Langsung ke konten utama

Filsafat Diri (Peran dalam Kehidupan#2)

(Pixabay.com) 

Seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya, dimana setiap orang memiliki perannya masing masing. Namun ternyata masih banyak rupanya orang-orang yang bingung, sehingga Ia meniru perannya orang lain padahal itu bukan perannya. 

Maka dari itu, jangan sampai kita memerankan perannya orang lain yang itu merupakan perannya orang lain. Ternyata memang masib banyak yang iri dengan perannya orang lain, karena menganggap perannya orang lain itu lebih menarik dan bagus, sehingga Ia membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain. Kemudian Ia meniru dan mencoba untuk memerankan perannya orang lain lalu pada akhirnya ternyata tidak cocok untuk dirinya. Sehingga pada akhirnya jadi orang lain tidak dan jadi diri sendiri pun juga tidak, peran diri menjadi tidak maksimal dan akhirnya justru hanya kegagalan yang ada.

Ada beberapa sebab mengapa banyak orang yang masih bingung dengan perannya sendiri, yaitu: 

1. Sibuk mendengarkan komentar orang lain

Hal yang membuat seseorang bingung terhadap peran diri, karena kita malas untuk mencari tahu tentang diri. Kita enggan mencari tahu tentang dirinya sendiri, padahal yang bisa memahaminya hanyalah diri sendiri. Terlalu sibuk memikirkan komentar negatif orang lain, sehingga memunculkan perspektif dalam dirinya bahwa, kita menganggap diri kita adalah orang yang tidak berguna. Belum apa-apa menyerah, enggan untuk mencoba dan pesimis. Hal ini lah yang membuat kita tidak akan pernah mengetahui peran dirinya. 

Fokus adalah hal yang perlu dilakukan, abaikan omongan orang lain jika omongan itu tidak penting dan cenderung menghancurkan. Lakukan apa yang sebetulnya ingin dilakukan dan disenangi. Yakini bahwa peran yang kita lakukan saat ini adalah peran yang terbaik. 

2. Sulit melepas kebiasaan lama

Sebelumnya mungkin kita sudah memiliki peran hanya saja peran itu ternyata peran yang buruk atau peran yang tidak sesuai dengan keinginannya, sehingga kita menginginkan suatu perubahan baru agar peran kita menjadi yang lebih baik. Namun karena kita belum bisa melepaskan kebiasaan buruk, apalagi jika kebiasaan itu sudah lama dan sudah level candu atau sudah berada pada zona nyaman. Hal ini tentunya akan sulit untuk di hilangkan. 

Untuk membentuk kebiasaan yang baru tentu tidak akan bisa terjadi selama kebiasaan buruk masih melekat apalagi memainkan peran yang baru. Melekatnya ini bukan hanya candu tetapi juga karena pergaulan, bisa saja kita yang ingin keluar namun tidak enak dengan pergaulan lama, lalu akhirnya tidak bisa lepas dari lingkungan tersebut. Untuk melepas kebiasaan lama ini tentu harus ada pembahasan yang lebih khusus. 

3. Bingung dengan pilihan

Dalam hidup ini tentu kita akan diberikan berbagai pilihan. Namun jika pilihan ini terlalu banyak, ternyata akan membuat diri menjadi bingung dan tidak tahu peran apa yang harus dipilih dan cocok. Jika, pilihan itu semuanya ingin dicapai pun, tentu akan menjadi tidak fokus dalam menjalankannya.

Jika ingin mengetahui mana peran yang cocok untuk diri, maka yang perlu kita lakukan adalah mencoba semuanya, kita-kita mana yang paling cocok dan nyaman itu lah peran yang harus dipilih. 

4. Selalu berpura-pura

Berpura-pura adalah memerankan diri yang tidak sesungguhnya, Ia menjadi sesuatu yang sejatinya tidak Ia inginkan. Hal ini karena peran yang Ia miliki merupakan saran dari banyak orang, Ia menganggap pilihan orang lain adalah yang terbaik dan Ia ingin tampil terbaik di depan orang lain namun rupanya karena tidak cocok, sehingga Ia berpura-pura untuk menyenangkan orang lain. Atau bisa jadi sesuatu yang diinginkan seperti meniru artis idola, berpura-pura menjadi diri orang lain padahal itu bukan diri yang sejati. 

Berpura-pura bukanlah jalan yang terbaik dalam menyenangkan orang lain apalagi untuk diri sendiri. Lebih baik jelek di mana orang lain namun baik menurut diri sendiri. Tampil beda memang hal yang perlu kita lakukan selama kita memang nyaman dengan peran tersebut. Ingat, peran dalam kehidupan tidak seperti di dalam film drama. Peran dalam kehidupan ini tentu adalah peran yang serius dan sungguh-sungguh dalam menjalankannya. 

5 Tidak melakukan sesuatu dengan sepenuh

Dalam menjalani peran diri ini tentu ada kalanya kita jenuh dan merasa bosan dalam menjalankan suatu peran. Jika kedepannya seperti ini terus yakni tidak bergairah dalam melakukan sesuatu, maka tujuan yang akan dicapai akan jauh dari kenyataan. Maka dari itu sebelum memilih sesuatu itu harus kita yakini sepenuh hati jangan melakukan sesuatu hanya karena orang lain atau hanya coba-coba sehingga pada akhirnya hasilnya justru membawa kekecewaan.

Faktor lain mungkin saja ada banyak permasalahan diluar itu semua, sehingga membuat tidak fokus dengan karakter yang dijalani. Terasa dibebani dengan banyak peran misalnya peran sebagai ayah, pekerja kantoran, dan peran tambahan lainnya. Ini bisa saja karena memang banyaknya tuntutan hidup, baik karena ekonomi maupun keluarga. 

Adapun yang bisa dilakukan yaitu meminta bantuan, saran dan dukungan orang lain seperti keluarga, pasangan, dan teman. Beban dalam hidup kita tentu tidak akan sanggup jika ditanggung oleh sendirian. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...