Langsung ke konten utama

Fase-fase Kepercayaan Manusia

(Pixabay.com)

Berikut ini ada beberapa fase-fase berpikir manusia dalam memahami sebuah fenomena. 

1. Fase Animisme

Munculnya fase ini yakni pada masa purba kala, dimana mereka percaya bahwa mereka yang sudah meninggal itu hanya jasadnya saja namun roh-roh mereka masih hidup dan ada di sekitar kita. Mereka yang sudah meninggal hidup bersama kita namun berbeda dimensi. Sering kita mengenal istilah dukun dan kepala suku dimana dipercayai bahwa merekalah yang bisa berkomunikasi dengan mereka yang sudah meninggal dan selalu memberikan sebuah pesan agar melakukan sesuatu. Kepercayaan seperti sesajen dan persembahan lainnya memang sudah ada di masa ini. Terus mereka percaya bahwa jika kita baik pada alam maka Ia akan baik kepada kita. Mereka percaya bahwa di setiap pohon atau mahluk hidup lainnya itu disinggahi oleh roh nenek moyang. Kepercayaan ini sampai saat ini sebetulnya masih tetap eksis namun tidak menjadi kepercayaan mayoritas banyak orang. 

2. Fase Paganisme

Mereka yang hidup dimasa paganisme ini percaya bahwa dalam kehidupan ini ada yang mengatur semuanya baik itu mengatur alam dan manusia. Mereka percaya bahwa ada dewa-dewa yang mengatur ini semua. Dewa tertinggi kemudian menciptakan dewa-dewa lainnya agar mengurus apa yang dewa tertinggi ciptakan. Dewa memang sering digambarkan bentuk hewan, manusia dan makhluk mitologi lainnya.

Perilaku manusia animisme dengan paganisme ini sama-sama memiliki persamaan mengenai sesajen dimana merek percaya bahwa ketika kita memberi sesuatu kepada dewa maka dewa akan memberi kepada kita. Kemudian mereka pun juga menciptakan patung-patung besar untuk memuja dan menyembah mereka sebagai perwujudan ketaatan kepada dewa. Mereka juga percaya bahwa dewa juga bisa bereingkarnasi menjadi manusia atau perwujudan hewan lain untuk mengawasi kehidupan dunia. 

3. Fase Teologis

Ketika muncul kepercayaan teologis kemudian kepercayaan mengenai paham dewa-dewa mulai ditinggalkan, memang disini ada masa tentang perlawanan paham paganisme dengan teologis. Namun kemenangan ini dimenangkan oleh paham teologis dan paham paganisme sudah mulai ditinggalkan, walaupun masih ada sebagian agama yang masih percaya tentang dewa-dewa sampai saat ini. Pada masa kemunculan teologis ini ditandai dengan munculnya sebuah kitab di dipercayai bahwa itu berasal dari Tuhan. Jika kepercayaan paganisme adalah agama bumi maka Teologis ini adalah agama langit. 

Mereka yang menganut paham teologis percaya bahwa Tuhan lah menciptakan semua Ini dengan adanya sebuah petunjuk dari kitab suci. Lalu muda memerintahkan manusia agar sujud dan menyembahnya. Perwujudan persembahan yang dulu seperti sesajen kemudian diganti dengan ritual ibadah yang diperintahkan dari firmannya dalam sebuah kitab suci. 

4 Fase Liberalisme

Paham liberalisme muncul karena terjadinya sebuah peristiwa dimana agama samawi itu saling berperang demi alasan pembelaan agama. Kemudian agama menjadi sebuah pengekangan terhadap manusia sehingga apabila ada orang yang tidak sepaham dengan kitab suci maka Ia akan dihukum bahkan dibunuh. Peristiwa ini terjadi karena banyaknya terjadi pemberontakan terhadap kaum yang menolak perintah agama. Ilmu pengetahuan kemudian dibatasi lalu buku-buku selain yang berkaitan dengan kitab suci yang berlainan haluan kemudian dibakar agar tidak merusak agama. 

Munculnya peristiwa ini kemudian membuat para pemberontak justru semakin melawan, dimana paham teologis ini sudah mencederai hak-hak manusia kemudian mereka meyakini bahwa kebebasan adalah hak milik semua orang dan Tuhan melanggar kebebasan manusia. Hingga pada akhirnya mereka banyak keluar dari paham agama lalu menciptakan paham baru yakni humanisme. Paham humanisme ini mereka percaya bahwa tuhan sesungguhnya adalah manusia itu sendiri dan jika ada Tuhan pun, tuhan tidak bisa mencegah kebebasan manusia.

Mereka percaya bahwa apa yang mereka lakukan saat ini bukan atas perintah Tuhan tetapi atas perintah sendirinya sendiri. Juga mereka percaya bahwa takdir itu bukan ditentukan oleh tuhan tetapi oleh manusia. Kemudian juga mulai muncul paham mengenai sekularisme dimana ada pemisahan kekuasaan agama dengan pemerintahan. Merek mungkin tidak memusnahkan agama tetapi hanya sekedar memisahkan urusan agama dengan urusan dunia. Dimana agama tidak berhak untuk mengatur urusan kehidupan dunia. 

