Langsung ke konten utama

Ketika Uang Hadir

Uang. Siapa yang tidak mengenal uang. Dari kecil sampai dewasa semuanya sudah mengenal uang. Sejak kecil orang kita diajarkan bagaimana menggunakan uang, orang tua kita mengajarkan bahwa dengan uang maka bisa membeli apa yang diinginkan. Sejak kecil memang kita diajarkan bahwa uang menjadi kebutuhan dalam hidup. 

Memang dengan uang semuanya menjadi mudah dalam melakukan berbagai aktivitas pembelian. Dengan uang segala barang dapat diukur, bahkan diri manusia pun juga dapat diukur, maksudnya nilai tenaga kerjanya. Ketika uang itu hadir, maka setiap apa yang dilihat itu bernilai uang. Air, tanah bahkan udara semuanya dapat diuangkan bahkan yang tiada pun dapat diuangkan.


Uang ternyata tidak hanya mengubah sistem pembayaran tetapi juga mengubah pola pikir dan perilaku manusia. Secara perilaku, manusia akan bekerja dengan giat ketika Ia diberi upah. Manusia manusi bekerja untuk uang, dan uang juga bekerja untuk manusia. Zaman sekarang mana ada manusia yang bekerja tanpa membutuhkan uang, meski ia seorang sukarelawan tetap saja uang dibutuhkan. 

Ketika uang itu hadir, maka pola pikir manusia pun juga akan berubah, seperti yang sudah dijelaskan bahwa manusia bekerja atas dasar uang. Setiap manusia meski Ia berkreasi pun juga butuh uang. Meski dia seorang yang hobi bermusik tetap saja hobinya harus menghasilkan uang. 

Memang saat ini kita tidak dapat melihat kerja-kerja nyata seperti dulu dimana mereka bekerja secara kongkrit untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya, dimana Ia bertani dan memang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun seiring berkembangnya zaman ada saja kebutuhan yang tidak bisa dilakukan secara mandiri. Maka dari itu, uang dibutuhkan untuk membeli sesuatu yang tidak bisa manusia produksi. 

Di sisi lain memang uang dapat memudahkan berbagai hal, namun di sisi lain Ia menjadi sebuah candu. Uang hadir membuat manusia menjadi rajin bekerja sekaligus malas untuk bekerja. Rajin dalam artian seperti dikatakan tadi bahwa manusia bekerja karena adanya motivasi uang, sedangkan malas bekerja dalam artian manusia sudah berpikir praktis tidak ingin melakukan sesuatu yang rumit, jika makan maka tinggal beli tidak harus memasak apalagi sekarang ada pesan antar sehingga kemalasan semakin bertambah. 

Ketika uang itu hadir, manusia hanya bekerja semua uang. Tanpa uang maka tanpa pelayanan, semakin banyak yang makan apapun juga mudah dan cepat. Begitulah katanya dan seperti itulah realitanya. Hati yang tulus ingin membantu sekarang itu sudah mulai pupus, manusia saat ini selalu itung-itungan dengan apa yang lakukan terhadap orang lain. 

Baik buruknya uang memang itu tergantung pada diri manusianya masing-masing. Jika uang mengaturnya maka ia akan binasa, dan jika ia yang mengatur uang maka ia akan berkuasa. Mereka yang berkuasa adalah yang mengatur uang, meskipun Ia pemimpin negara jika Ia lemah, maka ia akan mudah tunduk pada uang.

Lalu apakah hidup ini harus dipandang dengan nilai uang. Bukankah Tuhan telah memberikan dunia ini secara cuma-cuma, kemudian ada sekelompok orang yang mengklaim bahwa itu adalah miliknya. Dunia yang awalnya gratis kini harus berbayar Ia harus ditebus dengan uang, bahkan di saat kita lahir pun harus dengan biaya. 

Dari pada memiliki uang yang banyak, lebih baik membeli dengan gratis tanpa harus membayar. Dimana manusia bekerja bukan karena uang tetapi karena kesenangan. Dan yang terpenting tidak ada yang mengontrol itu semuanya dengan seenaknya. 

Uang itu hanya sebuah benda yang kosong, Ia tidak akan bernilai jika tidak ada aturan yang memberlakukannya sebagai alat yang sah dalam membayar. Dan pada kenyataannya memang saat ini uang semakin lama semakin tidak bernilai. Adalah suatu kesia-siaan jika mengumpulkan uang, karena Ia tidak ada artinya. Dulu dengan selembar kertas mungkin dapat membeli berbagai hal, namun sekarang mungkin hanya bisa membeli beberapa permen saja. 

Manusia selalu senang membuat sebuah aturan namun Ia juga yang hancur karena aturannya sendiri. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...