![]() |
(Pixabay.com) |
Menjadi fenomena yang unik di negeri ini yakni banyak sekali orang luar yang berkunjung ke desa-desa dengan koper besar dan jas rapi. Mereka melihat penduduk sekitar dengan muka cueknya.
Mereka datang tentu bukan tanpa alasan, mereka pasti punya niat dan maksud dan tujuan untuk pergi ke desa. Tidak mungkin pastinya jika orang asing datang lalu bagi-bagi sembako, itu mungkin hal yang menggelitik.
Namun memang Ia mereka menawarkan ratusan juta untuk menjual tanah milik warga, agar segera pindah dari tempat tinggalnya. Bukan perkara mudah sebetulnya jika menjual tempat tinggal.
Di situlah orang desa bekerja mengais rizkinya di tambah dengan tanah yang subur makmur. Di sana juga merupakan tanah kelahiran kita dan leluhur kita. Kita membangun sosial masyarakat di sana, membentuk suatu budaya dan adat istiadat. Hal ini tentunya tidak mampu di bayar oleh harta sebanyak apapun.
Namun apalah daya, kita ini hanyalah masyarakat kecil. Siapa sangka ternyata hidup di negeri ini begitu menyengsarakan. Kami yang sedang tidur terlelap tiba-tiba dibangunkan oleh buldoser. Dengan mengatasnamakan pembangunan, semuanya hilang tak bersisa.
Sebetulnya bumi ini milik siapa? Mereka yang datang dari luar, tiba-tiba mengusir kita. Sedang enak-enaknya menik mati hidup, tiba-tiba saja datang kendaraan berat mengusir kita. Memang tidak punya etika, adab dan sopan santu, semuanya main gusur-gusur saja.
Mau apakan tanah kami? Kalian datang dengan memaksa sambil membawa banyak serdadu, kami dianggap teroris yang mau memberontak.
Sebetulnya mereka siapa? Seakan-akan bumi milik mereka saja. Memangnya ini tanah nenek moyang kalian, datang lalu merebut tanah kami, semuanya diambil baik apa yang di atas tanah maupun yang ada didalam tanah.
Lalu kami sebagai masyarakat kecil dapat apa? Mereka hanya memberikan uang receh kepada kami. Apa yang mereka berikan kepada kami tidak lah sebanding dengan tanah yang kami tinggali. Dulu itu adalah tanah leluhur yang subur, kini hanya menjadi tanah gersang yang hancur lebur.
Mereka para penguasa menganggap tanah kami adalah milik mereka. Rupanya mereka mau menyaingi tuhan, merasa menjadi penguasa di negeri ini, padahal kekuasaan mereka hanyalah sementara.
Dengan mengatasnamakan pembangunan, semuanya harus menuruti apa kemauan mereka. Tidak salah memang jika tanah untuk keperluan pembangunan. Namun, kita harus bertanya lagi, untuk siapa pembangunan ini? Untuk masyarakat kecil kah atau para investor.
Kami sebagai masyarakat kecil tidak merasakan dampak baik dari apa yang dibangun. Akan tetapi justru malah menambah penderitaan kami. Lahan pertanian kami hilang, mata pencaharian kami hilang, tanah leluhur kami hilang, tempat tinggal kami kami hilang, dan sosial kemasyarakatan kami juga hilang. Semuanya kalian rusak dengan atas nama pembangunan.
Dengan sambutan manis kalian mengundang para investor ke desa kami datang membawa segepok uang, dikira kami butuh dengan uang sebanyak itu. Bicara kesejahteraan bukan soal pembangunan dan uang yang berlimpah. Bekerja di ladang lalu bisa tidur dengan nyenyak itupun bisa membuat kami sejahtera.
Biarkan kami menggarap dan biarkan kami tidur terlelap. Usir saja orang asing itu ketempat asalnya, jangan rebut tanah kami. Tanah ini milik tuhan, bukan milik kalian. Kami memang tinggal atas seizin tuhan, yakni untuk merawat apa yang diciptakan oleh tuhan. Kalian padahal sudah punya tempat tinggal yang nyaman. Buat apa datang ke desa jika hanya membawa luka, duka dan sengsara.
Jangan usir kami hanya demi investasi, kami masih rakyat mu, kami ini bukan orang asing. Akan tetapi kenapa kalian justru peduli dengan investor asing. Selama ini kami sebetulnya dianggap sebagai apa? Jangan hanya dekati kami di saat pemilu lalu menjauhi kami di saat menjabat.
Mulutmu yang dusta dan perbuatanmu yang keji tentu akan dicatat oleh tuhan. Kami memang tidak bisa membalas apa yang telah perbuat oleh kalian. Namun tunggu saja pembalasan tuhan tidak akan diam melihat hamba-hambanya yang terzalimi.
Komentar
Posting Komentar