5. Fase Positivisme

Masih berhubungan dengan fase sebelumnya dimana ketika manusia memiliki kebebasan sepenuhnya dan tidak kekang oleh agama, kemudian bebas dalam melakukan apa saja khususnya dalam dunia sains. Dimana manusia kemudian banyak menciptakan sebuah penemuan-penemuan baru, lalu menciptakan ilmu-ilmu baru dan teknologi-teknologi baru yang bisa kita rasakan sampai saat ini. 

Kepercayaan tentang agama kemudian banyak ditinggalkan karena mereka menganggap bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang metafisik dan hanya sebuah karangan yang diciptakan oleh manusia yang dikarang oleh para pemuka agama kemudian mempolitisi manusia demi kepentingannya sendiri. Karena akan keyakinan ini agama banyak ditinggalkan dan manusia percaya bahwa suatu realitas itu adalah sesuatu yang berdasarkan fakta nyata, bukan hanya sekedar asumsi belaka. Apa yang mereka percayai adalah sesuatu yang fakta dan bisa diuji coba. Dari paham ini kemudian munculah atheisme yang percaya bahwa tuhan itu tidak ada karena memang tidak bisa dibuktikan secara saintis. 

6. Fase Konstruktivisme

Konstruktivisme muncul karena perlawanan dari paham positivisme yang dimana suatu kebenaran itu diyakini bahwa harus sesuai fakta dan bisa diuji. Kemudian ini dibantah bahwa kebenaran itu relatif, dimana kebenaran itu tidak hanya berdasarkan saintis dan materialis saja tetapi juga yang sifatnya metafisik dan spiritualitas juga sama. Karen paham ini kemudian paham kepercayaan agama mulai muncul kembali namun tidak menghilangkan paham saintis ini. Justru menggabungkan kedua konsep tersebut, dimana saat ini banyak yang meneliti tentang agama dan keberadaan tuhan metode saintis seperti pencarian fakta untuk membuktikannya dan mencari kebenarannya.

7. Fase Pragmatisme

Setelah masa penelitian dan pembuktian sudah banyak dilakukan karena pada masa ini manusia hany menikmati hasilnya saja. Sehingga muncul suatu paham pragmatisme, mereka yang berpaham pragmatisme ini percaya bahwa apapun yang dilakukan harus bisa memberikan manfaat secara cepat. Tidak peduli seberapa aneh sebuah konsep pemikiran maka itu sah-sah saja selama berguna bagi manusia.

Paham-paham ini memang muncul di kalangan pebisnis yang inovatif. Dimana mereka memunculkan sebuah prodak yang sebetulnya tidak sesuai dengan sains. Namun yang terpenting bagi mereka, selama mereka suka dan itu dianggap bermanfaat maka itu sah-sah saja. Di masa inilah kita hidup saat ini, perubahan handphone misalnya yang dulu hanya untuk komunikasi sekarang untuk berbagai macam hal yang banyak disukai banyak orang. Apapun itu yang penting bermanfaat dan tolak ukur kebermanfaatan itu adalah kesukaan mayoritas banyak orang dan juga praktis.

Ketika paham ini muncul, cara berpikir manusia kemudian menjadi serba instan. Mereka tidak mau berpikir rumit dan panjang-panjang, mereka lebih suka berpikir cepat dan berguna. Tidak peduli apakah di masa depan itu dapat berdampak buruk atau tidak. Bahkan mereka rela merusak alam hanya kesenangan dan keuntungan pribadinya sendiri. 

8. Fase Naturalisme

Fase naturalisme ini muncul karena manusia sudah sadar, bahwa apa yang mereka lakukan ternyata bukanlah sesuatu hal yang baik. Mereka merasa bahwa dirinya tidak seperti manusia yang semestinya, manusia menjadi gila atas perbuatannya yang serba tidak baik. Sehingga mereka sadar dan ingin kembali lagi menjadi manusia sesungguhnya. Mereka yang sudah jauh dari moralitas dan spiritualitas kini mulai banyak dilakukan dimana-mana. Kesadaran akan menjaga lingkungan serta berbuat baik pad orang lain adalah gal yang perlu dilakukan. Perbuatan buruk mulai banyak ditinggalkan, kemudian manusia kembali kepada fitrahnya dengan jiwa spiritual dan menjunjung tinggi moralitas.

Pada setiap fase-fase ini mungkin saya tidak menuliskan kapan masanya dan kapan terjadinya karena setiap daerah atau wilayah tentu memiliki waktu fase yang beragam, ada yang masih di fase animisme dan ada juga yang sampai fase naturalisme, bahkan bisa saja pada masa ini semua fase itu ada. Di sini saya hanya menuliskan polanya secara global dan dipercayai oleh mayoritas masyarakat dunia. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...