Langsung ke konten utama

Tuhan Tak Perlu Agama

Berbicara tentang agama memang selalu identik dengan kepercayaan akan keberadaan Tuhan. Dalam agama pun semuanya akan selalu bersinggungan dengan Ketuhanan, baik dari konsep ketuhanan dan hubungannya dengan manusia. Dalam agama kita mengenal sebuah ibadah, dimana ini merupakan ritual agar kita bisa berhubungan dengan tuhan. Selain itu konsep agama juga percaya akan adanya hal-hal gaib seperti setan, hantu, roh, iblis, surga dan neraka. Sebetulnya apapun agamanya, semuanya tujuannya tentu sama yakni untuk membumikan kebaikan dengan konsep dan kepercayaan yang beragam.

(Pixabay.com)

Manusia mengira bahwa agama itu untuk Tuhan, karena butuh untuk disembah agar Tuhan tetap eksis di muka bumi. Padahal Tuhan sebetulnya tidak butuh itu semua mau ada atau tidak ada agama, selalu Tetap ada. Tanpa agama pun sebetulnya manusia bisa membuktikannya dengan akalnya. Adanya agama sebetulnya bukan untuk Tuhan tetapi untuk manusia. Tuhan tidak butuh agama, tanpa agam pun Tuhan akan tetap eksis. Eksistensi Tuhan bukan berasal dari apun, Ia akan selalu tetap ada walaupun dunia ini tidak diciptakan. 

Tuhan menciptakan agama tujuannya demi kepentingan umat manusia, agar menjadi manusia yang sesungguhnya. Tidak seperti manusia yang menciptakan sesuatu karena ada kepentingan baginya. Diciptakannya agama karena Tuhan tahu bahwa manusia itu adalah mahluk yang pelupa sehingga harus diatur dan diingatkan. Manusia sejak lahir sebetulnya sudah memiliki rasa kemanusiaan, namun karena Ia adalah makhluk yang bebas, pelupa dan suka melawan sehingga Ia harus diingatkan dengan Agama. 

Agama itu seperti buku panduan dalam pemakaian barang, jika tanpa buku tersebut maka barang yang semestinya digunakan dengan benar justru disalah gunakan. Begitu juga dengan manusia, dimana manusia diciptakan sepaket dengan agama. Agama kemudian mengarahkan dan diingatkan agar menjadi manusia yang sesungguhnya. 

Agama bukan hanya sekedar membicarakan Teologis dan tata car beribadahnya saja tetapi di dalamnya juga menjelaskan tentang tata cara berhubungan dengan orang lain atau bisa disebut dengan hubungan sosial. Bagaimana berhubungan dengan orang lain baik dalam hal hubungan perorang, hubungan masyarakat maupun bernegara.

Namun ternyata masih banyak manusia yang tidak berkemanusiaan, padahal Ia beragama. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan, jika agama itu tujuannya untuk kebenaran lantas mengapa banyak yang menuju jalan yang salah dan merasa paling benar. Ada kemungkinan manusia sendiri lah yang salah dalam memahami agama itu sendiri. 

Jatuhnya agama kepada tangannya orang bodoh dan jahat hanya akan menjadi sebuah bencana. Mereka akan terus berbuat kerusakan di muka bumi ini. Belajar agama tanpa rasa dan akal sehat tentu akan menimbulkan marabahaya. Seperti halnya membunuh atas nama agama dan segala kerusakan lainnya yang jelas-jelas itu sebetulnya dilarang oleh agama. Maka dari itu, dalam memahami agama tidaklah sembarangan dalam memahaminya dan jangan melibatkan hawa nafsu di dalamnya. 

Dalam memahami agama memang setiap orang berbeda-beda dalam memahaminya dan ini adalah hal yang wajar, keragaman ini membuat alam pikiran manusia semakin beragam. Namun yang perlu kita lawan adalah orang-orang yang salah dalam memahami agama memang perlu kita lawan, karena ini akan merusak terutama merusak pikiran manusia. Rusaknya pikiran tentu lebih berbahaya dibanding rusaknya badan. Ciri orang yang merusak itu, yakni Ia selalu memulai permusuhan dan selalu mementingkan dirinya sendiri. Memusuhi siapapun yang tidak sepaham dengannya dan menguntungkan diri sendiri atas nama agama. Kaum agama yang sejati tidaklah demikian justru dalam dirinya akan tumbuh rasa kemanusiaan dan bahkan tumbuh juga rasa ketuhanan di dalam dirinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...