Langsung ke konten utama

Manusia Setengah Sadar dan Kontrol sosial

Jika kita artikan sadar yakni lawan kata dari tidur atau pingsan. Mereka yang tidak sadar tentu tidak dapat melakukan apa-apa meskipun tubuhnya bergerak namun tetap saja bukan dibawah kendali akalnya. Dalam kehidupan ini, apa yang kita lakukan sehari-sehari nyatanya banyak hal yang tidak bisa kita kontrol. Termasuk keinginan dan kemauan kita itu semuanya sudah dikontrol dari mulai bangun pagi sampai tidur. 

Mungkin kita tidak sadar dan tidak merasa bahwa hidup kita ini dikontrol oleh sesuatu. Mungkin jika yang mengontrol hidup ini adalah Tuhan memang Ia, akan tetapi itu adalah hal yang metafisik dan terlalu banyak disisipi oleh kepercayaan dan anggapan. Lalu mengapa saya katakan bahwa diri kita itu setengah sadar bukan sepenuhnya sadar. Apakah yang kita lakukan dari kecil sampai dewasa ini hanyalah sebuah ilusi atau mimpi. 

(Pixabay.com)

Sebenarnya yang dimaksud dari manusia setengah sadar ini yakni kebebasan dan tidak bisa menjadi manusia yang seutuhnya. Memang secara sosial diri kita tidak bisa bebas, namun setidaknya secara hati dan pikiran mestinya itu bisa dilakukan. Karena hati dan pikiran kita merupakan ruang privasi diri kita, tidak orang ada yang bisa mengetahui apa isi hati dan pikiran kita.

Namun ternyata ruang pikiran dan hati kita menjadi tidak berfungsi dengan semestinya, tidak bisa menjadi orang yang berkemanusiaan. Karena kontrol sosial ternyata lebih kuat pengaruhnya ketimbang pengaruh hati dan pikiran. Apa yang selama ini kita lakukan, nyatanya bukanlah sesuatu yang kita benar-benar kita inginkan. Apa yang semuanya kita inginkan sebenarnya merupakan perintah dari orang lain atau keinginannya orang lain dan terus terhubung sampai membentuk rantai pikiran yang selalu terhubung. 

Misalnya jika kamu ingin menjadi cantik tentu itu bukanlah keinginanmu tetapi itu adalah keinginan para penjual yang membujukmu agar ketika kamu membeli itu kamu terlihat cantik lalu kemudian tertarik untuk membelinya. Mereka yang membujuk tentunya pikirannya dikontrol oleh orang yang lebih atasnya lagi. Kemudian ini membentuk sebuah hirarkis kontrol sosial dimana antara satu dengan yang lainnya, manusia selalu dikontrol oleh orang yang memiliki pengaruh yang lebih besar.

Pada akhirnya hati dan pikiran selalu berada dibawah kendali orang lain dan nyatanya tidak memiliki kesadaran secara penuh. Apa yang ada dalam pikiran dan hatinya, sudah dikendalikan oleh kontrol sosial sehingga membentuk pribadinya yang konsumtif dan ketergantungan. Memang pribadi yang rendah itu adalah pribadi yang konsumtif, mereka hanya mengandalkan uang untuk membeli apapun. Tidak memiliki daya untuk kreatif dan produktif, lalu pada akhirnya hanya menjadi boneka bagi para penjual.

Pikiran yang konsumtif tidak akan mampu berbuat apa-apa. Daya pikir dan hatinya begitu lemah sehingga mudah untuk dikendalikan. Manusia itu memang seperti budak, entah itu budaknya manusia lain atau budak dari hati dan pikiran yang serakah. Emosi, pikiran, keinginan, kesenangan, harapan dan segala aktivitas hidup semua berada tidak berada di bawah kendali diri.  Mereka yang menjadi seorang budak, kebebasannya terbelenggu dan rasa kemanusiaannya telah hilang. Lalu hidup dengan rasa kehampaan, menjalani hidup berada dibawah kontrol orang lain sampai akhirnya ajal menjemput. 

Jika sadar pun mereka tidak tahu hal apa yang harus mereka lakukan. Adapun mereka yang sadar dan tahu harus melakukan apa, mungkin akan dianggap makhluk aneh oleh mayoritas orang banyak. Memang tidak ada hal lain selain menjadi orang aneh, mereka orang yang berperilaku aneh tentunya bukanlah orang yang mau dikendalikan oleh orang lain. Orang aneh ini adalah orang yang selalu melawan arus sosial, selalu terhina dan terasing namun mulia. Mereka yang aneh akan selau mempertanyakan dan mengkritisi tentang fenomena sosial yang sedang terjadi. Sehingga apa yang dilakukan dan diinginkan memang atas kuasa dirinya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...