenaran yang mutlak maka harus mengelilingi secara keseluruhan baik dari dalamnya maupun luarnya. Jika mampu dalam beberapa sudut pandang saja maka tak apa-apa, pahami saja semampunya yang penting jangan fanatik jika orang yang berbeda pandangan. Karena hal konyol jika berada pada bola yang besar namun menganggap bahwa bola yang dijelaskan oleh orang lain adalah bola yang berbeda. Padahal sama, hanya saja berbeda dalam sudut pandang serta lintasannya. 

Kebenaran itu bisa saj berubah, apa yang kita yakini bisa saja bukan lah kebenaran yang mutlak namun hanya kebenaran sementara. Kebenaran sementara itu kebenaran yang diyakini saat ini hanyalah sebatas pemahaman disaat tersebut. Seiring ilmunya bertambah serta mencari sudut pandang yang baru maka akan berubah pula tentang kebenarannya. 

Kebenaran saat ini hanyalah kebenaran sementara, seiring berjalannya waktu kita akan berjalan dan menelusuri berbagai hal-hal baru. Mereka yang sombong tidak akan mau untuk mencari hal-hal baru mereka selalu membenarkan apa yang diyakini sebelumnya dan menyalahkan kebenaran baru yang dianggap tidak sesuai.

Kebenaran yang kita yakini di saat ini, mungkin saja itu hanyalah kebenaran sementara. Seiring bertambahnya ilmu pengetahuan dan meningkatnya saya pikir, maka kebenaran pun juga akan ikut berubah. Entah itu memperkuat kebenaran sebelumnya atau malah menolah kebenaran sebelumnya. 

Manusia memang bisa benar, namun kebenaran pada diri manusia bukanlah kebenaran yang mutlak. Tidak adanya kebenaran mutlak pada diri manusia, dapat mengambil hikmah bahwa manusia harus selalu berusaha untuk selalu memperbaiki dirinya sendiri. Itulah kebenaran yang sesungguhnya pada diri manusia, yakni selalu memperbaiki dirinya. 

Kebenaran yang beragam jangan dijadikan masalah, karena itu memang fitrahnya manusia yang selalu berbeda dengan manusia yang lainnya. Meski berbeda namun substansinya sama, dari berbagai sudut pandang manapun tetap saja sudut pandangnya menuju satu tujuan. 

Orang bijak biasanya melihat kebenaran bukan dari sisi dirinya namun sisi orang lain atau sudut pandang orang lain. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi fanatisme dan salah sangkaan. Bisa saja kebenaran berasa pada sisi orang lain meski Ia orang yang tak terdidik dan apa yang diyakini oleh kita selama ini bisa saja salah. 

Pada intinya jika ingin menuju puncak kebenaran ada tiga, yakni selalu memperbaiki diri, tidak merasa paling benardan belajar dari sudut pandang yang berbeda. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...