Langsung ke konten utama

Alam Pikiran Netizen

Pada masa ini siapa yang tidak mengenai media sosial. Lebih dari setengah dari penduduk bumi merupakan pengguna aktif media sosial. Mungkin di masa yang akan datang media sosial menjadi sesuatu yang wajib dimiliki oleh setiap orang, karena akan kebutuhannya yang sangat penting. Dibalik banyaknya manfaat media sosial, ternyata tidak banyak mempengaruhi pemikiran orang. Media sosial yang semestinya untuk saling menghubungkan dan memperluas wawasan justru malah berprilaku sebaliknya.

(Pixabay.com)

Masyarakat pengguna media sosial atau bisa disebut netizen justru semakin dangkal pikirannya dan di dunia nyata justru saling menjauh. Netizen ini mungkin tidak hanya meliputi media sosial saja, mereka para pengguna internet bisa disebut dengan netizen akan tetapi memang sebagian netizen itu berasal dari media sosial. Banyaknya fitnah di media sosial justru membuat masyarakat semakin bodoh. Dalam pengaruhnya, media sosial ternyata mampu mempengaruhi pikiran manusia dan kita bisa mengetahui bagaimana pikiran mereka terutama bagi mereka yang tidak smart dalam menggunakan media sosial. Ada beberapa poin mengenai pola pikir masyarakat media sosial, yakni sebagai berikut: 

1. Pendek Pemahaman dan Mudah Menghakimi

Salah satu ciri dari pikiran pengguna media sosial yakni pendek dalam memahami sesuatu. Hal ini bisa kita lihat dari komentar-komentar yang mereka lontarkan di media sosial. Mereka begitu mudahnya terprovokasi oleh video dan photo yang sebetulnya belum tentu benar terbukti adanya. Mungkin sebagian masyarakat seperti ini apalagi bagi mereka yang pengguna aktif mereka selalu memantau dan up date setiap hari. Pendeknya pemahaman ini karena mereka jarang mencari kebenarannya dan malas untuk berpikir, pada akhirnya mereka mudah terprovokasi akhirnya dan mudah membenci. Apalagi jika melihat sedikit kesalahan orang lain, tentu ini akan selalu menjadi berita yang menghebohkan. 

2. Wawasan Luas Namun Dangkal

Media sosial memang memberikan dampak bagi wawasan kita. Mereka yang cerdas tentu akan memanfaatkan media sosial untuk mencari informasi yang benar. Namun bagi mereka para pencari hiburan tidaklah demikian, media sosial bukannya digunakan untuk hal yang bermanfaat justru digunakan untuk hal yang tidak bermanfaat. Seperti misalnya melihat gosip, video-video joget dan sensasi-sensasi lainnya yang sebetulnya tidak penting untuk ditonton.

Pada akhirnya waktu dan pikiran mereka habis hanya untuk tontonan yang menghibur namun tidak berguna. Mereka memiliki banyak wawasan dan pengetahuan dengan tontonan tersebut, namun tetap saja isi otaknya tetap saja dangkal. Mereka yang semestinya semakin pintar karena akan wawasan di media sosial justru malah semakin bodoh. Parahnya lagi mereka hanya tahu banyak tentang isu para selebritis namun tidak tahu tentang berita tentang krisis sosial. 

3. Tidak Realistis

Selain pikiran yang dangkal, rupanya yang lebih bodoh adalah pikiran yang tidak realistis. Menganggap bahwa apa yang ada di media sosial itu seakan nyata. Padahal  hal tersebut belum terbukti benar, bisa saja itu sebuah kepalsuan dan memang kebanyakan apa yang didalam media sosial itu palsu. Mungkin para pengguna sosial sudah tahu seperti apa kepalsuan-kepalsuan yang ada di media sosial. Bagi mereka yang selalu memerankan kepalsuan di media sosial agar dapat menarik perhatian banyak orang. Padahal baik ia yang menarik maupun yang tertarik sebetulnya sama-sama memberikan kepalsuan. 

4. Kesenangan yang Semu

Masih berhubungan dengan poin di atas, dimana media sosial itu banyak menampilkan berbagai kepalsuan, maka kesenangannya pun juga adalah kesenangan yang palsu. Biarpun kesenangan itu dikatakan semu dan palsu, tetap saja masih banyak yang menyenangi itu semua. Mereka rela menghabiskan banyak waktunya hanya untuk melihat tontonan yang tidak bermanfaat. Baik mereka yang menampilkan kepalsuan dirinya maupun orang yang menyukai kepalsuan itu, mereka rupanya sama-sama menyukai itu walaupun mereka tahu bahwa hal itu adalah sesuatu yang semu. Mungkin mereka melakukan itu karena sudah muak dengan dunia nyata yang penuh dengan kejenuhan. 

5. Pandai Berbicara dan Hanya Berani di hadapan Monitor

Mereka para netizen adalah orang-orang yang senang berkomentar, mengkritik, memberi saran dan memberikan rekomendasi. Akan tetapi apa yang mereka lakukan ternyata mereka tidak mau hal tersebut dialami terhadap dirinya mereka yang senang mengkritik justru mereka tidak senang di kritik. Saran-saran yang mereka lakukan justru hanyalah sebuah omong kosong bisa saja apa yang disarankan justru Ia enggan menjalankannya. Kebanyakan mereka yang senang berkomentar di media sosial adalah orang yang pendiam di dunia nyata, mereka hanya berani di depan layar monitor saja tanpa melakukan perubahan di dunia nyata.  

6. Merasa paling benar

Yang menonjol dari para netizen adalah mereka merasa benar dengan apa yang Ia katakan. Hal ini karena pikiran mereka yang dangkal enggan menganalisis dan mencari kebenarannya. Orang yang selalu merasa benar adalah orang yang dangkal pikirannya, mereka meyakini apa yang Ia bicarakan adalah sesuatu yang benar dan baik bagi mereka yang mau menerima komentarnya. Orang yang merasa benar ini tidaklah sedikit saling berdebat di media sosial, siapa kita-kira yang paling benar. Yang ditonjolkan justru bukan keilmuannya namun rasa tidak mau mengalah dengan yang lainnya.

Sebetulnya tidak semua pikiran netizen seperti ini, hanya segelintir orang saja yang memiliki pikiran tersebut. Masih banyak sebenarnya para netizen yang budiman dimana merek berbicara tentang kebenaran bukan pembenaran dan selalu meneliti isu-isu yang sedang beredar. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...