Langsung ke konten utama

Mengukur Kecerdasan Tidaklah Sebatas Angka

Dalam mengukur kemampuan seseorang, semestinya sebuah sistem pendidikan tidak diukur oleh nilai. Memang dengan sistem nilai bisa mengukur kemampuan seseorang secara cepat dan objektif, namun dalam sistem penilaiannya ternyata tidak dapat menilai manusia secara keseluruhan. Akhlak, sikap, kreatifitas, dan perilaku manusia misalnya tidak dapat dinilai secara objektif. Sebuah nilai hanya bisa menilai sesuatu dari segi validitas sebuah keilmuan, namun tidak dapat mengukur diluar itu semua. Padahal keilmuan tidak hanya membicarakan ilmu sebelumnya tetapi Ia juga harus mengikuti perkembangan zaman. 

(Pixabay.com) 

Oleh karen itu kita perlu adanya perombakan pendidikan, dengan cara meninggalkan sistem pendidikan dengan nilai numerik. Mungkin tidak secara seluruhnya, sistem lama ini mungkin masih diperlukan namun tidak menjadi penentu kecerdasan seseorang. Kita memang memerlukan sebuah sistem pendidikan yang mampu melihat seseorang secara menyeluruh, tidak hanya melihat dari sisi logika maupun hapalan.

Di masa lalu memang tidak ada namanya sistem pendidikan formal seperti sekarang ini, mereka belajar berdasarkan kemauan dan keikhlasan diri. Sistem pendidikan model seperti ini memang banyak membuahkan hasil yang lebih unggul, tidak hanya unggul secara spiritual tetapi juga secara intelektual. Mereka yang lulus dengan sistem seperti ini banyak mencetak seorang tokoh yang berpengaruh. Mereka tak memiliki gelar akademik namun langkahnya selalu diikuti oleh akademisi. 

Lalu apakah dengan sistem seperti ini bisa diterapkan di masa seperti ini, dimana kita selalu dituntut meraih nilai tinggi. Seperti yang sudah dikatakan, bukan berarti meninggalkan sistem formal tersebut namun nilai tidak menjadi alat ukur utama. Logika dan hapalan memang penting, namun tidak bisa menjadi jaminan kesuksesan seseorang. 

Adapun yang harus ditekankan dalam sistem pendidikan tanpa nilai ini yakni perilaku seseorang. Perilaku seorang siswa semestinya menjadi penilaian utama, Ia memang tidak dapat diukur oleh sebuah angka namun Ia dapat diukur dengan selalu memperhatikannya. Seorang siswa bisa di nilai dari perilakunya dengan tolak ukur kekurangan dan kelebihannya. Jika Ia memiliki kelebihan, maka ini menjadi sebuah potensi baginya, jika Ia memiliki kekurangan maka ini menjadi bahan evaluasi. 

Sebuah penilaian semestinya memang seperti ini, tidak hanya mencari nilai yang paling tinggi tetapi juga harus mencari apa potensi yang Ia miliki, jika ia memiliki kekurangan maka bagaimana memperbaikinya. Sistem ini memang merepotkan seorang guru, selain seorang guru membutuhkan paradigma baru tetapi Ia juga harus bisa benar-benar memahami muridnya. Tidak menutup kemungkinan menang harus ada seorang guru yang khusus dan mampu melihat potensi siswanya. 

Kita perlu ketahui bahwa, manusia di dunia ini diciptakan pasti dengan potensinya. Tidak mungkin misalnya tuhan menciptakan manusia tanpa dibekali  potensi. Hanya saja sayang potensi-potensi tersebut banyak yang terpendam, karena banyak para guru tidak dapat melihat potensi muridnya. Pada akhirnya mereka dianggap bodoh, bukanlah salah mereka namun potensi yang Ia miliki tidak nampak. Justru malah potensi tersebut terkubur karena sistem yang selalu mendewakan sebuah nilai. Terlebih lagi penilaian seorang guru banyak yang asal-asalan hanya sekedar mengira-ngira saja. Padahal bisa saja Ia salah dalam menilainya. Ini tentunya sesuatu hal yang fatal dalam dunia pendidikan.

Guru yang salah dalam menilai muridnya tentunya akan membuat muridnya menjadi salah arah. Mereka yang seharusnya diarahkan berdasarkan potensinya dan kemampuannya kini mereka harus menelan rasa kecewa karena entah harus kemana Ia setelah lulus dan harus menjadi apa. Seseorang yang salah dalam mengembangkan potensinya akan sulit berkembang maju. Sehingga mereka menjadi kaku dan kalah dalam kompetisi hidup. Kita dapat melihat bukti konkrit dimana banyak orang yang sekolah, kuliah lalu bekerja tetapi secara linier. Hal ini karena sistem pendidikan kita tidak memiliki pengarahan yang jelas. Sistem yang seperti ini tentunya haruslah ditinggalkan karena sudah tidak zamannya sekolah hanya sekedar mencari nilai dan ijazah saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...