Langsung ke konten utama

Pendidikan Kita Belum Demokratis

Seperti yang kita ketahui pendidikan merupakan komponen yang pending dalam tatanan masyarakat. Apalagi negara tersebut adalah negara yang menjunjung demokrasi, tentu setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. 

Memang betul setiap anak berhak dalam mengenyam pendidikan setidaknya Ia bisa sekolah sampai SMA. Namun dalam kenyataannya dalam sistem pendidikan, rupanya pendidikan kita belum lah demokratis. Pendidikan kita justru kebalikannya, dimana sistem pendidikan kita terlihat kolonialis. 

(Pixabay.com)

Kita lihat saja dalam sistem belajar apakah seorang siswa ada yang bebas untuk memilih mengenai pelajaran apa yang Ia sukai. Mereka semua tentu dipaksa untuk menerima semua pelajaran, orang yang unggul dalam satu mata pelajaran oun akan tetap dianggap bodoh jika tidak menguasai pelajaran lainnya. 

Sistem pendidikan kita memang hanya sekedar mentransfer ilmu, kita tidak punya hak mengenai pelajaran apa yang kita inginkan. Kita justru dipaksa untuk mengerjakan soal-soal yang diberikan guru oleh kita. Padahal pertimbangan dari pendapat seorang murid dirasa penting, karena kita tidak tahu seberapa pahamkah Ia dalam memahami suatu pelajaran. 

Seorang guru dalam menilai muridnya, nyatanya masih belum tepat. Dimana Ia hanya menilai seorang murid bodoh dan pintar hanya dari segi nilai ulangan dan tugas yang Ia kerjakan. Semakin Ia rajin dan pandai mengerjakan soal maka semakin Ia dianggap sebagai orang yang pintar. 

Dalam hal soal atau pertanyaan pun cenderung otoriter, dimana semua jawaban harus berdasarkan kebenaran menurut gurunya. Para murid dipaksa untuk memiliki cara pandang yang sama dengan gurunya jika tidak maka Ia akan mendapatkan hukuman dan nilai jelek. Apakah seperti ini kah pendidikan yang demokratis itu, rasanya ini justru terlihat seperti pendidikan yang otoriter. 

Sehingga yang terjadi adalah pikiran seorang murid cenderung pasif dan enggan untuk berpikir kreatif karena tidak adanya ruang publik yang bebas untuk berbicara di dalam kelas. Kita lihat saja jarang sekali para murid yang ingin bertanya, karena sejak kecil memang sudah diajarkan untuk tidak membantah. Padahal membantah jika itu memang tujuannya adalah pembelaan diri karena merasa ada hal yang tidak benar rasanya itu boleh-boleh saja selama itu tidak ada unsur cacian dan hinaan. Ketika disekolah memang kita dilarang untuk berpendapat jika ada pun biasanya akan diabaikan, merasa bahwa pendapat murid itu tidaklah lebih baik dibandingkan pendapat gurunya. 

Pada saat kelulusan, kita pun juga tidak tahu lulus karena apa. Apakah karena kita sudah dewasa dan berpikir mandiri atau hanya sekedar pernah sekolah saja. Pendidikan saat ini rupanya tidak memberikan dampak yang signifikan dalam kehidupan yang nyata. Rupanya antara apa yang kita pelajari dengan apa yang kita lakukan di dunia nyata nyatanya berbeda jauh. Sehingga yang terjadi adalah rasa kebingungan saat dihadapkan masalah yang nyata. 

Pendidikan kita diarahkan agar kita menjadi seorang pegawai, para murid diajarkan agar selalu patuh untuk mengerjakan tugas lalu dapat nilai. Hal ini sama saja seperti orang pegawai yang bekerja lalu dapat gaji. Semakin baik kerjanya maka semakin besar gajinya. Bukan hanya murid-muridnya saja yang seperti ini, rupanya seorang guru pun juga memiliki pola pikir pegawai juga, dimana Ia merasa bahwa tugas seorang guru hanya sekedar memberikan tugas dan soal kepada muridnya, masalah pintar atau tidak itu kembali lagi kepada sang murid. Manusia seakan didikan tidak seperti layaknya manusia, Ia didik seakan seperti robot yang di setting lalu dipersiapkan untuk menjadi seorang pegawai. 

Sistem ini akan terus berulang dan berulang, apabila tidak ada yang sadar dan mau mengubah sistem seperti ini maka tidak akan berubah maju suatu negara jika pendidikannya tidak demokratis. Pendidikan yang demokratis adalah pendidikan yang mengedepankan sistem belajar bersama, dimana baik antara murid maupun gurunya itu memiliki peran yang sama-sama aktif. Seorang guru jangan diposisikan sebagai guru, tetapi sebagai pembimbing dan pengarah, biarkan para murid bebas memilih pelajaran apa yang para murid mau, mereka berhak untuk berpendapat mengenai apa yang Ia ketahui. Kedisiplinan juga seharusnya jangan dijadikan sebagai uji kepatuhan saja. Kedisiplinan seharusnya menjadi suatu sistem yang dapat mengarahkan muridnya agar tetap konsisten dan semangat dalam belajar.

Sekolah semestinya bukan menjadi tempat yang membosankan dan menyiksa tetapi bisa menjadi tempat yang menyenangkan. Diharapkan pendidikan yang demokratis ini bisa membuat sekolah menjadi tempat nyaman kedua. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan tidak Menciptakan Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Lalu apakah kemiskinan itu tuhan sendiri yang menciptakannya atau manusia sendirilah yang menciptakan kemiskinan tersebut. Akan tetapi banyak dari kalangan kita yang sering menyalahkan tuhan, mengenai ketimpangan sosial di dunia ini. Sehingga tuhan dianggap tidak mampu menuntaskan kemiskinan. (Pixabay.com) Jika kita berfikir ulang mengenai kemiskinan yang terjadi dindunia ini. Apakah tuhan memang benar-benar menciptakan sebuah kemiskinan ataukah manusia sendirilah yang sebetulnya menciptakan kemiskinan tersebut. Alangkah lebih baiknya kita semestinya mengevaluasi diri tentang diri kita, apa yang kurang dan apa yang salah karena suatu akibat itu pasti ada sebabnya. Tentunya ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi, yakni pertama faktor  mindset dan prilaku diri sendiri, dimana yang membuat seseorang...

Pendidikan yang Humanis

Seperti yang kita kenal pendidikan merupakan suatu lembaga atau forum agar manusia menjadi berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan merupakan tolak ukur sebuah kemajuan bangsa. Semakin baik sistem pendidikannya maka semakin baik pula negaranya, semakin buruk sistem pendidikannya semakin buruk pula negara tersebut. Ironisnya di negara ini, pendidikan menjadi sebuah beban bagi para murid. Terlalu banyaknya pelajaran, kurangnya pemerataan, kurangnya fasilitas, dan minimnya tenaga pengajar menjadi PR bagi negara ini. Saat ini pendidikan di negara kita hanyalah sebatas formalitas, yang penting dapat ijazah terus dapat kerja. Seakan-akan kita adalah robot yang di setting dan dibentuk menjadi pekerja pabrik. Selain itu, ilmu-ilmu yang kita pelajari hanya sebatas ilmu hapalan dan logika. Akhlak dan moral dianggap hal yang tebelakang. Memang ada pelajaran agama di sekolah namu hal tersebut tidaklah cukup. Nilai tinggi dianggap orang yang hebat. Persaingan antar sesama pelajar mencipta...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...